NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Duda / CEO / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Dua hari sudah berlalu...

Pagi itu sekitar jam tujuh, Bella datang seorang diri ke makam. Ia berjongkok di depan pusara Arhan.

"Apa kabarmu disana? HM?" Tanya Bella bergetar, sepasang mata tampak berkaca-kaca. Satu Tangannya mencabut rerumputan, membersihkan nisan, lalu menuangkan air perlahan. Setelah itu, ia menaburkan bunga dengan tenang.

Bella melantunkan doa dengan suara lirih. Disepanjang bacaan air mata berhamburan, jatuh membasahi lembaran Al-Qur'an kecil ditangannya. Nada suaranya  bergetar, menyatu dengan detak hati yang sesak. Nafasnya tercekat, seolah meresapi setiap bacaan dengan rindu yang tertahan.

Usai berdoa, Bella menutup Al-Qur'an. Kepalanya tertunduk dalam-dalam. Matanya dipejamkan, membiarkan air mata mengalir deras jatuh mengenai tanah lembab itu.

"A-aku rindu..... Aku mencintaimu, meski kamu nggak pernah tahu. Meski kamu nggak pernah balas perasaanku. Bahkan saat kamu masih hidup." Bisiknya serak, penuh kesedihan serta luka yang tersimpan dalam-dalam.

"Semenjak kepergian kamu..... Hidupku Rasanya hampa, hampa banget. aku nggak punya semangat hidup lagi..... Aku hilang arah, hilang tujuan, hilang harapan. Kehilangan kamu sangat.... Sangat menyakitkan."

Ia menunduk. Bahunya gemetar hebat. ia menggenggam tanah lembab dengan satu tangannya, seperti memohon kepada tuhan untuk mengembalikan seseorang yang telah diambil. sementara satu tangannya, mengusap air mata yang tak henti-hentinya mengalir deras. Namun, percuma. Setiap ia mengusap, air mata justru semakin deras.

"Aku mencintaimu lebih dari kata-kata yang bisa diucapkan, tapi aku hanya bisa memendamnya dalam sunyi. Cintaku tak pernah kamu balas, dan kini kamu pergi... meninggalkanku sendiri dalam kegelapan."

Bella menghela napas panjang, lalu dengan penuh kelembutan ia menyingkap cadarnya, mencium nisan itu, lama. seolah menyalurkan seluruh perasaaannya yang belum sempat ia ungkap.

"Aku berharap kamu tahu... betapa dalam aku merindukanmu, betapa besar aku ingin kamu kembali, walau hanya untuk satu kali saja. Jika bisa memilih, aku lebih rela melihat kamu hidup, meskipun cintamu habis untuknya (Sabrina). Aku gak masalah melihat kamu yang bersanding dengan Sabrina didepan mata aku. Kalau sebagai manusia biasa. Jujur, aku sakit hati dan cemburu. Tapi itu jauh lebih baik, yang penting aku masih bisa menatapmu..... Dibandingkan kehilangan kamu selamanya. Rasanya kosong, hancur banget sejak nggak ada kamu.... Setiap detik tanpa kehadiran kamu rasanya, bagai siksaan pedih yang nggak ada ujungnya. Aku gak bisa rindu, gak bisa melihatmu lagi. Itu sangat menyakitkan."

Bella menggengam erat batu nisan itu, seolah ingin melekat pada sisa-sisa kenangan yang masih membekas diingatannya. "Selamat jalan, orang baik yang pernah aku cintai. Terima kasih sudah membuatku mengenal banyak arti. Kehadiranmu memang singkat, tapi banyak membawa hal positif yang mengubah diriku jadi lebih baik dalam segala hal. Meski aku tidak sebaik itu. aku hanyalah seorang pendosa, yang masih terus belajar, yang masih sering jatuh dan gagal. Tapi entah bagaimana, lewat caramu… aku ingin jadi versi terbaik dari diriku. " Bella menunduk dalam-dalam.

