NovelToon NovelToon
BATAL SEBELUM SAH

BATAL SEBELUM SAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:27.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

"Menikahi Istri Cacat"
Di hari pernikahannya yang mewah dan nyaris sempurna, Kian Ardhana—pria tampan, kaya raya, dan dijuluki bujangan paling diidamkan—baru saja mengucapkan ijab kabul. Tangannya masih menjabat tangan penghulu, seluruh ruangan menahan napas menunggu kata sakral:

“Sah.”

Namun sebelum suara itu terdengar…

“Tidak sah! Dia sudah menjadi suamiku!”

Teriakan dari seorang wanita bercadar yang jalannya pincang mengguncang segalanya.

Suasana khidmat berubah jadi kekacauan.

Siapa dia?

Istri sah yang selama ini disembunyikan?

Mantan kekasih yang belum move on?

Atau sekadar wanita misterius yang ingin menghancurkan segalanya?

Satu kalimat dari bibir wanita bercadar itu membuka pintu ke masa lalu kelam yang selama ini Kian pendam rapat-rapat.

Akankah pesta pernikahan itu berubah jadi ajang pengakuan dosa… atau awal dari kehancuran hidup Kian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Pertanggungjawaban

Kian terkejut, spontan membanting setir ke kanan. Ponsel terlempar dari tangan. Jantung Kian nyaris copot dari dada.

Seekor kambing meloncat dari semak-semak.

Menyeberang jalan seenaknya, seperti raja kecil tak tahu takut.

Mobil oleng.

Kian berhasil menghindari kambing… tapi terlambat menyadari ada seseorang di jalan.

Brak!

Sosok tubuh itu terpental ke pinggir jalan, jatuh menghantam tanah kering.

Kian mengerem mendadak. Suara gesekan ban menggema di antara gemuruh jantungnya.

Ia membeku sesaat.

Dengan tangan gemetar, ia membuka pintu dan turun. Keringat dingin membasahi pelipisnya.

Tak jauh di depan, seorang gadis tergeletak di tanah berumput. Pakaian serba hitam. Wajahnya tak terlihat jelas karena tertutup cadar. Dan darah mengalir di kakinya.

"ASTAGA!" Kian langsung berlari.

"Nona! Dengar aku? Kamu dengar aku?!"

Gadis itu menggeliat pelan, menahan sakit. Napasnya terdengar berat.

Kian bersimpuh di sampingnya, panik.

"Aku... aku nggak sengaja. Aku sumpah nggak lihat kamu! Aku... kambing itu..."

Gadis itu mencoba bicara, tapi hanya mengerang lirih.

Tubuhnya tergeletak lemah. Napasnya tersengal, namun matanya masih terbuka samar.

Kian berjongkok di sisinya, panik.

“Aku akan membawamu ke rumah sakit, sekarang juga—”

Namun ketika tangannya hendak menyentuh tubuh gadis itu, suara lirih menahannya.

“Jangan…” ucapnya lemah, tapi tegas.

“Kita bukan muhrim…”

Kian terhenti. Matanya menatap penuh kebingungan.

“Kamu terluka! Kaki kamu mungkin patah! Aku—aku cuma ingin menolong!”

Gadis itu mencoba menggeser tubuhnya menjauh, menahan nyeri, menegakkan prinsip meski tubuhnya nyaris tak sanggup bergerak.

“Tolong… jangan sentuh aku…” bisiknya lagi.

Dan sesaat setelah itu—

Gadis itu jatuh pingsan.

Kian membeku. Lalu, tanpa pikir panjang, ia memeluk tubuh itu, mengangkatnya dalam gendongan.

“Maaf…” bisiknya pelan, “tapi kamu harus diselamatkan.”

Mobilnya melesat menuju rumah sakit terdekat. Di dalam hatinya, ia tak tahu apa yang tengah ia rasakan. Panik, bersalah, tapi juga... entah kenapa, ia ingin memastikan gadis itu selamat.

Dan hari itulah—

Hari ketika hidup Kian Ardhana berubah arah.

Hari ketika ambisinya bertabrakan dengan takdir.

Ketika cintanya pada Friska mulai goyah...

...karena seorang gadis asing yang seharusnya tak pernah masuk dalam rencananya.

Seorang gadis bercadar...

Yang wajahnya tak pernah ia lihat.

Sejak hari itu, di jalan sunyi pedesaan Kalimantan,

bayangan gadis bercadar itu... tak pernah benar-benar pergi dari hidupnya.

***

Di Rumah Sakit

Kian mondar-mandir di lorong rumah sakit. Tangannya masih bergetar, pikirannya kalut. Nama gadis itu baru saja ia dengar dari suster: Kanya Zahira.

