Istri Titipan

Ralat panggilan untuk akan di revisi kemudian. Terima kasih🙏💕.

🌹🌹🌹

Bang Harra mengurut pangkal hidungnya menunggu Mama Wening memeriksa keadaan Gita.

"Sudah, nggak apa-apa. Istri prajurit pasti kuat." Celetuk Oppung.

"Yang di latih itu prajuritnya, bukan istrinya. Kalau saja Oppung melarang, tiak mungkin seperti ini jadinya." Omel Bang Harra mengamuk, hatinya resah melihat Gita berkali-kali sadar dan pingsan karena ketakutan melihat ular phyton, kini Gita mendadak demam tinggi dan harus mendapatkan perawatan medis.

Untung saja ibunya seorang dokter, Gita pun langsung mendapatkan perawatan tanpa menunggu lama.

"Alhamdulillah. Mama dan anakmu baik-baik saja, semua sehat." Kata Mama Wening.

Bang Harra meninggalkan kamar lalu menuju teras, ia merokok dengan hati gusar. Matanya merah padam menahan perasaan. Papa Aga kemudian mengikuti putranya.

"Jangan di ambil hati semua sikap Oppung, kau tau sendiri bagaimana Oppung mu."

"Oppung menyindirku, aku tidak marah. Oppung memakiku, aku juga tidak pernah marah. Tapi urusan belut ini, taruhannya anak istriku, Yah. Bagaimana kalau tadi ular cobra mematuk Gita???" Jawab Bang Harra.

"Iya, Ayah ngerti. Ayah minta maaf, ya." Ayah Aga menepuk bahu Bang Harra.

Bang Harra menghisap rokoknya lalu menguarkannya asal. Jelas sekali rasa syok sekaligus takut itu masih melekat dalam hati Bang Harra.

Tak lama Oppung menghampiri Bang Harra di temani Mamak di sampingnya.

"Harra, Oppung mau minta maaf." Kata Mamak. "Ayo, Pung." Mamak setengah mendorong punggung suaminya mendekat pada Bang Harra.

"Besok kita cari kodok saja." Ujar Oppung.

Sontak saja Bang Harra semakin meradang di buatnya. "Nggak, nggak ada belut ataupun ikan. Saya hanya mau selamatnya Gita."

"Kalau begitu jaring ubur-ubur saja."

"Oppuuuung........." Mamak dan Ayah Aga sampai ikut emosi merasakan tingkah member tertua dalam keluarganya.

***

Dini hari, Gita terus mual dan muntah padahal niat Bang Harra membawa Gita kesana adalah untuk memperkenalkan keluarganya secara dekat. Kini Gita harus mendapatkan perawatan karena mengalami hyperemesis di awal kehamilan.

"Bagaimana ini, Ma??? Gita terus saja mual." Kata Bang Harra cemas.

"Obatnya sudah diterima tubuh. Nanti akan segera berkurang dengan sendirinya. Kamu yang tenang ya, yang sabar..!! Beginilah rasanya kalau mau jadi ayah."

"Adakah obat yang lebih baik?"

"Obat untuk istrimu sudah yang terbaik. Akan lebih cepat jika perasaan istrimu tenang, faktor banyak pikiran juga bisa membuat mualnya meningkat." Jawab Mama Wening.

Bang Harra masih mencoba untuk tenang meskipun rasa cemas itu tidak begitu saja bisa hilang dalam dirinya.

Usai menguras seluruh isi perutnya, Gita begitu lemas sampai ambruk menimpa Bang Harra.

"Duuhh Tuhanku, strees lah aku kalau begini caranya." Gumam Bang Harra kemudian membawa Gita kembali ke kamarnya.

"Abang, Gita pengen tidur di temani Oppung." Pinta Gita.

"Cckkk.. Apa pula kau ini."

...

Oppung begitu senang menemani cucu menantunya bahkan Oppung mendongeng hingga menjelang pagi dan baru saat itu Gita bisa tidur pulas.

"Akhirnya tidur juga. Oppung rasa, Oppung harus ikut kau pindah tugas ke bagian tenggara. Gita tidak bisa hidup tanpa Oppung." Kata Oppung dengan bangga.

"Oppung tetap disini, kalau Oppung ikut, saya bisa stroke." Tolak Bang Harra mentah-mentah.

"Oppung belum pernah pergi kesana."

"Disana itu daerah terpencil, tidak ada apa-apa, tidak ada kota besar." Jawab Bang Harra.

"Lantas kenapa kau mau bawa Gita kesana. Kau hanya akan membuatnya susah. Kasihan sekali anak orang kau buat." Omel Oppung.

"Batu cadas satu ini. Pokoknya Oppung disini, kasihan Mamak kalau di tinggal sendiri. Gita biar urusan saya." Ujar Bang Harra.

"Oppung juga masih kuat urus dua perempuan." Celetuk Oppung.

"Allah Ya Karim." Bang Harra menarik nafas lalu membuangnya pelan. Tidak ingin berdebat dengan Oppungnya tapi memang tetua tersebut selalu saja membuat Bang Harra sakit kepala. "Oppung tolong, tempat dinas saya bukan tempat rekreasi."

"Oppung tau, Oppung hanya cari spot mancing." Jawab Oppung.

"Ma.. Ada obat kutil nggak?? Saya pusing nih." Kata Bang Harra akhirnya mengundang gelak tawa Ayah Aga dan Mama Wening.

...

Mual Gita perlahan mulai mereda. Sejak tadi Bang Harra juga melihat istrinya terus bersenda gurau dengan Oppung.

"Ada apa, Har. Gita sudah nggak mual lagi tuh." Tegur Ayah Aga melihat putranya berwajah datar saat menatap Oppung. "Jangan bilang kau kesal dengan kedekatan Oppungmu dan Gita."

"Tak tau lah yah, Gita belum pernah tertawa seperti itu saat bersamaku. Tapi sama Oppung, Gita bisa tertawa bahagia." Jawab Bang Harra.

Ayah menyentuh pundak Bang Harra. "Kalau begitu, cobalah lebih mendekat dan belajar memahami wanitamu. Kamu itu suaminya, masa nggak paham juga. "Kuatkan ikatan batinmu seringlah mengajaknya menghabiskan malam berdua. Memang bukan yang utama, tapi hal ini paling masuk akal dalam membangun perasaan suami istri."

Bang Harra menatap ayahnya penuh arti.

'Saya bukan tidak paham akan hal itu, saya juga ingin, tapi untuk saat ini.. Saya tidak bisa melakukannya dan tidak akan mungkin kulakukan sampai nanti Tuhan mengijinkan saya mendekatinya di saat yang tepat.'

.

.

.

.