"Semoga kamu ditempatkan di surga yang paling indah oleh Allah.... Karena kamu pantas mendapatkannya, lebih dari siapapun yang aku kenal. Bukannya aku merendahkan. Jujur saja, kamu lebih baik daripada pemuka agama yang pernah aku temui. Mungkin kamu masih belajar, tapi bukan sekedar belajar saja. Kamu langsung mengerjakan dan memberikan contohnya lewat tindakan. Gak semua orang bisa melakukan itu, hanya ada beberapa. Dan kamu salah satunya." Ucap Bella dari lubuk hati paling tulus.

Dari kejauhan, dibalik pepohonan, seorang pria memperhatikan. Tudung menutupi kepalanya, sementara masker menutupi wajahnya, menyisakan sepasang netra yang tak lepas mengamati Bella. Ia tak bergerak, hanya diam dengan sorot mata sulit ditebak.

"Aku pulang dulu, ya...." Ucap Bella lirih, perlahan bangkit. ia berbalik badan. Kepalanya menunduk, menatap batu setapak dibawah kakinya. Ia memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu membukanya kembali bersamaan dengan nafas terhembus. Kepalanya terangkat, kakinya hendak mengayunkan langkah. Namun, niatnya pergi langsung terhenti kala mendengar derap langkah cepat dari belakang.

Bella menoleh, waspada. Matanya menangkap, mengikuti seseorang pria tinggi tertutup berjalan cepat, melewatinya tanpa menyapa dan menoleh sedikitpun, seolah tak menggangap kehadirannya disini.

"Berhenti!" Seru Bella dengan suara tegas.

Seketika pria itu berhenti, memunggunginya. Ia terdiam, tak menoleh.

"Kenapa kamu pergi begitu saja? Setidaknya bilang permisi atau lihatlah aku yang berdiri disini. Jangan sombong, jangan mengabaikan seseorang." Oceh Bella lembut namun tegas.

"Tidak penting!" Jawab pria itu dengan nada dingin, suaranya samar.

Namun cukup jelas ditelinga Bella. Ia mengepalkan tangannya, berjalan mendekati pria itu dan berdiri dengan kepala mendongakkan kepalanya tinggi-tinggi, menatapnya tajam pria itu yang memandang lurus kedepan, seolah menghindari tatapannya.

"Apa saya.... sebegitu nggak berarti, sampai-sampai kamu memandang ke arah lain? Sehina ini saya Dimata kamu? Seburuk itu kah penampilan saya Dimata kamu?" Tanya Bella merasa tersinggung dengan sikapnya.

"Saya tidak pernah menghina penampilan anda." Pria itu menundukkan kepalanya, namun tak menatap bella sedikitpun.

Bella mematung. Suara ini..... terasa familiar. Suara arhan.... Netranya berwarna biru? Siapa dia?

"Saya tidak memandang anda bukan berarti saya menyinggung perasaan anda. Saya hanya menjaga pandangan dari lawan jenis, itu perintah tuhan saya."

Jawaban dan suara itu membuat Bella terkesima. Hatinya bergemuruh, bukan karena marah. Melainkan karena suara itu yang terdengar begitu familiar, membuncahkan rasa rindu secara diam-diam.

"Jawaban Kamu luar biasa... Suara kamu mirip sekali sama seseorang yang aku kenal. Kamu, arhan?" Tanya Bella lirih, tak mengalihkan pandangannya.

"Saya bukan dia."

Bella menggeleng, suaranya tercekat. "Bohong! Kamu pasti arhan kan? Saya kenal suara dia. Mata kamu dan dia juga sama, berwarna biru." Ucapnya memprotes, tak mungkin ia salah dengar dan salah meneliti pria itu, meski wajahnya tertutup, netra biru itu terlalu familiar, indentik dengan arhan.

"Terserah anda. Saya bukan arhan. Saya beda orang." Balas pria itu dingin.

Bella kecewa berat. Padahal ia sudah excited mengira pria itu adalah arhan.

"Dari mana kamu tau tentang larangan menatap lawan jenis?" Tanya Bella mengalihkan topik.

