NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:562
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16: Menahan Diri

Tiga bulan. Dua bulan.

Xion tahu, kalau ia menyentuh Tiny malam ini—dan hubungan mereka tak bertahan—yang dirugikan bukan hanya nama, tapi hidup Tiny ke depan. Apalagi di mata masyarakat.

Ia tidak ingin jadi penyebab Tiny kehilangan kesempatan untuk mendapatkan cinta sejati, hanya karena ia tak bisa menahan diri satu malam.

Di atas tempat tidur, Tiny masih belum terpejam. Matanya menatap langit-langit. Lama. Lalu menoleh ke sisi kasur yang kosong. Dan akhirnya... ke bawah.

“Bang Xion,” panggilnya pelan.

“Hm?” sahut Xion dari balik selimut, tak menoleh.

“Kamu marah ya... sama aku?”

Deg.

Xion tersentak. Tubuhnya reflek kaku. Bukan karena marah—justru karena kalimat itu.

Nada Tiny terlalu jujur, terlalu... rapuh.

Ia pun duduk. Menatap ke arah ranjang, di mana Tiny juga sedang duduk dan melihat ke arahnya.

“Kenapa kamu pikir aku marah?” tanyanya datar, tapi hati-hati.

Tiny menggigit bibir bawahnya sebentar. Lalu menjawab lirih, “Soalnya... kamu kayak... menjauh.”

Mata Xion melembut. Ia menarik napas panjang.

“Tiny,” katanya pelan, “aku nggak marah. Nggak sedikit pun.”

Tiny menunduk. “Terus... kenapa kamu tidur di bawah?”

Xion diam. Detik jam terdengar jelas.

Lalu akhirnya ia menjawab dengan suara pelan namun mantap.

“Karena aku lagi belajar nahan diri. Bukan karena aku nggak mau dekat... tapi justru karena aku takut kalau aku terlalu dekat.”

Ia menunduk juga, menatap lantai. “Aku takut... aku bikin kamu rugi. Kalau ternyata nanti… kita nggak bisa terus.”

Tiny membeku.

“Kamu perempuan. Kamu yang akan dipandang aneh kalau semuanya udah kejadian dan ternyata... gagal.”

Tiny tak berkata apa-apa.

Matanya berkaca-kaca—bukan sedih. Tapi... merasa dihargai. Dihormati. Dilindungi. Dengan cara yang sangat laki-laki.

Dengan cara yang sangat... Xion.

Ia menggenggam ujung selimut. Lalu tersenyum kecil. “Kalau semua laki-laki kayak kamu, mungkin nggak ada perempuan yang takut nikah.”

Xion tak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil—senyum lelah, tapi lega. Seakan beban yang ia simpan di dadanya sejak tadi akhirnya berhasil ia keluarkan dengan cara paling jujur.

Tiny menatapnya.

Lama.

Tanpa kacamata, mata Xion terlihat lebih... manusiawi. Tidak sejauh biasanya. Tidak setajam biasanya.

Ini kali kedua ia melihat pria itu tanpa bingkai di wajah.

Tapi Tiny tak bilang apa-apa. Hanya diam. Mengamati, menyimpan.

Lalu, dengan gerakan pelan, ia menarik selimut. Menyandarkan kepala ke bantal. Matanya masih terbuka, tapi kelopaknya mulai berat.

°°°°

“Bang Xion…”

Suara cempreng itu menyelinap di antara keheningan malam. Pelan. Tapi cukup nyaring untuk menggugah siapa pun yang tidak benar-benar tertidur lelap.

“Bang~” ulangnya lagi, sedikit merengek.

Xion membuka mata perlahan. Kelopak matanya masih berat, tapi ia cukup sadar untuk mengenali suara itu.

“Hm?” gumamnya serak.

Tiny duduk di tepi ranjang, memegangi ponselnya yang hanya tinggal dua persen. Wajahnya agak panik, tapi juga... lucu. Rambutnya sudah berantakan total, dan cahaya remang-remang dari layar ponsel menyinari sebagian wajahnya yang mulai berkeringat.

“Kayaknya mati lampu…” ucap Tiny, lirih.

Xion akhirnya bangun total. Ia duduk sambil mengucek mata dengan satu tangan, lalu menggapai ponselnya yang tergeletak di lantai dekat kasur lipat. Saat ia tekan tombol power, layar menyala—tapi hanya sebentar.

Baterainya tinggal 5%.

Ia buru-buru menyalakan senter dari ponselnya, walau cahaya yang keluar tidak secerah biasanya.

“Baterai kamu ada nggak?” tanyanya pelan sambil menoleh ke arah ranjang.

Tiny mengangkat ponselnya, lalu menunjukkannya ke arah Xion. Layar HP-nya gelap, dan tombol power pun tidak merespons.

“Kalau nggak habis, aku udah nyalain sendiri tadi,” sahutnya kesal tapi lesu. “Tinggal dua persen. Terus mati.”

Xion menahan senyum walau suasana gelap. “Jadi dua-duanya sekarat ya.”

Tiny mengangguk pasrah, lalu memeluk lutut di tepi ranjang. “Kalau aku tahu tadi bakal mati lampu, aku pasti tidur lebih awal…”

Xion berdiri pelan, menyenteri sekeliling kamar. “Aku cari lilin bentar. Dulu pernah beli buat darurat gini. Harusnya masih ada di lemari bawah wastafel.”

Tiny refleks berdiri juga. “Aku ikut.”

“Udah, kamu tunggu di sini aja. Takutnya nanti kamu kejedot meja.”

