Dyah Galuh Pitaloka yang sering dipanggil Galuh, tanpa sengaja menemukan sebuah buku mantra kuno di perpustakaan sekolah. Dia dan kedua temannya yang bernama Rian dan Dewa mengamalkan bacaan mantra itu untuk memikat hati orang yang mereka sukai dan tolak bala untuk orang yang mereka benci.
Namun, kejadian tak terduga dilakukan oleh Galuh, dia malah membaca mantra cinta pemikat hati kepada Ageng Bagja Wisesa, tetangga sekaligus rivalnya sejak kecil. Siapa sangka malam harinya Bagja datang melamar dan diterima baik oleh keluarga Galuh.
Apakah mantra itu benaran manjur dan bertahan lama? Bagaimana kisah rumah tangga guru olahraga yang dikenal preman kampung bersama dokter yang kalem?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Galuh mengkerutkan kening ketika berhadapan dengan lima orang muridnya yang berpenampilan acak-acakan karena baru saja berkelahi. Suara gaduh kelas enam itu tadi sampai terdengar ke ruang sebalah, membuatnya harus buru-buru datang.
Selain jadi guru olahraga, Gakuh juga merangkap banyak jabatan lain. Seperti guru bimbingan konseling, ketua pembina pramuka, sampai pelatih pencak silat. Singkatnya, kalau ada masalah, hampir selalu ujung-ujungnya diserahkan ke Galuh.
“Kenapa kalian berkelahi?” tanya Gakuh dengan nada tegas, kedua tangannya bertolak pinggang.
Anak-anak itu saling lirik, seperti sedang berunding diam-diam siapa yang harus buka suara duluan. Akhirnya, Deden maju dengan wajah pasrah, lalu menjelaskan dengan suara bergetar tetapi panjang lebar, seperti sedang membaca naskah pidato lomba.
“E, itu, Bu… si Anton lempar ulat ke Asep. Terus si Asep dilempar lagi, tapi malah kena ke Aisyah. Aisyah takut ulat, Bu, nangis, terus dilempar tempat pensil. Eh, kena kepala Cecep. Cecep marah, balas lempar, tapi kena kening aku sampai berdarah. Jadi aku hajar si Cecep. Terus Cecep mau hajar Aisyah, tapi enggak tega. Jadi dia hajar saja si Asep. Asep enggak terima, hajar Anton. Terus si Anton bingung mau hajar siapa, malah ngajakin aku gelud. Nah, jadinya berantem rame-rame deh.”
Galuh mendengus panjang, tangannya otomatis menepuk jidat. “Ya Allah, kayak drama sinetron bersambung. Dari ulat jadi perang dunia,” gumamnya.
Anak-anak itu menunduk, beberapa berusaha menahan senyum karena gaya bicara Deden yang kocak. Dia memang dikenal suka bicara kayak emak-emak.
“Dengar, ya! Kalau bercanda jangan keterlaluan,” ujar Galuh sambil melotot ke arah mereka. “Sekarang sudah minta maaf belum sama Aisyah? Dia yang paling dirugikan sama ulah kalian.”
Keempat anak laki-laki itu menggeleng. Mereka pun menoleh ke Aisyah yang masih duduk di kursinya, matanya sembab, hidungnya merah. Dengan suara lirih, mereka bergantian minta maaf, bahkan ada yang sampai membungkuk dalam-dalam.
“Ya udah, biar ada efek jera, sekarang kalian bersihkan WC sama halaman sekolah! Jangan sampai ada sampah satu pun yang tersisa.”
“Baik, Bu!” jawab mereka kompak. Suaranya nyaring dengan wajah ditekuk, jelas menyesal. Mereka lalu pergi dengan langkah gontai sambil membawa sapu dan ember.
Galuh tersenyum tipis. Dia tahu anak-anak itu tidak benar-benar nakal, hanya sedang senang-senangnya jahil. Akan tetapi tetap saja, kalau dibiarkan bisa runyam.
