NovelToon NovelToon
Gadis Dari Utara

Gadis Dari Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Pengawal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: moonlightna

SEASON 1!

Di balik luasnya wilayah utara, setelah kematian Duke Xander. Desa Valters hampir punah dan hancur.

Desa Valters desa yang tidak mengetahui titisan Xander...

Daren... seorang gadis berambut perak, di buang dan dibesarkan sebagai prajurit di barak utara yang ilegal. Tanpa identitas ia tidak tahu siapa dirinya, hanya tahu bahwa hidupnya adalah tentang bertahan.

Namun, saat pasukan Kekaisaran menyerbu barak utara. Ada nama yang dibisikkan. Xander Estelle. Ada mata-mata yang mulai memperhatikannya. Dan di ujung dunia, dari reruntuhan wilayah Utara yang dibekukan oleh sejarah, sesuatu yang mengerikan mulai bergerak.

Hidupnya mulai bergerak menuju takdir yang tak pernah ia minta. Tapi mungkinkah hidupnya juga akan berubah… menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan?

Di tengah perubahan hidup dan pengakuan darahnya, adakah sosok yang membuatnya semakin kuat? seseorang yang menantangnya untuk berdiri, meski dunia ingin menjatuhkannya?

Happy reading 🌷🌷

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonlightna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEBAKAN MISTERIUS

"Kita berhenti di sini, istirahat sebentar," ujar Gerald sambil menarik tali kendali kudanya. Suara langkah hewan itu pelan merambat di atas tanah hutan yang lembap. Tanpa banyak bicara, ia melompat turun, lalu menoleh pada Daren. "Turunlah."

Ia mengulurkan tangan, membantu Daren turun dari pelana. Daren sempat ragu, namun akhirnya menyambut genggaman itu. Hangat dan singkat.

Tak jauh di belakang, dua sosok lain turun dengan gaya yang bertolak belakang. Jaden dengan rambut hitamnya terikat rapi, wajah tenang bak perisai logam, menurunkan diri perlahan dan segera memeriksa sekeliling. Sedangkan Benson... tinggi, ceroboh, dan terlalu banyak bicara mendarat agak keras, hampir terjatuh sendiri.

"Hidup ini keras," desah Benson sambil menepuk-nepuk pinggangnya. "Kenapa hutan ini seperti bekas ladang kutukan? Bisa tidak misi kita sekali saja lewat padang bunga?"

"Kalau ada padang bunga, pasti kau akan menginjak semuanya," gumam Jaden tanpa menoleh.

Mereka memilih tempat untuk beristirahat di bawah rindangnya pohon besar yang melingkar seperti gerbang. Matahari masih ada, tapi cahayanya tak mampu menembus kabut lebat yang menggantung rendah di antara dahan. Siang terasa seperti senja kelabu.

"Kalau di hutan ini semua diam seperti ini terus, aku bakal jadi gila," ucap Benson lagi, duduk menyilangkan kaki di atas akar pohon. "Daren, kau mau buah kering? Atau mau dengar cerita tentang pangeran yang dikutuk jadi kodok?"

"Tidak," Kata Daren datar, tapi senyum kecil terselip di ujung bibirnya.

Benson menyipitkan mata jahil. "Jangan ragu," Katanya riang. Mengambilkan beberapa buah kering untuk Daren.

Jaden mulai membagikan makanan dari tas kulitnya. Roti, keju asin, dan air minum. Gerald duduk sambil menajamkan pisau kecil di pangkuannya, tatapannya tajam memantau sekitar. Tapi atmosfer di antara mereka hangat, seperti perapian kecil di tengah malam.

"Jaden, kau ingat saat kita tersesat di Lembah Merah karena Benson membaca peta terbalik?" tanya Gerald, datar tapi penuh sindiran.

"Itu bukan salahku! Petanya dilipat aneh!" bela Benson cepat. "Lagi pula, kita berhasil keluar kan? Setelah bertemu ular setinggi pinggang dan dikejar babi hutan."

"Yang hampir menikammu," Timpal Jaden.

Tawa kecil pecah di antara mereka. Sebentar saja, karena saat itu juga, angin berdesir membawa bayangan.

Sesuatu melesat di atas kepala mereka. Bulu-bulu putih bersih berkilau dalam cahaya samar, membentuk sosok anggun yang membelah langit.

A-apa... itu burungnya?

Daren berdiri melihat sayap burung yang sangat indah melesat. "Itu...."

"Burung kerajaan!" seru Jaden.

Mereka serempak berdiri. Tanpa aba-aba, mereka menunggang kembali kuda masing-masing. Hutan dilalui dengan gesit, semak belukar diterobos, tanah liat dilompati. Burung itu melayang anggun di kejauhan, seperti menuntun mereka pada rahasia yang terlupakan.

Namun mendadak...

brakk!

Suara ranting besar patah.

Lima sosok pria dewasa muncul dari balik pepohonan. Wajah mereka tertutup tudung, namun tangan mereka memegang pedang panjang berkarat. Mata mereka tajam, penuh niat jahat.

"Pergilah," ujar salah satu dengan suara berat. "Tempat ini bukan milik kalian."

Gerald maju. "Kami tak berniat menyerang. Kami hanya..."

"Kau sudah melangkah terlalu dalam," sahut pria kedua, lalu menyerang tanpa aba-aba.

