Dilahirkan dari pasangan suami istri yang tak pernah menghendakinya, Rafael tumbuh bukan dalam pangkuan kasih orang tuanya, melainkan dalam asuhan Sang Nini yang menjadi satu-satunya pelita hidupnya.
Sementara itu, saudara kembarnya, Rafa, dibesarkan dalam limpahan cinta Bram dan Dina, ayah dan ibu yang menganggapnya sebagai satu-satunya putra sejati.
"Anak kita hanya satu. Walau mereka kembar, darah daging kita hanyalah Rafa," ucap Bram, nada suaranya dingin bagai angin gunung yang membekukan jiwa.
Tujuh belas tahun berlalu, Rafael tetap bernaung di bawah kasih sang nenek. Namun vidhi tak selalu menyulam benang luka di jalannya.
Sejak kanak, Rafael telah terbiasa mangalah dalam setiap perkara, Hingga suatu hari, kabar bak petir datang sang kakak, Rafa, akan menikahi wanita yang ia puja sepenuh hati namun kecelakaan besar terjadi yang mengharuskan Rafael mengantikan posisi sang kakak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jatuh cinta pada kakak ipar
Pukul 06.00, Rumah Viola dan Rafa
Rafa selalu bangun lebih awal dari Viola. Pagi itu, tepat pukul enam, ia sudah menyiapkan segalanya. Aroma masakan yang ia buat memenuhi seluruh rumah—pancaran hangat yang bercampur dengan aroma tanah basah dari taman belakang yang baru saja ia siram. Di ruang cuci, pakaian sudah beres, rumah pun tampak lebih rapi dari biasanya.
Viola, yang masih terlelap di kamarnya, tiba-tiba terbangun. Hidungnya menangkap harum masakan yang seolah langsung menyentuh perutnya yang kosong. Dengan langkah pelan, ia keluar kamar, rambut panjangnya masih tergerai kusut, wajahnya polos tanpa riasan. Namun justru itulah yang membuatnya terlihat menawan.
Ia menemukan Rafa tengah duduk di meja makan, sarapan dengan roti dan segelas susu yang tertata rapi.
“...Kau menyiapkan semua ini?” tanya Viola, sambil menarik kursi dan duduk tepat di samping Rafa.
Namun Rafa tidak langsung menoleh. Matanya terpaku pada laptop di depannya, jemari sibuk menyusun berkas-berkas penting. Berkas perpindahan. Ia sedang menyiapkan dokumen untuk bekerja di cabang perusahaan yang bekerja sama dengan bandara internasional.
Viola, yang sedari tadi hanya diperlakukan seperti angin lalu, memberanikan diri mengintip layar laptop itu. Alisnya berkerut.
“Kau mengurus surat pindah? Lalu bagaimana denganku?” suaranya bergetar, antara cemburu dan takut ditinggalkan.
Mencintai, Viola belajar, tidaklah sesederhana membaca atau menulis. Mencintai Rafa ibarat menulis di kertas yang sudah dipenuhi huruf-huruf lama; jauh lebih sulit daripada menulis di kertas baru. Ia masih berusaha membuang bayangan masa lalunya—seseorang yang dulu ia cintai—dan mencoba membuka hati untuk Rafa.
Rafa akhirnya mengalihkan pandangannya. Ia menatap Viola. Pagi itu Viola tampak begitu cantik, rambut tergerai lembut, piyama sederhana melekat pada tubuh mungilnya.
“Kau tidak perlu ikut denganku,” ucapnya lembut. “Aku tidak mau kau kelelahan.”
Ting...
Sebuah notifikasi pesan muncul di layar ponsel Viola. Wallpaper London yang terpampang di layar itu menarik perhatian Rafa. Namun berbeda dari dulu, kali ini ia tidak tersenyum. Wajahnya datar, seolah gambar itu sudah kehilangan makna.
“Kau tidak lupa dengan janji kita, kan?” suara Viola lirih, penuh penekanan.
Rafa sempat terdiam, seolah mencari memori yang tertinggal. “Tentu saja... tidak. Mana mungkin aku melupakannya?”
“Lalu kenapa kau pindah sendiri? Aku juga ingin ikut.” Viola mencoba mencari perhatiannya, bahkan dengan cara yang lebih berani. Ia beranjak dari kursinya, lalu duduk di pangkuan Rafa. Aurel-lah yang mengajarkan trik ini padanya.
Deg...
“Jantungmu...?” bisik Viola sambil meletakkan telapak tangannya di dada Rafa.
“Hehm...” Rafa berdeham gugup. Ia buru-buru memalingkan wajah, karena jika menatap Viola lebih lama, hidung mereka akan saling bersentuhan. Jarak mereka terlalu dekat.
Kami pernah ' bersama malam itu... aku pernah merasakan detak jantung Rafa. Tapi kali ini detaknya berbeda. Dadanya pun terasa asing, bahkan pahanya... ' batin Viola sambil dengan beraninya meraba tubuh Rafa.
