NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:580
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15 | AKU TAHU SESUATU

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

...

Lelah dan letih menguar dari tubuhku, beriringan dengan kucuran air hangat yang membilas diri. Rasanya beban-beban hari ini ikut terhapus bersama tiap tetes yang mengalir dari mata pancuran di kamar mandiku.

Selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian, aku keluar kamar untuk mencari makan – membuka tudung saji adalah hal utama yang harus dilakukan. Pastikan ada lauk yang bisa disantap sebelum menakar nasi di piring, jangan sampai makan dengan rasa hampa.

Benar, tadinya memang berniat langsung tidur setelah membilas badan, tapi ternyata perutku keroncongan.

Aku sempat terbayang jagung rebus di rumah neneknya Zofan, dan sekarang malah ingin itu. Sedikit menyesal tak sempat cicip, tapi tak apa lah, setidaknya aku merasa jauh lebih aman daripada saat masih berada di sana.

Selama menikmati makanan, aku juga mendengar adik perempuanku berceloteh tentang kegiatannya di sekolah, atau kadang dia keluar dari topik pembicaraan dengan mengomentari acara yang sedang dia tonton di televisi ruang keluarga kami saat ini.

Ruang makan dan ruang keluarga di rumahku memang masih satu lingkup, hanya diberi partisi penyekat sebagai pemisahnya.

“Kak, aku tidur duluan, ya? Dadah!” Adikku melambaikan tangannya setelah berpamitan.

Dia mematikan televisi dan tanpa aba-aba berlari menabrak tembok.

“Astaga!” sentakku kaget, tapi kemudian aku menepuk keningku.

Padahal aku sudah hidup tiga belas tahun dengan adikku, tapi masih saja belum terbiasa dengan satu fakta tentang adikku ini. Dia bukan menabrak tembok, tapi menembus tembok.

Itu lah kekuatannya, dan karena kekuatan tembus-menembus yang dia miliki, adikku jadi malas membuka dan menutup pintu.

Pintu kamarnya pun jadi tak terlalu berfungsi selain untuk keluargaku memanggil atau membangunkannya jika dia tak menyahut, atau untuk temannya agar bisa mengakses kamarnya ketika bermain ke rumah atau menginap di rumah.

Ada, sih, saat-saat tertentu pintu itu berguna untuk adikku, sehingga dia harus tetap menjaga kunci pintunya baik-baik, agar kejadian lama tak terulang kembali. Mungkin akan kuceritakan soal itu di lain waktu.

Selesai mengenyangkan perut, aku bergegas mencuci piring bekas makanku dan lekas kembali ke kamarku.

Sambil menunggu makanan di perutku turun dengan baik, aku menyusun buku pelajaran sesuai jadwal besok. Aku juga memeriksa catatanku dan memastikan tak ada tugas yang perlu kukerjakan untuk besok.

Tanganku bergerak membolak-balikkan catatan dan buku cetak secara bergantian, tapi pikiranku menjelajah pada kejadian-kejadian hari ini.

Merasa tak nyaman dengan gangguan yang ada di kepalaku, kutelantarkan buku-buku itu ke atas meja belajar dan memutar kursi belajarku menghadap kasur. Kunyamankan posisi dudukku dengan kedua kaki yang bertumpu santai di atas kasur, lalu pandanganku terpaku pada langit-langit kamar.

Kunci …* pembuka petaka?*

Hm, setelah mengingat lagi apa yang nenek katakan padaku, tubuhku merasa biasa saja. Kuletakkan telapak tanganku di dada, tapi jantungku juga tak bereaksi berlebihan seperti saat aku di rumah nenek Zofan. Aku juga tidak ketakutan, kok? Lalu, kenapa?

“… nenek melakukannya lagi.”

Apa, ya, maksud Zofan bilang begitu di perjalanan pulang tadi? Apa nenek melakukan sesuatu padaku?

“… dan dia bilang aku kunci penuntun. Kunci penuntun petaka.”

Aku menggigit bibir, lamunanku mulai menerawang.

