Di balik ketenangan Desa Warengi Jati, sebuah tragedi mengoyak rasa aman warganya. Malam itu, seorang penduduk ditemukan tewas dengan cara yang tak masuk akal. Desas-desus beredar, rahasia lama kembali menyeruak, dan bayangan gelap mulai menghantui setiap sudut desa.
Bayu, pemuda dengan rasa ingin tahu yang tak pernah padam, terjebak dalam pusaran misteri ini. Bersama Kevin sahabat setianya yang sering meremehkan bahaya dan seorang indigo yang bisa merasakan hal-hal yang tak kasatmata, mereka mencoba menyingkap kebenaran. Namun semakin dalam mereka menggali, semakin jelas bahwa Warengi Jati menyimpan sesuatu yang ingin dikubur selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaNyala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8: Clue Pertama
Episode sebelumnya begitu mengerikan karena seorang bocah yang hilang ditemukan tewas yang mengenaskan akankah di dalam episode kali ini akan memakan korban lagi? Atau? Ada hal lain yang begitu menyeramkan?...
...
Happy Reading...🕵♂️📸
......**----------------**...
...
Malam itu udara kantor polisi kecamatan begitu pengap. Lampu neon berkedip lemah, suara serangga malam masuk lewat jendela yang terbuka setengah. Di dalam ruang interogasi, Herman duduk dengan tangan terikat di depan meja kayu. Wajahnya pucat pasi, mata sembab karena kurang tidur, dan keringat dingin terus mengalir dari pelipisnya.
Bayu berdiri dengan buku catatan di tangan, sementara Kevin duduk agak menjauh, pandangan matanya tajam, seolah berusaha menembus isi kepala Herman. Dua polisi berjaga di pintu, tapi suasana ruangan tetap mencekam.
Pak RT juga hadir, duduk di sudut ruangan dengan wajah penuh kekecewaan.
“Herman,” suaranya berat, “kau sudah terlibat terlalu jauh. Tapi kalau kau mau bicara jujur malam ini, mungkin masih ada sedikit jalan untukmu. Katakan siapa dalang sebenarnya.”
Herman menunduk. Bibirnya bergetar. “Aku… aku takut, Pak.”
Bayu mengetuk meja. “Takut sama siapa? Alex sudah mati, Herman! Kalau kau benar Cuma jadi kaki tangan, sekarang waktunya buka suara. Atau kau mau ikut masuk liang kubur dengan rahasia ini?”
Herman terdiam lama. Tangannya yang terikat bergetar. Matanya merah, seolah menahan tangis. Lalu ia menoleh perlahan ke arah Kevin. Dan seketika Kevin merasakan sesuatu… hawa dingin, seperti ada sosok lain di ruangan itu.
Di belakang Herman, Kevin melihat arwah Bu Minah berdiri. Wajahnya penuh darah, lehernya masih terjerat kain. Arwah itu mengangguk tipis, seolah mendesak: “Buat dia bicara.”
Kevin menelan ludah. “Herman… kalau kau diam, arwah mereka tidak akan pernah tenang. Bu Minah, Nabila, Zikri… mereka menunjukmu karena kau tahu sesuatu. Bicaralah sebelum mereka datang lagi menagih nyawa.”
Herman langsung terisak keras. “AKU HANYA KORBAN! AKU DIPAKSA!!” suaranya pecah memenuhi ruangan. Polisi di pintu sampai kaget.
Pak RT menepuk meja. “Siapa yang memaksamu, Herman?! Jawab!”
Setelah beberapa saat histeris, Herman akhirnya mulai bicara dengan suara parau.
“Itu… bukan Cuma Alex… dia hanya boneka….”
Matanya liar, seolah takut bayangan di balik tembok.
“Alex… dia selalu bilang, ada seseorang yang lebih tinggi, yang kasih perintah. Orang itu yang suruh pilih korban. Orang itu yang kasih ritual. Alex Cuma tukang potong, tukang kotor…”
Semua menahan napas. Bayu mencondongkan tubuh. “Siapa orang itu? Katakan namanya!”
Herman menggeleng cepat, napasnya memburu.
“Aku tak bisa! Aku sumpah, kalau aku sebut namanya… aku mati malam ini juga. Dia ada di mana-mana… dia dengar, dia lihat….”
Kevin maju, menatapnya tajam. “Berikan kami petunjuk. Sekecil apapun.”
Herman akhirnya gemetar makin hebat. Ia menarik napas panjang, lalu pelan-pelan berkata:
“Orang itu… selalu pakai cincin besar, berbentuk kepala ular. Aku pernah lihat… Alex disuruh bawa kain bercorak aneh ke rumah kosong. Motifnya… sama, ular melingkar dengan mata merah.”