Belum sempat ia menenangkan diri, suara langkah tergesa terdengar dari ujung lorong.

Seorang pria paruh baya berjalan cepat mendekat. Tubuhnya tinggi namun mulai tampak menyusut—pundaknya agak membungkuk, wajahnya tirus dan pucat. Sorot matanya tajam, tapi kelelahan jelas tergambar di sana.

Meski langkahnya tergesa, napasnya sedikit memburu, seolah tubuhnya memikul beban yang lebih berat dari sekadar kekhawatiran. Ia langsung menghampiri suster di meja jaga, suaranya parau tapi mendesak.

“Putri saya. Di mana Kanya Zahira?” tanyanya dengan nada terburu dan berat.

Kian menoleh—dan terbelalak.

Ia mengenal pria itu.

Pak Hasan.

Pemilik tanah terakhir yang menolak menjual lahannya untuk pembangunan resort milik perusahaan Kian. Tanah yang terletak tepat di jantung proyek—tanah yang membuat desain besar mereka terancam gagal total.

Suster menunjuk ke arahnya, sambil menjelaskan singkat siapa yang membawa Kanya ke rumah sakit.

Pak Hasan pun menoleh mengikuti arah tunjuk itu.

Saat matanya menangkap wajah pria di ujung lorong, sorot syok dan curiga langsung mengeras dalam tatapannya.

“Kian Ardhana?” Suaranya menggema pelan, namun tajam.

“Kau yang membuat anakku seperti ini?”

Kian mengumpat dalam hati. Rasanya seperti ditampar kenyataan.

Suasana lorong rumah sakit mendadak membeku.

Kian menunduk sedikit, mencoba menjaga ketenangannya, lalu menjawab pelan, “Saya tidak sengaja… saya bahkan tak tahu kalau dia—putri Anda.”

Pak Hasan melangkah maju. Tatapannya menusuk, penuh kecurigaan dan amarah yang ditahan.

“Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Setelah semua tekananmu agar kami menjual tanah? Lalu sekarang, putriku hampir mati... ditabrak olehmu?”

Kian menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering.

“Saya... tidak punya maksud jahat, Pak. Saya hanya ingin menolong.”

Namun dari sorot mata Pak Hasan, Kian tahu—kepercayaan bukan sesuatu yang mudah diminta, apalagi dari pria seperti dia. Keras kepala, penuh prinsip, dan jelas tidak akan membiarkan ini berlalu tanpa perhitungan.

"Shiit! Kali ini aku benar-benar mampus!" Firasat buruk merambat di dada Kian, seperti kabut tebal yang enggan hilang.

*

Beberapa jam berlalu sejak Kanya masuk UGD. Lorong rumah sakit mulai lengang. Tak ada suara selain detak jarum jam di dinding—terdengar seperti dentuman palu yang menggedor ketegangan.

Kian duduk di bangku tunggu, punggung membungkuk, wajah ditutupi kedua tangan. Entah sudah berapa kali ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak yang terus menggerogoti pikirannya.

Sementara itu, Pak Hasan berdiri di sudut ruangan, diam dan kaku. Punggungnya bersandar pada dinding, bukan hanya karena lelah menunggu—tapi karena tubuhnya memang mulai sulit menopang beban hidup yang terlalu berat. Wajahnya masih tampak tegas, tapi lebih tirus dari seharusnya. Sorot matanya menyimpan badai yang belum meledak—perpaduan antara cemas, marah, dan rasa tak berdaya yang terpendam dalam diam.

Hingga akhirnya—

Pintu ruang UGD terbuka.

Seorang dokter keluar. Wajahnya lelah, dan ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat waktu seakan berhenti.

“Dok… bagaimana kondisi anak saya?” tanya Pak Hasan cepat, nadanya genting.

Dokter menghela napas panjang, seperti berusaha meredam berita buruk yang akan disampaikan.

“Kanya mengalami patah tulang cukup parah. Beberapa jaringan di kakinya rusak permanen. Kami telah memasang pen untuk penahan dan stabilisasi. Tapi…”

Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan, pelan tapi tegas:

“…meskipun ia selamat, kami tidak bisa menjanjikan dia akan berjalan normal lagi. Bahkan dengan fisioterapi intensif sekalipun… kemungkinan besar, ia akan mengalami kelumpuhan sebagian. Permanen.”

“Cacat…?” suara Pak Hasan tercekat, nyaris tak terdengar.

Dokter mengangguk perlahan.

“Ya. Putri Anda kemungkinan akan pincang seumur hidup.”