“Tapi aku takut…”

Xion menoleh. “Takut mati lampu?”

Tiny mengangguk pelan. “Iya. Soalnya kalau gelap total, pikiranku suka liar. Jadi inget film-film serem…”

Xion tertawa pelan. “Oke, ayo ikut. Tapi pelan-pelan, ya.”

Ia mengulurkan tangan. Tiny sempat kaget, tapi akhirnya menyambut tangan itu. Hangat. Kuat.

Pegangan yang membuat langkahnya jadi lebih yakin di tengah gelapnya rumah.

Mereka pun berjalan berdua keluar kamar, hanya ditemani satu cahaya kecil dari ponsel Xion yang mulai meredup.

Langkah pelan. Nafas pelan. Dan dua tangan yang masih saling menggenggam dalam gelap.

Xion dan Tiny melangkah pelan di lorong sempit menuju dapur. Cahaya dari ponsel Xion kian meredup, membuat bayangan mereka menari di dinding. Tapi pegangan tangan itu tetap erat. Keduanya sama-sama diam, hanya langkah yang berbunyi pelan di lantai keramik.

Sampai akhirnya, Xion berjongkok di depan lemari bawah wastafel. Ia mengarahkan senter ke dalam, lalu mulai menggeser beberapa botol pembersih, lap kering, dan satu kotak perkakas.

Tiny jongkok di sampingnya, masih memegangi lengannya. “Udah kayak mau cari harta karun,” gumamnya.

“Ini harta karun. Kalau ketemu, kamu bakal sujud syukur,” jawab Xion santai, matanya fokus ke dalam lemari.

Rupanya benar—tak butuh waktu lama.

Xion menarik satu plastik berisi dua batang lilin putih pendek. Di baliknya, ada korek api tua yang masih berfungsi. Ia segera menyalakan satu batang lilin, lalu meniup korek pelan.

Cahaya kekuningan dari nyala api itu langsung mengisi ruangan kecil mereka dengan kehangatan yang sederhana.

Bukan terang. Tapi cukup untuk membuat hati lebih tenang.

Tiny tersenyum lega. “Pahlawan malam ini,” ujarnya pelan.

Xion menoleh sekilas, bibirnya tersungging. “Cuma bawa lilin, bukan selamatin dunia.”

“Tetep aja. Hero versi rumah tangga,” balas Tiny sambil mengikuti langkah Xion kembali ke kamar.

Lilin itu dibawa dengan hati-hati. Xion memegangi tatakan kecil dari gelas bening yang ia temukan di rak piring, agar lilinnya tidak tumpah. Setibanya di kamar, lilin diletakkan di atas meja kecil dekat tembok. Cahayanya memantul ke dinding, membuat suasana kamar tampak hangat dan… sedikit romantis. Walau keduanya tidak sedang membicarakan cinta.

Tiny menarik selimut, tapi tak langsung berbaring. Wajahnya agak murung. Dan Xion menangkap itu.

“Kamu masih takut?” tanyanya sambil membereskan kasur lipatnya lagi.

Tiny tidak langsung menjawab. Ia menatap ke arah lilin. Lalu berkata, “Waktu aku kecil, kalau mati lampu… aku pasti lari ke kamar Mama Papa.”

Xion menoleh. Diam, mendengarkan.

“Aku itu… anak manja, sebenernya,” tambah Tiny, ekspresinya pasrah. “Suka merengek. Takut gelap. Nggak bisa tidur kalau lampu mati. Apalagi kalau sendirian.”

Ia menghembuskan napas pelan. “Sekarang aku udah nggak bisa gitu lagi, ya?”

Xion berdiri pelan, lalu berjalan mendekat ke sisi tempat tidur.

“Kamu tetap boleh takut,” ucapnya, duduk di tepi ranjang. “Nggak harus berubah total dalam satu malam. Apalagi kalau dulu kamu selalu punya tempat buat lari.”

Tiny menatapnya, matanya berkaca-kaca tapi tidak menangis. Hanya tersentuh.

Lalu pelan-pelan, ia berbaring. Menarik selimut sampai leher.

Dan seperti refleks, tangan mungilnya menggapai ke sisi ranjang, Seperti anak kecil yang minta ditemani tidur.

Xion menatap tangan itu. Kemudian berdiri.

Xion akhirnya memutuskan untuk naik ke kasur. Tepat di sebelah Tiny.

Tapi begitu tubuhnya menyentuh matras, langkah pertamanya bukan langsung memejamkan mata—melainkan... komat-kamit.

Bibirnya bergerak pelan. Doa. Zikir. Apa pun yang bisa menenangkan pikiran dan meredam hasrat.

Karena hey—kamar ini gelap temaram, lilin hanya satu, dan satu-satunya sumber cahaya itu... malah membuat suasana makin menggoda.

Baru juga menarik selimut, ia menoleh ke kanan. Dan—

Tiny sudah tertidur. Matanya benar-benar terpejam, napasnya teratur, wajahnya tenang. Seolah dunia ini tak penting lagi. Padahal Xion bahkan belum benar-benar nyaman dengan posisinya sendiri.

“…Cepet amat tidurnya,” gumamnya lirih, setengah tak percaya.

Tapi belum sempat ia mengatur posisi…

Satu tangan mungil tiba-tiba bergerak—dan mendarat tepat di atas dadanya.

DEG. Xion menegang seketika.

Oke. Ini bukan niat. Tapi tubuhnya refleks ingin mundur. Sayangnya, batas ranjang sudah di ujung. Mau mundur ke mana lagi?

Belum sempat menarik napas lega…

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!