Setelah urusan selesai, Galuh kembali ke ruang perpustakaan tempat dia biasa bekerja. Wanita itu membuka buku catatan, menulis beberapa materi olahraga yang harus diajarkan minggu depan. Dalam hati, ia sudah menghitung hari. Seminggu lagi ia akan cuti untuk menikah. Rasanya campur aduk, antara senang, tegang, dan bingung bagaimana nanti menghadapi semua tamu undangan.
Tiba-tiba suara riang terdengar. “Hei, calon pengantin! Kok belum sebar undangan?” seru Bu Hani, wali kelas satu, yang tiba-tiba nongol di pintu.
Galuh menoleh. Wanita paruh baya itu tersenyum lebar. Dulu Bu Hani juga guru Galuh dan Bagja saat kelas satu SD. Jadi sudah tahu persis bagaimana tingkah mereka sejak kecil.
“Mungkin lusa, Bu,” jawab Galuh sambil terkekeh. “Kalau dari sekarang dibagikan, takutnya malah lupa hari H.”
Bu Hani mengangguk-angguk, matanya berbinar. “Ibu enggak nyangka kalian akhirnya menikah juga. Dulu kan hobinya bertengkar terus. Sampai berkelahi pula!”
Galuh langsung ngakak, menepuk meja sambil mengingat masa lalu. “Ha-ha-ha… iya, Bu! Tapi kan aku selalu menang!”
Bu Hani ikut tertawa lepas. “Ya jelaslah, kamu anak kelas enam saja dilawan. Makanya banyak yang segan sama kamu.”
“Ibu masih ingat sama Tatang, anaknya Mang Undang?” tanya Galuh tiba-tiba, matanya menyipit penuh kenangan.
“Lho, jelas ingat atuh! Seumur hidup enggak bakal lupa. Orang kamu pernah lempar dia sampai nyangkut ke genting sekolah!” jawab Bu Hani sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Dahulu, di samping kelas satu ada jungkitan. Anak-anak akan giliran bermain dengan dibagi beberapa tim, biar adil dan bisa main semua. Namun, Tatang anaknya egois ingin main terus. Karena kesal Galuh melompat dan menginjak sisi lain jungkitan itu. Kejadian tidak terduga, Tatang terlempar ke atas genting. Kebetulan atap sekolah bangunan dahulu tidak begitu tinggi. Untuk menghindari hal serupa, maka kepala sekolah dahulu membongkar jungkitan itu.
Galuh ikut ngakak. Sejak dulu, dia memang tomboy habis. Rok sekolah jarang dia sentuh, kecuali pas upacara saja. Wanita itu lebih suka pakai celana, bahkan kalau disuruh pakai rok malah bisa ngamuk. Mama Euis sampai pusing tujuh keliling mencari cara biar anak gadisnya kelihatan sedikit kewanitaan.
Saking keras kepalanya, pernah suatu hari celana sekolahnya disembunyikan Mama Euis. Galuh malah nyolong celana punya Bagja yang sedang di jemur. Untung Bagja punya dua, jadi tetap bisa sekolah.
Bu Hani menepuk pundak Galuh sambil masih terbahak. “Jangan-jangan karena kamu pernah pakai celananya Bagja, makanya sekarang kalian berjodoh!”
Galuh langsung nyeringai. “He-he-he, masa gara-gara itu, Bu. Mana mungkin.”
Tidak mungkin Galuh bilang alasan sebenarnya. Yaitu gara-gara mantra pemikat hati yang salah sasaran. Itu rahasia yang cuma dia dan beberapa teman dekat yang tahu. Jadi, dia hanya tersenyum sambil menyimpan rahasia itu dalam hati.
“Mana mungkin aku bilang gara-gara mantra pemikat hati. Makanya Bagja melamar aku dan minta dinikahkan sama Bapak,” batin Galuh sambil menahan tawa kecil.
❤❤❤❤😍😙😗
teeharu...
❤❤❤😍😙😙😭😭😘
semoga yg baca semakin banyak....