Dunia runtuh.

Pak Hasan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Matanya memerah, tapi tak setetes pun air mata jatuh. Yang ada hanya luka—diam, dalam, terlalu perih untuk ditangisi.

Lalu, ia menoleh.

Menatap Kian dengan sorot mata membara.

“Kamu,” ucapnya pelan—tapi tajam, seperti sembilu yang menusuk tanpa darah.

“Ini semua… karenamu.”

Dokter memilih angkat kaki, meninggalkan ketegangan yang menggantung di udara. Ia tahu kapan harus mundur dari urusan yang tak berkaitan dengan medis.

Kian menatap balik, tubuhnya menegang. “Saya… saya benar-benar minta maaf. Ini tidak sengaja. Saya bahkan yang membawanya ke rumah sakit. Saya akan menanggung seluruh biaya perawatannya, Pak.”

Namun kata-katanya hanya menambah bara di mata Pak Hasan.

“Kau pikir cukup dengan itu?” suaranya naik, dingin tapi bergetar. “Minta maaf, bayar rumah sakit, lalu pergi? Lalu hidupmu kembali nyaman seperti biasa?”

Kian membuka mulut, mencoba menjelaskan.

“Pak, saya tak sengaja. Saya bahkan menolongnya…”

“Tanggung jawabmu…” Pak Hasan memotong, nadanya semakin dingin, “…tak cukup hanya dengan kata maaf dan uang. Putriku… mungkin akan kesulitan menikah. Dia akan dicemooh. Lalu siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan melindunginya?!”

Seketika, ruangan itu tenggelam dalam keheningan.

Kian tak bisa menjawab. Ia tak punya jawaban—karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya…

…ia kehilangan arah.

Dan di tengah badai emosi itu—

Sebuah ide gila melintas di kepala Kian.

"Kalau begitu..." ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.

“Biarkan saya bertanggung jawab... sebagai suaminya.”

Pak Hasan menatapnya tajam.

“Apa maksudmu?”

“Saya akan menikahinya, Pak.”

Nada suara Kian terdengar bulat, meski dadanya bergetar hebat.

“Kalau itu bisa menebus semua kesalahan saya, saya bersedia menjadi suaminya.”

Dan begitu kalimat itu keluar, sebuah desir aneh bergetar di dada Kian.

Bukan karena cinta.

Bukan karena belas kasihan.

Tapi karena satu hal tersembunyi: tanah.

Tanah milik Pak Hasan—yang selama ini tak tersentuh, kini tiba-tiba terasa mungkin digenggam. Melalui jalan yang tak pernah ia bayangkan: pernikahan.

Namun Kian tahu satu hal—

Sekali kalimat itu terucap, ia tak bisa menariknya kembali.

Dan dari balik tirai UGD, Kanya tak sadar…

…bahwa hidupnya akan berubah.

Dalam sebuah pernikahan yang lahir dari luka.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
hati Lo aja masih gamang berharap hak n kewajiban adeh pak ustad ketawa euyy ....pak ustad yeh pak ustad kian butuh ceramah nih
asih
lahhh kamu aja belum bisa menata hati mu kenapa buru buru minta jatah,Hak kewajiban kanya sebagai istri

kanya aja sdh menyanggupi akan memberikan Hak nya kalau kamu sanggup mencintai nya Dan hidup selamanya bersamanya ..kamu aja yg plin plan mas kian

seharusnya kamu juga mikir setiap pernikahan Siri pihak yg paling di rugikan itu wanita, kalau bisa buat kanya menjadi istri sah secara agama Dan negara dulu.baru minta hakmu kian
Anitha Ramto
oo iyaaa,siapakah dua pasang mata yang memperhatikan Kian dan Friska..
Papa Keynan dan Mama Aisyahkah..kalo iya bagus dong biar Kian di kasih wewejang lagi dari Papa Keynan yang telah melanggar untuk menemui Friska bahkan memeluknya....
Anitha Ramto
Kasihan juga Friska...,yang hancur karena gagal menikah dengan Kian