Bayu cepat menulis di catatannya. “Cincin… kepala ular… kain bermotif ular. Itu simbolnya.”
Pak RT tertegun. “Astaga… berarti ada orang lain… seseorang di desa ini….”
Herman menunduk, menangis tersedu. “Tolong lindungi aku… aku tidak mau mati…”
Polisi membawa Herman kembali ke selnya. Kevin masih terdiam, tatapannya kosong. Arwah Bu Minah di belakang Herman memudar perlahan, tapi sebelum hilang, ia menatap Kevin seolah memberi tanda. “Clue pertama sudah keluar… lanjutkan.”
Malam itu, pukul 2 dini hari.
Suasana kantor polisi sepi. Hanya ada dua penjaga yang bergantian patroli. Dari dalam sel, terdengar suara Herman terisak, sesekali meracau ketakutan.
“Aku nggak mau mati… jangan ganggu aku… aku udah bicara….”
Salah satu polisi mendekat, menyorot senter.
“Herman, diamlah. Tidurlah.”
Tapi tak lama kemudian, terdengar suara asing—desisan lirih seperti ular merayap. Penjaga itu berhenti, jantungnya berdebar. Ia menoleh ke arah sel, dan matanya terbelalak.
Herman berdiri kaku, matanya melotot, mulutnya berbusa. Lehernya terjerat kain panjang bercorak ular yang entah dari mana muncul. Kain itu menegang, mencekik kuat. Herman berusaha meronta, tapi tubuhnya terangkat sedikit dari lantai, seperti dicekik tangan gaib.
“A-ASTAGHFI—!” Polisi berteriak panik, mencoba membuka jeruji. Tapi tiba-tiba lampu mati. Kantor polisi gelap gulita. Hanya terdengar jeritan terakhir Herman sebelum tubuhnya jatuh menghantam lantai dengan leher patah.
Ketika listrik menyala kembali, Herman sudah tergeletak tak bernyawa. Lehernya biru lebam, dan di sampingnya tergeletak sebuah cincin besar berbentuk kepala ular.
Polisi pucat ketakutan. “Ini… ini mustahil…”
Pagi harinya.
Kevin dan Bayu datang tergesa ke kantor polisi setelah mendapat kabar. Begitu melihat jasad Herman di dalam kantong mayat, Kevin langsung terpaku.
Bayu mengepalkan tangan. “Sial… dia dibungkam. Dalang sebenarnya tahu Herman sudah bicara semalam.”
Kevin merasakan hawa dingin lagi. Dari sudut ruangan, ia melihat arwah Herman sendiri berdiri kaku, wajahnya pucat penuh luka jeratan. Bibirnya bergerak pelan
“Jangan percaya siapa pun… dalang ada di dekat kalian…”
Kevin tersentak. Dadanya sesak. Ia menoleh ke Bayu, wajahnya pucat.
“Bay… kita berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kita kira.”
Bayu mengangguk pelan, suaranya tegas.
“Kalau Herman sudah mati, artinya kita makin dekat dengan kebenaran. Tapi itu juga berarti… giliran kita yang jadi target berikutnya.”
Suasana mendadak hening. Angin berhembus masuk lewat jendela, membuat kertas catatan di meja bergetar. Simbol cincin ular yang ditemukan di sel Herman kini jadi satu-satunya petunjuk.
Dan di luar sana, dalang sebenarnya pasti sedang mengawasi.
Sore itu Herman di makamkan di tempat pemakaman umum di ujung desa, walaupun Herman pelaku tapi dia juga sebenarnya korban, langit sore mendung sepertinya alam setuju dengan tindakkan Kevin dan Bayu untuk menungkap kebenaran agar desa ini kembali aman damai..Begitulah clue pertama yang mereka dapat akankah clue selanjutnya mereka dapatkan atau malah semuanya sudah terbongkar?...
See you in the next episode.....
......**----------------**...
...
DISCLAMER❗️⚠️
Cerita ini hanya karangan semata jika ada perilaku/kata yang kasar mohon di maafkan. Dan apabila jika ada kesalahan dalam pengetikan kata/typo saya mohon maaf, namanya juga kan manusia mimin juga manusia lohh, jadi mohon dimaklumi ya hehe..
Sekali lagi mimin mengucapkan mohon maaf jika per episode di dalam cerita yang mimin buat terlalu pendek soalnya mimin sengaja membagi agar BAB nya banyak, dan biar kaliannya juga greget hehehe😜