Kupejamkan mata dan kugali lagi ingatanku selama di rumah tua itu; suara halus nenek yang membuat merinding, peringatan tak beralasan nenek, perasaan tak karuan yang kualami, tatapan mencurigakan nenek yang tertuju ke arah belakangku, lalu tiga titik bagian rumah yang ganjil tidak sesuai standarnya saat kutelusuri dengan penglihatanku. Aku rasa, aku tahu sesuatu.

Aku mendesis bingung, mengusak rambutku hingga gerakan jemariku terjeda di pucuk kepala. Masih membiarkan tanganku di kepala, mataku kembali terbuka memperhatikan lampu kamar tanpa ada maksud.

“Apa kuberitahu Zofan? Tapi, bagaimana kalau ucapan nenek benar?”

Desahan berat lolos dari bibirku, memikirkan ucapanku sendiri. Kubenamkan kepalaku yang menunduk di antara kedua lengan, dengan jemari yang saling bertaut memerangkap kepala.

“Bagaimana kalau … benar-benar berbahaya, dan aku ikut terseret? Zofan pasti akan membuntutiku dan memohon-mohon lagi supaya aku membantunya kalau sampai dia tahu di mana gulungan kertas itu tersembunyi, apalagi kalau dia tahu ada tiga.”

“Tapi …”

Tanpa melanjutkan monologku, kakiku bergeser membawa kursi belajar mendekati tas sekolahku, mengambil ponsel yang belum kukeluarkan dari dalam tas sejak sampai ke rumah nenek Zofan tadi.

Setelah benda itu berada dalam genggamanku, aku membuka kuncinya dengan pola yang kuatur dan menekan salah satu ikon bewarna hijau, membuka aplikasi pesan.

“Zofan … Zofan … Zofan,” gumamku sambil berusaha mencari nama Zofan dari daftar anggota di grup angkatan, sudah seperti memanggil jin jelek tak laku dalam botol bekas.

Begitu menemukannya, aku segera menyimpan nomor Zofan dan menekan tombol berkirim pesan. Kalau kalian bertanya-tanya bagaimana dengan nomor Sora, tentu aku sudah dari lama menyimpannya di daftar kontakku, hehe.

Di kolom teksnya aku mengetik asal, yang kemudian kuhapus, dan kuketik lagi beberapa kata, lalu kuhapus lagi. Aku harus bilang apa? Aku mau bilang apa? Apa aku sudah yakin untuk beritahu? Tapi aku sudah bilang akan bantu. Apa kubatalkan saja dan cari aman?

“Argh, pusing!” erangku frustrasi.

Setelah membulatkan tekad, akhirnya kuputuskan mengirim Zofan pesan dan melempar ponselku ke atas kasur. Kurasa, pertama-tama, aku perlu tahu dulu apa yang terjadi padaku tadi.

“Zofan, ini aku. Nata. Tadi, di mobil, kau bilang nenek melakukan sesuatu. Melakukan apa? Dan apa itu ada hubungannya denganku?” begitu isi pesan yang kukirimkan.

Perlu sejam untuk bisa kudengar dering notifikasi pertanda pesan masuk, dan isinya menyulut emosi.

Zfn Angktn : “Nata siapa? Natarin atau Kinata?”

“Bodoh! Zofan bodoh! Ah!” pekikku tertahan – tak mau bersuara keras, takut membangunkan keluargaku. Ingin sekali kugigit ponselku ini, apa otak bocah itu tak bekerja saat malam hari?

Zofan bodoh! Memangnya Nata mana yang tadi dia bawa pergi ke rumah neneknya itu? Dia ini sengaja membuatku emosi, atau memang menghindari pertanyaanku?!

Dengan kekesalan yang menggebu-gebu, kedua ibu jariku bergerak ekspres membalas pesan terakhir untuknya: “BODOH! Jangan harap aku membantumu! Cari saja orang lain!”

Setelah ini, tak akan kubalas lagi pesannya sampai besok!

Ting!

Oh, giliran terancam tak kubantu, baru kau balas cepat, ya?

Biar saja, aku sudah tak peduli! Kau urus saja masalahmu sendiri, mulut remix!

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!