Rafa, yang mencoba menahan dirinya, akhirnya menggenggam pinggang ramping Viola. Tatapannya melembut, penuh kasih. “Kau ingin kita olahraga pagi-pagi begini?” godanya.
Viola tersentak, buru-buru menegakkan tubuh. “Hehm... tidak. Aku hanya merasa ada yang berbeda denganmu. Apa akhir-akhir ini kau rutin ke gym?”
“Tidak juga. Hanya saja...” Rafa terdiam sejenak, ragu untuk melanjutkan. “Aku ingin kau tahu, pagi ini aku ada penerbangan ke London. Bukan sebagai penumpang, tapi sebagai pilot. Semua berkas sudah kuurus dan...”
“Dan?” Viola menatapnya lekat-lekat, masih duduk di pangkuannya.
“Dan... Ayah juga menyetujuinya. Jadi, hari ini aku tidak akan pulang.”
Viola terdiam. Lalu tanpa pikir panjang, ia memeluk erat tubuh Rafa. Pelukan itu bukan lagi teori atau arahan dari Aurel. Itu lahir dari hati, murni karena kenyamanan. “Kau janji akan kembali, kan? Lagipula... kenapa tiba-tiba ingin jadi pilot?”
Rafa membalas pelukannya, menutup mata sejenak. Bukankah ini suami yang kau idamkan, Viola? Atau hatimu sudah berubah sejak bertemu dengan Rafael? batinnya getir.
“Jawab aku,” desak Viola, menatap matanya.
“Ya.....Aku akan kembali.”
Mereka bersiap. Viola menatap kagum pada seragam yang melekat di tubuh suaminya. Tangannya tak henti mengusap lengan Rafa. “Kau terlihat jauh lebih cocok dengan seragam ini daripada jas,” ucapnya dengan mata berbinar.
Rafa tersenyum tipis. “Kalau begitu... apakah kau akan jatuh cinta padaku?”
“Aku akan belajar. Aku akan jadi wanita yang kau inginkan. Karena hanya bersamamu aku tahu rasanya dibela, dilindungi, dan punya rumah untuk kembali.”
Rafa termenung, benak nya berkata ' selama ini aku sudah menjadi suami yang kau inginkan, tetapi apakah kau menyadari nya? '
Rafa mengecup keningnya. “Aku berangkat.”
Viola terdiam menatap punggungnya yang menjauh. Suami impian? Apakah aku benar-benar mendapatkannya sekarang? Takdir... seindah apa kau di balik sana, hingga kau menjauhkan aku dari keluargaku, lalu menyerahkan Rafa untukku...
...🌻🌻🌻...
Bandara London
Farel berdiri di antara kerumunan, matanya tak henti menatap layar ponsel. Ia menunggu seseorang.
“Rafael!” serunya, melambaikan tangan pada sosok yang baru saja turun dari pesawat.
Rafael berlari ke arahnya. “Bagaimana perkembangan kasusnya? Apa polisi sudah menemukan jasad kakakku?”
“Belum ada kabar. Tapi kau harus ikut denganku. Ada mayat yang baru ditemukan. Hampir dua minggu ini pencarian berlangsung... Tapi, apakah penyamaran mu lancar?”
Penyamaran?
Ya. Rafael kini menggantikan Rafa. Pesawat yang dinaiki Rafa benar-benar jatuh. Sejak itu, Rafael mengambil alih hidup kakaknya. Dengan bantuan Farel, ia mengubah dirinya menjadi bayangan kembar identik yang tak bisa dibedakan siapa pun, bahkan oleh Viola sendiri.
Dalam enam hari, Rafael belajar untuk tidak menghisap rokok, tidak meminum minuman keras, tidak bergaul dengan wanita semua demi meniru Rafa. Ia menanggung beban itu bukan untuk dirinya, melainkan demi nama baik kakaknya. Pernikahan Rafa dan Viola tak boleh ternoda. Para investor, klien, dan keluarga besar menaruh harapan besar pada sosok bernama Rafa.
" Lancar, hanya saja "
Rafael terlihat ragu untuk mengatakan nya, karena ia merasa, viola, viola adalah satu-satunya orang yang peka terhadap perbedaan ini, hanya satu hari, ia sudah bisa melihat bahwa Rafa yang berdiri di hadapan nya, bukan Rafa yang biasanya ia lihat,
" Hanya saja? " farel menunggu kelanjutan ucapan Rafael,
Namun Rafael tidak memberikan jawaban nya, karena perasaan janggal itu cukup ia yang rasakan, tidak ingin membuat farel larut dalam masalah nya lagi, bisa saja ini hanya perasaan yang terindah seperti angin yang menghembus bulu kuduk,
Dan kini, Rafael hidup sebagai bayangan. Sebagai sosok yang bukan dirinya, dan ini adalah hal yang sangat sulit untuk nya,
Jangan lupa beri bintang lima dan komen ya teman-teman
Bersambung...........
Hai teman-teman, yuk bantu like, komen dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman terimakasih.......
btw aku mampir Thor /Smile/