NovelToon NovelToon
Jati Pengantin Keramat

Jati Pengantin Keramat

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Tumbal
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Gendhis Banuwati, wanita berusia 20 tahun itu tidak percaya dengan penyakit yang dialami sang Ayah saat ini. Joko Rekso, dinyatakan mengalami gangguan mental, usai menebang 2 pohon jati di ujung desanya.

Hal di luar nalar pun terjadi. Begitu jati itu di tebang, darah segar mengalir dari batangnya.

"KEMBALIKAN TUBUH KAMI KE TEMPAT SEMULA!"

Dalam mimpi itu, Pak Joko diminta untuk mengembalikan kayu yang sudah ia tebang ke tempat semula. Pihak keluarga sempat tak percaya. Mereka hanya menganggap itu layaknya bunga tidur saja.

Akan tetapi, 1 minggu semenjak kejadian itu ... Joko benar-benar mendapat balak atas ulahnya. Ia tetiba menjadi ling lung, bahkan sampai lupa dengan jati dirinya sendiri.

2 teman Pak Joko yang tak lain, Mukti dan Arman ... Mereka juga sama menjadi gila.

Semenjak itu, Gendhis berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan tempat yang di juluki dengan TANAH KERAMAT itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jati Keramat 16

Pagi hari itu seperti biasa, sebelum berangkat kerja Gendhis mampir terlebih dulu ke rumah sang Lurah untuk mengambil kunci toko. Waktu masih pagi, mungkin sekitar pukul setengah 7.

Baru sampai didepan pagar rumah, dan berniat ingin menyandarkan sepedanya terlebih dulu, kini Gendhis malah dikejutkan dengan sang pujaan hati yang sudah duduk di bangku teras menatapnya begitu dalam.

Nanadaka menurunkan kakinya, lalu segera bangkit menghampiri Gendhis. Wajahnya tampak muram, bahkan tatapanya lebih dingin dari biasa.

'Ya Allah ... Apa Mas Nanda tahu tentang kejadian itu? Mas, maafkan aku! Aku terpaksa melakukan ini, karena aku hanya ingin Bapak sembuh.' batin Gendhis memalingkan wajah.

"Benar yang diucapkan para warga? Dan benar, kau sudah melakukan hal sehina itu dengan Wira?" Tekan Nanda menatap penuh kebencian.

Gendhis tertunduk. Ia menggelengkan kepala lemah, hingga membuat kedua matanya berkedut. "Kau boleh membenciku setelah ini, Mas? Aku sudah di lamar Mas Wira,' Gendhis menunjukan cincin yang tersemat dijari manisnya.

Nanda semakin frustasi. Ia memejamkan mata dalam-dalam, meraup kasar penuh kepedihan. Sorot mata yang selalu tenang, kini memerah dan tak mampu menahan air matanya.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ndis? Apa salahku? Kau tidak ingat janji kita dulu? Tapi ... Tapi kenapa kamu tega menerima pinangan pria lain?!" Tekan Nanda yang masih menahan suaranya, agar tak terdengar dari dalam rumah.

"Maafkan aku, Mas! Aku-" Belum sampai Gendhis menuntaskan kalimatnya, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam.

"Nak Gendhis, sudah datang? Ayo, ini kuncinya." Bu Asih tersenyum hangat mengajak gadis muda itu untuk masuk.

Gendhis menatap Nandaka sekilas, "I-iya, Bu!" lalu bergegas masuk kedalam.

"Nanti sore kalau mau taruh kuncinya, taruh saja ke tempat biasanya. Ibu sama Bapak mau keluar nanti sore." Ujar Bu Asih.

Gendhis mengangguk lemah. Reflek saja netranya memandang kearah korden ditengah-tengah ruangan itu. Korden itu bewarna putih berhan satin. Jadi, jika ada seseorang yang lewat, pasti akan terlihat dari luar.

Entah perasaan Gendhis atau tidak, ditengah-tengah korden itu terdapat sosok bayangan pengantin perempuan yang sedang berdiri dibalik korden itu. Semakin dalam Gendhis menatap, maka semakin jelas pula tusuk konde disisi atas rambut.

Baunya harum semerbak, hingga menembus indra penciuman Gendhis. Padahal sebelum itu tidak ada bau apa-apa yang tercium.

Tubuh Gendhis meremang, hingga bulu kudunya berdiri seketika.

Jantung Gendhis kembali kembang kempis, saat korden tadi seakan ada yang tengah membuka. Hingga tiba-tiba tampaklah sosok wajah pengantin tadi menyembul keluar, memperlihatkan wajahnya yang hancur.

Awww...!!!!

Gendhis menjerit kuat, sambil menutup wajahnya.

Bu Asih yang tadi menutup lemari besar diujung ruang, kini bergegas mendekat. "Ada apa, Ndis?"

Nanda juga masuk kedalam dengan mata terbuka, "Ada apa?"

Gendhis masih enggan menjawab. Ia saat ini bagai orang yang tengah lari maraton. Nafasnya terengah-engah, hingga buliran keringat berhasil keluar dari tubuhnya. "Bu Asih, kalau begitu saya pamit dulu."