jika kamu ingin mendapatkan hakmu terimalah dulu Kanya dengan baik dan tulus saling nenerima walapun belum sepenuhnya,,minimal kamu bersikap baiklah pada Kanya jangan terlalu datar dan coba untuk mencintai Kanya...
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
sabar Kanya... hurmm.. wajah mu itu tidak harus kau sembunyikan di balik cadar mu..buka lah cadar mu... berikan saja apa yg suami kamu inginkan.. tawakkal kepada Allah SWT..soal tidak tidak mau menyentuhmu itu hak dia..asal kamu sudah izin menjalani kewajipan mu sebagai isteri
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
lebih baik terpegang anjing dari memegang seorang wanita yang haram di sentuh walaupun menyentuh wanita mahram tidak perlu di sertu..kian Kian 😬 kawal nafsu mu
Sri Hendrayani
kasian kanya
Felycia R. Fernandez
kamu aja blom jadi suami yang baik apa yang mau diharapkan...
kamu juga blum mengenal Kanya,
sebagai suami apa yang kamu ketahui tentang Kanya???
coba kamu mulai terima Kanya,jadikan dia prioritas mu, cintai dia setulus hati mu.
jangan hanya Friska doank yang kamu simpan dihati mu.
lagian kamu belum mengenal Kanya
Puji Hastuti
Sabar kian, waktunya setaun, ini belum seberapa
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
waaah ternyata Friska pelakor nya disini...
merasa dikhianati padahal kamu dan Kian pasangan pengkhianat sebenarnya
untung Kanya wanita bijak dan taat agama,klo gak mungkin Friska udah viral karena mengambil suami orang...
Siti Jumiati
lalu apa yang bias aku harapkan dari pernikahan ini,sabar kian coba kamu terima tawaran Kanya bahwa kamu mau membuka hati dan belajar mencintai Kanya.
septiana
lanjut kak semangat 💪🥰
Fadillah Ahmad
Huh,kalau Sama Pak Buntala,kau mungkin Sudah Tiada Kian. 😁😁😁 dan Kau tak akan bisa hidup nyaman,karena Pak Buntala akan Menfhantuimu sampai ke alam mimpi 😁😁😁
Fadillah Ahmad
"Angkat Kaki?" Apa Maksudnya itu Kak Nana? Apa Kakinya di angkat sebelah untuk berjalan? Padahal dia punya dua kaki?
Fadillah Ahmad: Terima Kasih Kak, ata jawabannya 🙏🙏🙏 Aku Baru Tahu loh Bahwa IGD Dan UGD 8tu Berbeda... Selama ini Aku mengira IGD Dan UGD itu sama Kak Nana... Terima Kasih Banyak loh Kak Nana,ini Menambah Wawasan aku kak... Sekali lagi Terima Kasih Banyak Ya Kak 🙏🙏🙏
🌠Naπa Kiarra🍁: Wah, pertanyaannya luar biasa out of the box! 🤣🔥

Langsung aja kita bahas satu-satu, Kak!

🏥 UGD vs IGD

UGD (Unit Gawat Darurat)

Biasanya ada di rumah sakit kecil atau puskesmas. Dokternya biasanya dokter umum, dan fasilitasnya standar. Fungsinya lebih fokus pada penanganan darurat awal, sebelum pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika diperlukan.

IGD (Instalasi Gawat Darurat)

Ini versi “sultan”-nya UGD 😎 Biasanya di rumah sakit besar, dengan fasilitas lengkap dan dokter spesialis standby. Siap tangani kondisi berat kayak serangan jantung, stroke, atau kecelakaan serius.

Jadi bisa dibilang:

UGD = standar emergency

IGD = VIP emergency lounge
total 2 replies
Fadillah Ahmad
F8sioterapi Itu Apa Kak Nana?
Fadillah Ahmad
Apa Bedanya UGD Dan IGD Kak Nana?
anonim
Kian jangan kasar kau sama istri - setidaknya pakai bahasa yang baik. Jiiiaaaahhh Kian - istri mana yang senang suaminya berbagi dengan wanita lain. Kian menantang Kanya nih...minta haknya sebagai suami - sekarang. Disambutlah permintaan Kian - kesanggupan Kanya untuk memberikan kewajibannya sebagai istri - sekarang - dengan dua syarat. SKAKMATT !
Bagaimana Kian ????
Oooo....ternyata noda lipstik dan aroma parfum Friska yang mabuk di tolong Kian.
Kelakuan sang mantan yang hatinya sedang retak - di bawa mabuk rupanya.
Fadillah Ahmad
Ternyata Wajah Wan8ta di balik Cadar itu Sangat Cantik ya kan? Seperti Wajah Wanita,vietnam,korea atau Tiongkok kan,cantik Banget nggk tuh ternyata. gimana dong Kian?

Lanjutkan kak Nana... 🙏🙏🙏 Aku Hadir lagi kak,setelah Menunggu Cukup lama,agar Novel ini Menandatangani Kontrak Eksklusid. Dan Akhirnya Sekarang Aku Bisa Baca 😁😁😁
abimasta
benarkan kian ketemu friska?meski hanya membantunya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!