NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Menerima Perjodohan

Sore itu, Selena dan Daren akhirnya memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe tenang di pusat kota. Tempat itu tidak terlalu ramai — hanya ada beberapa pengunjung yang sibuk dengan laptop mereka, ditemani aroma kopi yang menenangkan dan alunan musik lembut yang mengisi udara.

Selena datang lebih dulu. Ia mengenakan blus putih sederhana dipadu celana panjang krem. Penampilannya tampak rapi, namun matanya menyimpan sesuatu yang sulit dijelaskan — campuran antara ragu, tenang, dan sedikit gugup.

Tak lama kemudian, Daren tiba. Pria itu mengenakan kemeja biru tua dengan jaket kulit hitam yang membuatnya tampak lebih santai dari biasanya. Ia menarik kursi di hadapan Selena, tersenyum kecil meski wajahnya menyiratkan kecanggungan.

“Maaf, aku telat,” ucap Daren pelan, meletakkan ponselnya di meja.

Selena menggeleng ringan sambil membalas senyum itu. “Nggak apa-apa kok. Aku juga baru datang.”

Daren melirik daftar menu di meja. “Udah pesan?”

“Belum,” jawab Selena lembut. “Aku nunggu kamu dulu.”

Daren mengangguk kecil. “Baiklah, kalau gitu kita pesan bareng aja, ya.”

Suasana di antara mereka masih terasa hati-hati — seperti dua orang yang mengenal, tapi juga sedang mencoba memahami kembali arah hubungan yang baru akan dimulai.

Selena menatap Daren dengan hati-hati. Suaranya lembut tapi jelas saat ia membuka pembicaraan, “Jadi… gimana, Kak? Tentang semua ini.”

Daren bersandar sedikit ke kursinya, ekspresinya tenang meski terlihat ada beban di matanya. “Sebenarnya, semua keputusan aku serahin ke kamu, Len,” ujarnya pelan. “Aku nggak mau kamu ngerasa terpaksa.”

Selena mengangkat alis pelan, menatapnya lekat. “Jadi kalau aku setuju, Kakak juga setuju. Tapi kalau aku nolak, Kakak juga ikut nolak?”

Daren mengangguk. “Iya. Karena ini tentang kamu, bukan tentang rencana orang tua.”

Selena menghela napas kecil. Ia menatap secangkir kopi latte yang baru diantar pelayan ke meja, uapnya menari lembut di udara. “Aku sempat mikir panjang, Kak,” ucapnya akhirnya. “Awalnya aku merasa… aneh. Aku sama Kak Daren udah kayak saudara sendiri. Tapi di sisi lain, aku tahu Kak Daren orang yang baik. Mama dan Papa mungkin cuma ingin aku dan Arunika nggak sendirian.”

Daren tersenyum samar. “Aku juga mikir hal yang sama. Waktu mereka bilang soal perjodohan, aku sempat kaget. Tapi setelah aku tenangin diri, aku sadar… mungkin mereka cuma pengin kita saling jagain. Dan aku juga tahu, Kavi pasti pengin kamu bahagia.”

Ucapan itu membuat dada Selena sedikit bergetar. Ia menatap Daren lama — bukan karena ada cinta di sana, tapi karena kehangatan dan rasa percaya.

“Kalau begitu,” katanya perlahan, “aku nggak akan menolak. Tapi aku juga nggak mau terburu-buru. Kita jalanin pelan-pelan aja, ya, Kak. Biar semuanya berjalan dengan alami.”

Daren menatapnya penuh pengertian, lalu mengangguk. “Aku setuju. Aku janji, aku nggak akan maksa apa-apa. Kita mulai dari nol, kayak teman dulu. Kalau nanti ternyata cocok… ya mungkin itu memang jalan yang dikasih Tuhan.”

Senyum lembut muncul di wajah Selena. “Makasih, Kak. Aku lega dengarnya.”

Untuk pertama kalinya sejak perjodohan itu dibicarakan, suasana di antara mereka terasa ringan. Tak ada tekanan, tak ada rasa terpaksa — hanya dua hati yang sama-sama ingin melangkah dengan tenang.

Pelayan datang membawa dua gelas kopi dan sepiring tiramisu. Daren tersenyum kecil sambil mendorong piring itu ke arah Selena.

“Kalau gitu… kita mulai aja dengan hal kecil dulu,” katanya ringan. “Kayak… berbagi dessert ini misalnya.”

Selena terkekeh pelan, matanya sedikit berbinar. “Baiklah, Kak. Tapi bagian krimnya buat aku, ya.”

Daren tertawa, dan untuk pertama kalinya sore itu, kehangatan yang tulus benar-benar terasa — bukan dari kopi yang mengepul, tapi dari dua hati yang mulai belajar berdamai dengan masa lalu dan membuka ruang untuk kemungkinan baru.

---

Beberapa hari kemudian, keluarga besar kembali berkumpul di rumah keluarga Vance. Ruang tengah terasa hangat dan rapi — aroma teh melati dan kue buatan Bi Asti memenuhi udara. Kali ini, suasananya sedikit berbeda. Semua orang tampak menunggu sesuatu, dan pusat perhatian mereka jelas tertuju pada satu orang: Selena.

