ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.
“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”
Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭
ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.
“Wi.. kita nikah yuk.”
Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱
Gue mesti gimana gaaeeesss???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Istimewa
“Dewi.. duduk sini.”
Adrian menunjuk pada kursi kerjanya. Dengan malas Dewi berjalan menuju meja Adrian lalu mendudukkan diri di kursi. Adrian menyerahkan tiga buah buku paket pelajaran ekonomi.
“Salin materi yang sudah saya tandai.”
“Buat apa Pak?”
Adrian tak langsung menjawab, ditariknya kursi yang ada di depan meja kerjanya lalu menaruhnya di dekat kursi yang diduduki Dewi. Dengan santai pria itu mendaratkan bokongnya di sana.
“Ini jawaban atas pernyataan penyesalan yang kamu buat kemarin. Kamu bilang tidak menyesal sudah membantu Roxas.”
“Emang saya ngga menyesal. Apa salah membantu teman yang sedang kesusahan?”
“Tidak salah, tapi caramu salah. Apa kamu pikir dengan memberi contekan pada Roxas bisa membuatnya lebih baik? Secara nilai mungkin, tapi di sisi lain kamu justru membuatnya semakin tergantung padamu. Kamu membuatnya tidak memiliki gairah untuk belajar, karena kamu memberinya cara instan dalam mendapatkan nilai. Harusnya kamu memberinya umpan dan kail, mengajarinya memancing supaya dia bisa mendapatkan ikan sendiri. Bukan dikasih ikan yang sudah jadi dan dibumbui. Kamu membuatnya tidak mau mengeksplore apa yang ada dalam dirinya. Jadi, kalau kamu berpikir sudah menjadi sahabat yang baik untuknya, lebih baik kamu pertanyakan kembali pada dirimu sendiri.”
Dewi terdiam, suka tidak suka, dia harus mengakui kalau yang dikatakan gurunya benar adanya. Tanpa bertanya lagi, gadis itu mulai mengerjakan apa yang diperintahkan wali kelasnya itu.
Adrian meraih kotak bento yang tadi berikan Dewi. Aroma khas nasi kuning langsung menguar begitu kotak tersebut dibuka. Perut Dewi merintih mencium aroma yang menggugah seleranya. Namun gadis itu segera menepis rasa laparnya dan kembali fokus dengan tugasnya.
Dengan lahap Adrian menghabiskan nasi kuning lengkap dengan telor balado, tumis bihun dan kol, kering tempe, irisan timun dan sambal. Dari sekian banyak nasi kuning yang pernah dicicipinya, harus diakui, nasi kuning buatan Mama Dewi adalah yang terlezat menurutnya.
“Apa Ibumu berjualan nasi kuning?” tanya Adrian setelah menghabiskan nasi kuning miliknya.
“Hmm..” jawab Dewi tanpa menoleh pada wali kelasnya itu.
“Tolong sampaikan terima kasih pada Ibumu. Nasi kuningnya benar-benar enak.”
“Hmm..”
“Sudah disambung nanti saja sepulang sekolah. Sepertinya kamu sudah tidak punya tenaga untuk lanjut menulis dan menjawab pertanyaan. Kembali ke kelas sekarang.”
Dewi membereskan dulu salinannya sebentar, kemudian dia merapihkan buku dan kertas yang dipakai untuk menulis. Tanpa berpamitan, gadis itu segera keluar dari ruangan guru. Bertepatan dengan itu, Roxas disusul Micky masuk. Mereka hendak melaporkan kalau tugasnya sudah selesai.
🌸🌸🌸
“Assaamu’alaikum..” Adrian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam,” jawab Mama Adrian.
Wanita paruh baya itu keluar dari dapur kemudian menghampiri anaknya yang baru pulang dari bekerja. Adrian meraih tangan sang mama lalu mencium punggung tangannya. Kemudian pria itu mengeluarkan bungkusan yang tadi dititipkan sang adik padanya dan memberikannya pada Ida, Mamanya.
“Apa ini?”
“Itu hadiah dari Adit.”
“Adit?”
Wajah Ida berbinar menerima hadiah dari anak bungsunya. Dengan cepat tangannya membuka bungkusan tersebut. Senyumnya mengembang melihat sebuah kerudung instan dari salah satu merk ternama di dalamnya.
“Harga kerudung ini lumayan mahal. Dia dapat uang dari mana?”
“Katanya itu dibeli dari uang gajinya.”
“Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Baik, cuma badannya saja sedikit kurus.”
“Mama kangen dia. Apa kamu ngga bisa bujuk dia untuk pulang?”
“Dari pada membujuk Adit, lebih baik Mama membujuk Papa untuk ngga keras kepala dan mendukung keinginan Adit.”
Tanpa menunggu tanggapan dari sang Mama, Adrian terus melangkah menuju kamarnya. Ida hanya bisa memandangi punggung anak sulungnya itu. Dia tahu kalau Adrian kecewa padanya, sebagai ibu, dirinya tidak bisa mendukung keinginan anaknya. Ida terlalu patuh pada suaminya.
Wanita itu masuk ke kamarnya untuk menyimpan pemberian anaknya. Toni baru saja keluar dari kamar mandi, usai membersihkan dirinya sepulang bekerja. Matanya langsung tertuju pada kerudung berwarna hijau tosca yang ada di tangan istrinya.
“Apa itu,Ma?”
“Kerudung, hadiah dari Adit.”
Toni tak bertanya lagi setelah mendengar jawaban istrinya. Pria itu masih memendam kekesalan pada anak bungsunya yang memilih keluar dari rumah alih-alih mengikuti keinginannya. Padahal Toni melakukan itu semua demi kebaikan Aditya, agar hidupnya terjamin dan tidak kesusahan nantinya.