Nanda hanya dapat menatap nanar punggung lemah itu.

'Aku yakin, ada yang tidak beres dengan keluarga Pak Lurah. Tapi apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana Bapak bisa dijadikan tumbal? Apa salah Bapak pada keluarga Lurah?' Batin Gendhis kalan mengayuh sepedanya. Ia yakin, pasti Nanda tahu tentang itu semua. Tapi mengapa kekasihnya itu seolah tak tahu apa-apa.

***

Sore ini, Wira sudah rapi dengan penampilannya. Sebagai calon suami untuk Gendhis, ia berencana ingin menjemput calon istrinya di toko tempat Gendhis bekerja.

"Mau kemana kamu, Wira?" Bu Minah baru saja keluar dari kamar, ketika melihat putranya baru saja turun dari tangga.

"Aku ingin menjemput calon istriku." Jawab Wira dingin.

Wajah Bu Minah tampak kurang setuju. Namun ia tidak ingin memperlihatkan sikapnya itu. "Wira, kamu itu bukan sopir! Dia baru calon istrimu, belun resmi hubungan kalian."

"Ibu tidak perlu mengatur hidupku! Urus saja putra Ibu sendiri." Berwajahkan datar, Wira langsung melenggang keluar begitu saja.

Dan memang, sejak dulu pun ia jarang sekali bertegur sapa dengan Ibunya. Wira dengan sikap acuh tak acuhnya, selalu menyendiri, tidak pernah berbaur dalam keluarga baru ayahnya itu. Bu Minah datang, ketika Wira menginjak usia 15 tahun.

Suara motor Wira sudah terdengar melenggang keluar dari halaman luas rumah Juragan. Pria itu sudah berjanji pada dirinya sendiri, entah siapapun wanita yang nantinya akan menjadi calon istrinya, maka ia akan memperlakukan wanita itu sebagaimana Ibunya dulu menyayanginya.

Disaat pria dewasa itu melewati belokan, tiba-tiba ia menarik rem motornya sekuat mungkin.

Ckittt ....!!!

Wira tersentak, dan langsung melepas helm yang saat ini ia kenakan. "Mau apa kamu menghadang jalanku?"

Pria muda itu juga melepas helmnya. Ia adalah Nandaka. "Ingat, Wira. Aku tidak akan membiarkan Gendhis menjadi istrimu! Gendhis harus menikah dengaku!" Jawab Nanda dengan sorot mata tajamnya.

Wira hanya mampu mendengus tipis. Baginya, pria dihadapanya saat ini adalah bocah ingusan yang masih bersembunyi dibalik ketiak Ibunya. Dan memang, usia Wira 10 tahun lebih tua dari usia Nanda. "Lakukan saja jika memang kau bisa! Dan memang jika itu terjadi ... Jangan salahkan aku jika hidupmu akan hancur setelah itu."

Nanda tersenyum remeh, "Kau pikir aku akan takut dengan ancamanmu itu? Sama sekali tidak!" cibirnya. Nanda melepas helmnya kembali menatap Wira dengan penuh kebencian. "Jika pernikahan Gendhis sampai terjadi, dan itu tidak denganku ... Mala jangan salahkan aku jika nekad kepadanya! Jika aku tidak dapat memiliki Gendhis ... Maka tidak ada satu orang pun yang dapat memilikinya!" tekan Nanda.

"Bocah ingusan sepertimu tidak akan tahu betapa rumitnya kehidupan! Jadi jangan harap, Gandhis dapat bahagia jika menikah denganmu! Lebih baik lap dulu ingusmu, sebelum kamu mengenal arti kehidupan!" Selesai berkata, Wira langsung saja mengenakan kembali helmnya, menendang ban motor Nanda dengan ban miliknya, lalu melanjutkan jalanya dengan tenang.

Nanda terdiam sejenak. Kemarahannya masih tertahan belum sepenuhnya keluar. Meski terpaut umur yang jauh, namun Nanda berusaha mencari kelemahan sosok pria dewasa tadi.

'Aku harus segera mengembalikan rasa cinta Gendhis kepasaku. Cinta Gendhis hanya untuku bukan untuk Perjaka tua.'

Sementara dilain tempat. Gendhis kini membeku disaat melihat calon suaminya sudah menunggu ditepi jalan, tepatnya dibawah pohon, berdiam diatas motor tanpa menatap kearahnya.

'Ya Allah ... Yakin pria itu yang nantinya akan jadi suamiku. Lihat saja deh, senyum saja tidak. Dia sebenernya datang kesini mau jemput aku ... Atau cuma mau bengong kaya gitu?' Batin Gendhis sambil melihat kearah pohon rindang itu.

Dan terpaksa, setelah dua teman Gendhis pulang, ia berjalan malas menghampiri calon suaminya itu.

Ehem!!!!

Wajah Wira hanya datar. Pria itu reflek menoleh, "Susah selesai?"

"Mas Wira ngapain kesini?" Bisik Gendhis.

"Mau jemput calon istriku!" Jawabnya datar.

Gendhis hanya mampu mendesah lirih.

1
Lucas
seru banget lo ceritanya
Septi.sari: Kak terimaaksih🙏❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!