Ia duduk di samping Daren, menatap sekeliling dengan tenang namun penuh pertimbangan. Hari ini ia memang berniat menyampaikan keputusan yang sudah ia pikirkan baik-baik.

Namun sebelum sempat membuka suara, Sekar — ibu Daren — lebih dulu bersuara dengan nada penuh semangat.

“Tunggu sebentar, Selena,” katanya sambil menepuk lembut tangan menantunya itu.

Selena menoleh, menatap mertuanya dengan bingung. “Ada apa, Mah?”

Sekar tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harapan.

“Mama sudah dengar dari Daren kalau kalian berdua setuju,” ujarnya antusias. “Jadi Mama pikir, mungkin sekarang waktunya kita bahas tanggal pernikahannya.”

Ucapan itu membuat semua orang di ruangan saling berpandangan. Laras dan Samudra tampak tersenyum kecil, sementara Arga terlihat mengangguk-angguk setuju. Hanya Selena yang terdiam cukup lama — bukan karena marah, tapi karena hatinya belum siap melangkah sejauh itu.

Ia menelan ludah perlahan, mencoba menjaga nada suaranya agar tetap sopan.

“Mah… aku sebenarnya bersyukur kalian semua mendukung. Tapi aku dan Kak Daren belum sampai ke tahap itu,” ucapnya hati-hati. “Kami memang sepakat untuk mencoba… tapi mulai dari teman dulu, bukan langsung menikah.”

Sekar sempat tampak kaget, senyumnya perlahan memudar. “Teman dulu? Tapi, Nak, bukannya kalian sudah cocok?”

Selena menatap mertuanya lembut namun tegas. “Aku nggak mau semuanya terasa dipaksakan, Mah. Aku dan Kak Daren masih belajar saling memahami. Aku nggak mau pernikahan ini cuma jadi cara untuk menenangkan semua orang, tapi malah membuat kami saling asing nantinya.”

Daren yang sejak tadi diam akhirnya ikut bersuara, suaranya dalam dan mantap.

“Aku setuju sama Selena, Mah. Aku juga nggak mau terburu-buru. Kami cuma pengin semuanya berjalan alami.”

Sekar terdiam hanya sebentar — tak sampai hitungan menit, sebelum akhirnya ia menegakkan tubuh dan menatap semua orang di ruangan dengan sorot mata yang mantap.

“Mama ngerti kalian mau pelan-pelan,” ucapnya tenang tapi tegas. “Tapi kalau Mama boleh jujur, nggak ada gunanya menunda. Kalian berdua sudah setuju, keluarga juga sudah merestui. Jadi Mama pikir, lebih baik kita langsung tentukan tanggal pernikahannya.”

Nada bicaranya lembut, tapi jelas tak memberi ruang untuk bantahan.

Selena sempat terperangah, menatap mertuanya dengan bingung. “Mah, tapi—”

Sekar langsung memotong dengan senyum yang nyaris tak bisa ditolak. “Nggak usah tapi, Sayang. Mama cuma ingin kalian segera memulai hidup baru. Arunika juga pasti senang kalau kalian resmi jadi keluarga utuh lagi.”

Laras menimpali cepat, seolah ikut mendukung keputusan itu. “Aku setuju, Sekar. Kadang kalau semuanya sudah jelas, jangan ditunda terlalu lama. Nanti malah makin berat.”

Samudra hanya tersenyum, sementara Arga mengangguk ringan. Tak ada yang berkata menentang — suasana seperti telah terkunci oleh keputusan Sekar yang penuh keyakinan.

Selena menunduk pelan, berusaha menyembunyikan perasaan campur aduk di dadanya. Ia melirik Daren sekilas — pria itu tampak tenang, tapi sorot matanya menunjukkan sesuatu yang sulit diartikan; antara pasrah dan berusaha memahami situasi.

“Baiklah, Mah,” ucap Selena akhirnya dengan suara lembut. “Kalau memang itu keinginan Mama dan semua keluarga, aku ikut.”

Sekar tersenyum lega, menepuk tangan menantunya penuh kasih. “Terima kasih, Nak. Mama janji, semua akan berjalan baik. Mama cuma ingin yang terbaik buat kalian.”

Daren hanya mengangguk, menatap Selena sebentar sebelum berkata pelan, “Kita jalani, ya.”

Selena tersenyum samar — tak sepenuhnya bahagia, tapi juga tidak menolak.

Karena di ruangan yang dipenuhi senyum dan restu itu, hanya mereka berdua yang tahu: kadang, setuju bukan berarti siap.

Dan malam itu, tanpa satu pun perdebatan, keputusan besar ditetapkan. Tanggal pernikahan akan segera ditentukan — dan tak ada yang tahu, bahwa keputusan secepat itu akan mengubah arah hidup Selena dan Daren untuk selamanya.

1
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
Favmatcha_girl
Asik rumah kita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!