Sarah, si bunga kota yang dikenal cantik, bohay, serta menyimpan sisi nakal dan jahil di balik wajah manisnya, kini menjalani salah satu babak penting dalam hidupnya: Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa subur di Pinrang.
Takdir mempertemukannya dengan Andi Af Kerrang, seorang pemuda tampan, berwibawa, dan dikenal kaku, namun juga seorang juragan padi sekaligus pemilik bisnis kos yang terpandang di wilayah tersebut.
Awalnya, perbedaan latar belakang dan kepribadian membuat interaksi mereka terasa canggung. Namun, seiring berjalannya waktu, serangkaian peristiwa tak terduga—mulai dari kesalahpahaman yang berujung fatal, hingga situasi mendesak yang menuntut keberanian untuk melindungi—membawa keduanya semakin dekat.
Dari jarak yang semula terbentang, tumbuh benih rasa yang perlahan berubah menjadi candu.
akankah sering berjalan nya waktu Andi mengikuti arus kenakalan Sarah ataukah Sarah yang pasrah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Azzahra rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitnah yang Terselubung
Hari-hari setelah lamaran Andi menjadi bahan pembicaraan bukan hanya di desa, tapi juga mulai sampai ke kota. Warga desa yang sebelumnya sempat ragu kini justru semakin percaya. Nama Andi harum, Sarah dihormati, dan keluarga Sarah mulai terbuka.
Namun bagi Bayu, kabar itu seperti bara api yang membakar dadanya setiap hari. Ia tak lagi bisa tidur nyenyak. Di warung, di jalan, di sawah—semua orang hanya membicarakan Andi dan Sarah.
“Ciee, juragan padi bentar lagi kawin.”
“Hebat ya Andi, dapat calon istri mahasiswi.”
Bayu menutup telinganya, tapi semua suara itu seperti menampar wajahnya. “Aku tidak bisa biarkan mereka bahagia. Tidak sebelum aku menjatuhkan Andi,” desisnya
Malam itu, Bayu duduk bersama dua orang pemuda yang masih setia padanya, meski sebenarnya lebih karena rasa sungkan. Mereka duduk di pos ronda, lampu minyak bergoyang-goyang terkena angin.
“Kalian tahu kan, kalau Andi dianggap juragan besar di desa ini? Orang-orang buta, mereka pikir dia suci. Tapi aku tahu, semua orang punya kelemahan,” ujar Bayu.
Salah satu pemuda bertanya ragu, “Mau ngapain, Yu?”
Bayu tersenyum miring. “Kalau aku tidak bisa menurunkan Andi dengan kekuatan, maka aku akan jatuhkan dia dengan fitnah. Aku akan buat warga percaya kalau Andi bukan pria baik-baik.”
Desas-desus mulai beredar. Awalnya samar, lalu semakin jelas.
“Kalian dengar? Katanya Andi suka main perempuan di kota.”
“Masa? Kok bisa?”
“Iya, ada yang lihat dia sering ke rumah seorang janda muda di kecamatan sebelah.”
Kabar itu menyebar pelan, seperti asap yang keluar dari celah kecil. Tidak ada yang tahu sumbernya, tapi lidah warga cepat sekali membesar-besarkan.
Sarah yang mendengar kabar itu pertama kali dari Rani langsung terdiam. “Rani, kamu serius dengarnya?”
Rani mengangguk. “Aku nggak percaya, Sar. Aku tahu Andi orang baik. Tapi gosipnya sudah ramai.”
Sarah memegang dadanya yang berdegup. Meski ia percaya pada Andi, fitnah itu tetap membuat hatinya guncang.
Tak berhenti di situ, Bayu melangkah lebih jauh. Ia menyuap seorang pemuda desa tetangga agar berpura-pura menyebarkan cerita bahwa ia pernah melihat Andi keluar malam dari rumah seorang perempuan.
“Aku lihat dengan mata kepala sendiri. Dia keluar jam sebelas malam!” begitu pengakuannya di warung kopi.
Warga yang mendengar mulai saling pandang. Sebagian masih percaya pada Andi, tapi sebagian lain mulai goyah. “Ah, jangan-jangan benar ya gosip itu…”
Kabar itu sampai ke telinga Andi sendiri. Saat ia sedang mengawasi pekerja di sawah, seorang tetua desa mendekat.