"Kamu tinggi banget ya. Kayak orang yang pernah saya temui. Namanya Tama!" Tambah Bella excited, menceritakan. Tanpa menunggu pria itu menjawab pertanyaannya.

"Oh!" Pria itu beroh ria saja.

Bella mendesah pelan. "Cuek sekali kamu ini."

Pria itu tak merespon.

"Boleh kita mengobrol sebentar?" Harapnya dengan semangat menggebu-gebu .

"Ya!" Jawab pria itu singkat padat dan jelas, mengizinkan.

Bella hanya bisa geleng-geleng kepala, antara gemas dan lucu saja dengan pria cuek ini. "Duduklah disini, jangan berdiri!" Titah Bella setelah duduk dikursi, menyuruhnya duduk.

Pria itu berjalan. Ia mengambil kursi dan memindahkannya agak jauh, jaga jarak dengan Bella. Barulah ia duduk dengan pandangan lurus kedepan, tak melirik wanita disampingnya.

"Apa yang ingin anda tanyakan?" Ucap pria itu memecah keheningan.

"Jangan terlalu formal. Panggil saja Bella, atau kamu." Balas Bella, mencoba tersenyum. Panggilan anda membuatnya tak nyaman.

"Panggilan 'Anda' jauh lebih baik dibandingkan 'kamu'. Penyebutan kata 'kamu' terlalu special untuk seorang wanita" jawabnya dingin.

Hati Bella bergetar hebat. Ia terpana mendengar jawaban berkelas pria itu. "Jawaban Kamu bener-bener membuat saya kagum, mas."

"HM!"

Bella menghela nafas, mencari bahan obrolan lagi. "Mas sangat cuek, dingin. Tapi gak masalah. Mas bebas memanggil saya apa saja. Senyaman mas saja!"

"Saya tidak mau membuat seseorang wanita merasa nyaman dengan saya."

"Bukan gitu konsepnya." Bella menepuk jidat, "Tapi Kenapa mas nggak mau buat wanita nyaman dengan mas?" dan mengajukan pertanyaan dengan wajah heran.

"Karena dari Rasa nyaman itu, sebuah perasaan bisa datang. Dan, Saya nggak mau dinyamanin sama perempuan. Kalau disuruh pilih mending dibenci atau dinyamanin sama wanita? mendingan saya dibenci sekalian sama wanita. Bagi saya, nggak ada gunanya di nyamanin wanita. Wanita itu makhluk yang mengutamakan perasaan dibanding logika. rata-rata dari mereka gampang terbawa perasaan, dan pemicu utamanya, selalu dari rasa nyaman itu tersendiri. Jika kenyamanan itu cuma basa-basi tanpa kejujuran, itu justru membangun harapan palsu yang bisa melukai lebih dalam."

Bella bertepuk tangan, takjub dengan kata-kata berkelasnya. "Kamu keren mas! Keren banget! Dapet darimana kata-kata itu?"

"Otodidak!"

"Ada-ada saja kamu ini mas. Mana mungkin otodidak!" Kata Bella terkekeh kecil. Pria itu cukup menghibur, meski dingin dan tak sedang melawak.

Pria itu hanya terdiam,.

"Berarti, mas nggak mau membuat wanita berharap dengan, mas?" Tanya Bella berusaha mencari topik, karena pria itu sangatlah kaku dan cuek.

"Iya!"

"Kok iya doang sih, mas? Nggak ada jawaban lain? Atau alasan apa gitu?" Gemas Bella tak puas dengan jawaban yang diberikan.

"Saya bingung!"

Bella mengganguk paham. "Sudah makan?"

"Sudah!"

"Alhamdulillah! Mas nggak ada niatan buat bertanya sama saya gitu? Misalnya, 'kamu sudah makan atau belum?" Tanya Bella mencoba mencari celah.

"Saya nggak mau memberi perhatian pada perempuan. Khawatir salah diartikan."

"Masyaallah mas. Kamu luar biasa." Kagum Bella, ia senang mendengar jawaban pria ini.