Benturan pertama ditangkis Jaden dengan bilah pendeknya. Pertarungan langsung meletus. Benson mengayunkan tongkat tombaknya dengan ceroboh tapi mematikan, menjatuhkan satu penyerang ke tanah. Daren melompat ke sisi kanan, menyelinap dan menebas kaki lawan dengan ayunan tajam, tanpa suara.

Mereka mengira hanya ada lima pria bertudung.

Namun dari balik semak, satu sosok keenam muncul diam-diam dan bergerak cepat menuju Gerald dari belakang, mengangkat pedangnya tinggi.

 “Pangeran, awas!” teriak Daren lantang.

Tubuh kecilnya melesat tanpa ragu, menahan ayunan pedang pria bertudung itu dengan bilah pendek di tangannya. Denting logam menggema keras, tangan Daren gemetar, tapi tidak mundur. Matanya tajam melihat sosok pria bertudung itu.

Gerald langsung menoleh, matanya membelalak.

“Daren!”

Dengan satu langkah cepat, Gerald menepis serangan pria itu dengan pedangnya sendiri. Benturan keras membuat si pria mundur beberapa langkah, nyaris terjatuh.

“Jangan sentuh dia,” desis Gerald dengan dingin.

Daren berdiri di belakangnya, nafasnya tersengal, tapi tatapannya tetap tajam.

Gerald menahan dua serangan sekaligus, gerakannya bertenaga dan terlatih. Hujan daun jatuh karena benturan-benturan tajam yang berlangsung cepat dan mematikan.

Tak lama kemudian, para pria itu jatuh tersungkur. Nafas mereka berat dan luka ringan menghiasi tubuh masing-masing anggota rombongan. Benson mengusap darah yang menetes dari pipinya.

"Bukan liburan yang menyenangkan, ya," gumamnya.

Jaden berdiri, menatap dalam ke arah hutan. "Ini jebakan. Mereka tahu kita ke sini."

Gerald mengangguk. "Kita harus segera pergi. Burung itu sudah jauh."

Mereka kembali menunggangi kuda. Jalanan menjadi lebih sulit, berbatu, licin, penuh semak dan cabang menjuntai. Nafas mereka berat, kaki kuda nyaris terpeleset di tanah berlumpur. Namun satu hal pasti: burung kerajaan telah menghilang dari pandangan.

"Apakah itu... sengaja?" tanya Daren pelan. "Burung itu seperti menuntun kita."

Gerald menatap lurus ke depan. "Mungkin. Atau mungkin kita bukan yang mengejar."

Diam menggantung. Di sekeliling, hutan tampak kembali tenang. Namun mata-mata tak kasat tengah mengamati, dan perjalanan mereka belum separuh dari bahaya yang akan datang.

Hoof!

hoof!

hoof!

Derap kuda bergemuruh mengguncang tanah. Sekitar sepuluh pria bersenjata muncul dari arah belakang, melesat dari balik pepohonan seperti bayangan hitam. Gerald menoleh cepat, rahangnya mengeras.

“Jangan lawan! Hanya buang-buang waktu!” serunya.

“Hiak!!”

Mereka memacu kuda sekuat tenaga. Tanah berlumpur dan akar pohon tak menghalangi kecepatan mereka. Angin menerpa wajah, dedaunan melesat seperti anak panah.

Daren menggenggam erat pinggang Gerald dari belakang, tubuh kecilnya terpental-pental mengikuti hentakan kuda.

“Pegangan yang kuat!” teriak Gerald.

“S-saya mencoba!” Daren berseru, suaranya tertelan angin. Tubuhnya nyaris terlempar ke samping.

Merasakan itu, Gerald berseru, “Pindah ke depan! Sekarang!”

Tangan Gerald meraih ke belakang, menggenggam lengan Daren erat.

"Cepat, naik ke depan. Pegang badanku," katanya pelan namun mendesak.

Daren ragu sejenak. Namun, Dengan satu gerakan lincah...dibantu tangan Gerald, ia menggeser tubuhnya lewat samping, melangkahi pelana, lalu duduk di depan.

Tubuh mungilnya kini duduk tepat di depan Gerald, menggenggam tali kendali dengan kedua tangan gemetar.

“Pegang erat. Jangan lepas,” ujar Gerald, suaranya rendah namun mantap. Tangannya melingkupi Daren, mengarahkan tali kendali bersama.

Di belakang mereka, suara teriakan dan derap kuda makin mendekat.

"Gerald, lewat sini!" seru Jaden, menunjuk celah di antara pepohonan lebat.

Tanpa ragu, mereka membelokkan kuda ke arah hutan yang lebih gelap, rimbun dan nyaris tanpa cahaya. Di belakang, suara derap kaki kuda masih memburu, semakin dekat. Daren memegang tali kendali kuda erat, napasnya terengah.

Di belakang, derap sepuluh kuda mengejar, seperti gelombang kematian yang tak terbendung.

Namun, tanpa mereka sadari. Dari kejauhan, di atas dahan tinggi… sepasang mata mengamati mereka. Mata tajam mengintai dalam diam... tak ikut mengejar, hanya menatap… dan menghafal ke arah mana mereka pergi.

1
Hatus
Kasihan banget Daren, masih bayi tapi cobaan hidupnya berat banget😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!