“Andi, kamu dengar gosip di kampung ini?”
Andi menoleh. “Gosip apa, Pak?”
Tentang kamu… yang katanya dekat dengan perempuan lain.”
Andi terdiam sejenak, lalu menunduk. “Astaghfirullah. Tidak benar itu, Pak. Demi Allah, saya tidak pernah berbuat seperti itu.”
Tetua desa mengangguk, “Saya percaya padamu. Tapi tidak semua orang mudah percaya. Hati-hati, Andi. Orang iri bisa melakukan apa saja.”
Malamnya, Andi menghubungi Sarah lewat telepon. Suaranya berat tapi tegas.
“Sarah, aku tahu kamu pasti dengar gosip itu. Aku minta kamu jangan percaya. Itu fitnah.”
Sarah menghela napas panjang. “Aku percaya sama Mas. Hanya saja… aku takut gosip ini jadi bahan untuk menjatuhkan kita.”
Andi mencoba menenangkan. “Kebenaran pasti akan terbukti. Yang penting kamu tetap kuat.”
Di ujung telepon, Sarah meneteskan air mata. Ia tahu Andi jujur, tapi hatinya sakit melihat gosip kotor itu menyebar.
Bayu yang melihat gosip semakin ramai merasa puas. Tapi baginya, itu belum cukup. Ia ingin membuat bukti palsu agar gosip itu terlihat nyata.
Maka suatu malam, ia mendatangi rumah janda muda yang memang tinggal sendirian di kecamatan sebelah. Dengan iming-iming uang, ia meminta perempuan itu pura-pura mengaku dekat dengan Andi.
“Kalau kamu mau, aku tambah rejeki. Cukup bilang saja Andi sering datang ke rumahmu. Biar orang percaya,” bujuk Bayu.
Awalnya perempuan itu ragu, tapi karena himpitan ekonomi, ia akhirnya mengangguk. “Baiklah… tapi aku tidak mau kalau sampai berurusan dengan hukum.”
Bayu tersenyum puas. “Tenang saja, cukup gosip saja yang jalan.”
Tak lama kemudian, kabar itu benar-benar meledak.
“Katanya ada perempuan yang ngaku sering didatangi Andi di rumahnya!”
“Waduh, ini sih bahaya.”
Warga desa gempar. Bahkan kabar itu sampai ke keluarga Sarah di kota. Ibunya langsung menelpon dengan suara bergetar,
“Sarah, kamu hati-hati. Ibu dengar kabar tidak enak tentang Andi. Kamu yakin dia benar-benar orang baik?”
Sarah tercekat. “Bu, itu tidak benar. Aku percaya sama Mas Andi. Tolong jangan dengarkan gosip itu.”
Namun ia tahu, keluarganya pasti resah.
Di desa, Andi mulai merasa tekanan nyata. Beberapa warga yang dulu ramah kini memberi tatapan curiga. Bahkan ada yang terang-terangan berbisik saat ia lewat.
Namun alih-alih marah, Andi memilih diam dan bersabar. Ia tahu, kalau ia membalas, gosip itu justru makin liar. Ia hanya berdoa, semoga kebenaran segera terbuka.
Sementara itu, Sarah semakin gundah. Malam-malamnya diisi dengan keresahan. Rani mencoba menghibur.
“Tenang aja, Sar. Aku yakin Mas Andi bisa buktikan semuanya. Gosip nggak akan menang dari kebenaran.”
Sarah mengangguk, meski air matanya jatuh diam-diam. Ia tahu, fitnah ini bisa menghancurkan segalanya—cinta, kepercayaan, bahkan rencana masa depan mereka.
Dan di balik semua itu, Bayu duduk di rumahnya dengan tawa kecil.
“Hahaha… sebentar lagi Andi akan jatuh. Warga akan percaya aku lebih baik. Sarah… kamu akan sadar, hanya aku yang pantas.”
Ia tidak tahu, rencana liciknya mungkin akan berhasil… atau justru menjadi jebakan bagi dirinya sendiri