Bukan senang karena jawaban. Lebih tepatnya, ia memang ingin mengobrol dengannya. Suara pria ini mengingatkannya pada arhan, dan itulah tujuannya— demi mengobati kerinduannya. Kalau tidak, Bella nggak akan mau mengobrol dengan laki-laki.

"Mau minum? HM?" Tanya Bella lembut, perhatian. Ia menyodorkan botol air mineral baru.

"Minum saja! Saya tidak mau!" Tolaknya mantap dengan tegas.

Bella menarik kembali botol air mineral, ia kaget dan kecewa mendapat penolakan menyakitkan darinya.

Hening sesaat.

"Biasanya laki-laki bakal melirik saat mengobrol dengan saya. Tapi kamu enggak, mas. Kamu nggak tertarik sama saya?" Tanya Bella. Meskipun pria itu sudah menjelaskan namun entah kenapa ia tersinggung.

"Anda tidak menarik!" Jawab pria itu dingin, tak peduli.

Hati Bella berdenyut. "Masa sih? kamu yakin tidak tertarik dengan saya? Kamu belum lihat wajah saya loh!" Canda Bella mencoba tertawa, meski terluka dengan jawaban menohok itu.

"Emang kenapa kalo melihat wajah anda?" Tanya pria itu tak menoleh.

"Nggak apa-apa. Padahal, Banyak dari laki-laki yang bilang wajah saya ini sangat cantik, bukan hanya laki-laki. Tapi perempuan juga. Hanya kamu doang."

"Itu mereka, bukan saya."

"Iya, iya tau." Bella memejamkan mata, mencoba menguatkan hatinya yang terasa sesak tak karuan.

"Boleh saya nanya sesuatu?"

"HM!"

"Darimana kamu tau tentang menjaga pandangan terhadap lawan jenis?" Tanya Bella, menatapnya dari samping dengan raut wajah serius, penuh penasaran.

"Menjaga pandangan itu cara paling dasar menjaga hati dan juga mencegah nafsu. Dikatakan dalam Alquran surat An-Nur ayat 30 yang berbunyi" Jawab pria itu, menarik napas panjang, lalu melantunkan ayat tersebut dengan suara fasih dan merdu.

Bella terdiam. Suara pria itu sangatlah bagus. Matanya dipejamkan, menikmati setiap ayat yang mengalun merdu, menyejukkan hati yang tampak gusar atas kehilangan seseorang yang berarti didalam hidupnya.

'suaranya bagus banget. Hiks.... Mirip banget sama dia. Bikin keinget-inget terus tau.' Batin Bella memuji, hatinya bergetar tak karuan, seolah ada perasaan aneh yang sulit dijelaskan.

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dari situlah saya belajar, menjaga pandangan adalah langkah awal menjaga hati dan kehormatan." Jelas pria itu, dia Tama.

Rasa sakit, langsung sirna begitu saja. tergantikan oleh  rasa tersentuh yang mendalam, tersirat kekaguman luar biasa pada sosok pria ini.

Ia menatapnya dengan sorot mata berbinar. "Langka sekali laki-laki seperti kamu, mas. Rata-rata laki-laki yang saya temukan selalu bermata keranjang. Setiap melihat perempuan langsung tergoda!" Kata Bella teringat lucky yang mesum tak karuan. ia masih kesal dengan duda satu itu.

"Masih banyak laki-laki seperti itu didunia ini. Cuman anda belum menemukannya saja!" Jawabnya.

"Kata siapa saya belum menemukan?" Tanya Bella tersenyum lembut, menaikkan sebelah alisnya.

"Maksudnya?" Tanya Tama dingin, tak menatap.

"Saya sudah menemukan, dan kamu orangnya, mas. Kalau boleh jujur, saya kagum dengan mas. Mas paham agama, dan saya rasa, mas laki-laki baik. selain paham agama, mas juga menjalankan perintahnya, memberi contoh secara langsung. Nggak bisa saya pungkiri, Saya memang butuh laki-laki seperti itu."

Bella menjeda ucapannya. Ia menarik napasnya dalam-dalam, meremas jari jemari. mengumpulkan keberaniannya. "Mas maukah menikah dengan saya?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!