Setelah meletakkan kerudung di dalam lemari, Ida bergegas kembali ke dapur. Wanita itu melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan makan malam. Dia juga akan bertanya nanti pada Adrian di mana Aditya tinggal. Ida ingin mengirimkan makanan untuk anak bungsunya itu.
🌸🌸🌸
Selepas isya, semua keluarga berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan malam. Adrian memandangi ayam rica-rica, tumis kacang panjang dengan telur puyuh dan perkedel jagung yang tertata rapih di meja. Itu semua adalah makanan kesukaan Aditya. Sang adik akan makan berkali-kali jika Mamanya memasakkan makanan kesukaannya.
Adrian menikmati makan malamnya dalam keheningan. Sejatinya pria itu memang tidak banyak bicara jika berada di rumah. Dia hanya aktif berbicara jika sedang bersama sahabat atau berada di sekolah.
“Ad.. bagaimana keadaan Adit?”
Suapan Adrian menggantung di udara begitu mendengar pertanyaan sang Ayah. Diletakkannya kembali sendok di tangannya lalu memandang wajah Toni dengan intens. Ida mulai merasakan aura ketegangan di meja makan. Semenjak Aditya meninggalkan rumah, hubungan Adrian dengan Toni memang memburuk.
“Kenapa bertanya padaku? Papa lihat saja sendiri bagaimana keadaannya. Aku akan memberikan alamat di mana dia bekerja.”
Adrian melanjutkan makannya setelah melontarkan kalimat tersebut. Toni hanya mampu berdehem saja. Anak sulungnya itu masih bersikap sinis padanya.
“Bagaimana dengan tawaran bekerja di perusahaan teman papa?”
“Aku sudah bilang kalau tidak mau.”
“Gaji di sana lebih besar dari pada gaji sebagai dosen. Promosi jabatan juga terbuka lebar. Hidupmu akan terjamin kalau kamu mengambil tawaran itu.”
“Aku tidak mau melakukan apa yang tidak kusukai. Lagi pula sebagai dosen, aku juga bisa memperoleh pendapatan tetap, seperti yang selalu papa katakan.”
Toni kembali berdehem saat Adrian menyindirnya dengan kata-katanya dahulu ketika menentang keputusan Aditya untuk berhenti kuliah dan menekuni dunia seni.
“Ad.. sampai kapan kamu akan bersikap seperti itu pada Papamu?” tegur Ida.
“Mama menegurku saat aku tidak bersikap sopan pada Papa atau saat aku tidak mau mengikuti keinginannya. Tapi apaama pernah menegur Papa, saat Papa memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya?”
“Adrian!” Toni menegur keras anaknya.
“Kenapa Pa? Apa yang kukatakan benar bukan? Selama ini Papa selalu memaksakan kehendak pada kami. Aku melakukan apa yang Papa lakukan bukan karena aku mau mengikuti keinginan Papa. Tapi karena aku ingin melakukannya. Tapi Adit bukan aku, dia berbeda. Tidak adil rasanya Papa memaksakan hal yang sama pada orang yang berbeda. Kami bukan boneka, berhenti menyetir hidup kami.”
Adrian sudah tak berminat menghabiskan makanannya. Pria itu kehilangan selera setelah berdebat dengan kedua orang tuanya. Dia segera meninggalkan meja makan dan masuk ke kamar.
Setengah kesal Adrian menarik kursi yang ada di belakang meja kerjanya lalu mendudukkan diri di sana. Setiap habis berbicara dengan ayahnya, mood pria itu selalu ambyar. Dia memilih mengalihkan pikiran kacaunya dengan melanjutkan membuat silabus untuk mata kuliah yang dipegangnya nanti.
Ditariknya sebuah buku yang akan dipakainya sebagai buku pedoman salah satu mata kuliahnya. Bersamaan dengan itu, sebuah kertas yang terlipat rapih keluar dari selipan buku-bukunya. Adrian mengambil kertas tersebut. Senyumnya mengembang begitu tahu apa isi kertas tersebut. Itu adalah surat penyesalan yang dibuat oleh Dewi. Dibukanya kembali lipatan kertas tersebut, dan membaca isinya lagi.
Kepada Yth. Bapak Adrian
Saya sebenarnya bingung kenapa saya sampai harus membuat surat penyesalan dan menerima hukuman dari Bapak. Saya tidak mencontek, jawaban yang saya berikan adalah murni dari hasil pemikiran saya. Jika maksud Bapak menghukum saya karena apa yang saya lakukan pada Roxas saat ulangan, saya rasa itu bukanlah sebuah kesalahan. Apakah salah kalau saya hanya ingin membantu sahabat saya? Saya hanya berniat baik membantunya menyelesaikan soal ulangan. Dan saya tidak menyesal akan hal itu. Saya melakukan itu ikhlas, tanpa paksaan dan tujuannya baik. Bagi saya membantu teman yang kesusahan adalah kewajiban dan saya akan terus melakukannya walau Bapak akan menghukum saya berkali-kali. Sekian dan terima kasih.
Tertanda,
Dewi Mantili
Segurat senyum tercetak di wajah tampan Adrian. Sejak pertama kali mengajar, entah mengapa dia sudah tertarik dengan gadis itu. Sikap konyolnya, jiwa pembangkangnya dan juga kesetiakawanannya membuat Adrian ingin terus memperhatikannya. Melihat gadis itu kesal atau marah menjadi hiburan tersendiri untuknya.
Apa aku tertarik padanya? Tapi dia memang penyemangatku untuk datang ke sekolah setiap harinya. Dewi.. kamu.. gadis istimewa.
🌸🌸🌸
**Cieee Adrian, udah ada benih² eceng nih😂
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