cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya karangan dari Author, apabila ada.kesamaan nama.dan tempat Author minta maaf. Alkisah ada seorang pemuda bernama naga lahir dari seorang ayah bernama Robert dan Ibu bernama Julia, Robert sendiri adalah seorang pengusaha suskses yang mempunyai berbagai bisnis yang berada di beberapa negara, baik Asia maupun Eropa. Dengan status sebagai anak orang kaya dan sekaligus pewaris tunggal Naga adalah anak yang sombong dan angkuh, jika Ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu harus bisa menjadi miliknya apapun cara nya. namun lama kelamaan kesombongan dan keangkuhan Naga mulai luntur karena satu sosok wanita yang mempunyai paras yang cantik bernama Jelita.Jelita sendiri adalah anak sulung dari 2 bersaudara pasangan dari seorang petani bernama pak Karyo dan bu ambar namun karena tekad dan keinginannya untuk membanggakan keluarga ini lah yang membuat Naga jatuh cinta kepada Jelita dan perlahan-lahan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANTARA CINTA DAN REALITA
Sinar matahari yang hangat menari-nari di antara meja-meja kayu di dalam kafe yang nyaman. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi kue kayu manis yang baru dipanggang, menciptakan suasana yang menenangkan. Di salah satu sudut, duduklah Naga dan Jelita.
Naga, dengan kemeja katun berwarna biru laut yang tampak santai namun tetap memancarkan aura kemewahan, terlihat tidak tenang. Ia terus-menerus menggeser posisi duduknya dan sesekali melirik jam tangannya. Di seberangnya, Jelita mengenakan blus sederhana berwarna krem dan rambut yang ditata rapi dalam sanggul rendah, tampak lebih tenang, namun raut wajahnya mencerminkan ketegangan yang mendalam.
Cangkir teh hangat yang mereka pesan masih mengepulkan uap tipis, namun keduanya belum menyentuhnya. Keheningan menggantung di udara, terasa berat dan sarat dengan kata-kata yang tak terucap. Akhirnya, Naga memutuskan untuk memecah keheningan yang menyesakkan itu.
"Jelita, aku... aku ingin bicara tentang kencan kita malam itu. Sejujurnya, aku merasa ada sesuatu yang berubah sejak saat itu. Aku merasa ada jarak yang tiba-tiba muncul di antara kita. Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Apa ada hal yang membuatmu tidak nyaman atau tersinggung?" ucap Naga.
Jelita menghela napas perlahan, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Matanya terpaku pada kerumunan orang yang berjalan tergesa-gesa di trotoar, seolah mencari jawaban di antara wajah-wajah asing itu.
"Bukan salahmu, Naga. Malam itu... menyenangkan. Aku sangat menikmati setiap momen yang kita lalui bersama. Tapi..." ia berhenti sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang tepat, "...semuanya terasa terlalu cepat, terlalu intens. Terlalu... tidak sesuai dengan realitasku," jawab Jelita kepada Naga.
Naga mengerutkan kening, kebingungan terpancar jelas di wajahnya.
"Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu, Jelita. Aku ingin menunjukkan betapa berharganya dirimu di mataku. Aku ingin membuatmu merasa bahagia dan istimewa. Apa itu salah?" terang Naga kepada Jelita.
"Aku tahu, Naga. Aku tahu niatmu tulus. Tapi..." Jelita kembali menatap Naga, sorot matanya dipenuhi kesedihan dan keraguan, "...aku tidak terbiasa dengan semua kemewahan dan keistimewaan itu. Aku tumbuh dalam keluarga yang sederhana, yang harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja keras untuk setiap pencapaian yang kuraih. Makan malam mewah di restoran bintang lima, liburan ke luar negeri, hadiah-hadiah mahal... semua itu bukan bagian dari duniaku. Aku merasa seperti orang asing yang tersesat di duniamu yang gemerlap," jawab Jelita jujur kepada Naga.
Naga mencoba meraih tangan Jelita, namun ia menarik tangannya dengan lembut, seolah menghindari sentuhan fisik.
"Jelita, dunia kita tidak harus terpisah. Kita bisa membangun jembatan yang menghubungkan kedua dunia kita. Aku bersedia belajar tentang duniamu, tentang nilai-nilai yang kau junjung tinggi, tentang hal-hal yang membuatmu bahagia. Dan aku harap kau juga bersedia membuka dirimu untuk duniaku, untuk melihat bahwa di balik semua kemewahan ini, ada hati yang tulus yang ingin mencintaimu," tutur Naga kepada Jelita.
Sambil menggelengkan kepalanya perlahan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, Jelita menjawab, "Aku tidak yakin, Naga. Aku takut. Aku takut aku tidak akan pernah bisa benar-benar cocok denganmu. Aku takut orang-orang di sekitarmu akan meremehkanku, menganggapku hanya sebagai 'gadis desa' yang beruntung bisa mendapatkanmu. Aku takut aku akan kehilangan diriku sendiri dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan standar duniamu yang tinggi."
Naga merasakan tusukan tajam di hatinya mendengar pengakuan Jelita. Ia menyadari bahwa tindakannya yang selama ini ia yakini sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian justru telah melukai dan membuatnya merasa tidak aman.
"Jelita, kumohon, jangan merendahkan dirimu seperti itu. Aku tidak peduli dengan apa yang dipikirkan atau dikatakan orang lain. Aku mencintaimu karena dirimu apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku mencintai kecerdasanmu, kebaikan hatimu, semangatmu, kejujuranmu, dan segala hal yang membuatmu menjadi Jelita yang kukenal dan kukagumi," pinta Naga kepada Jelita.
Sambil tersenyum getir, air mata mulai menetes di pipinya, Jelita menjawab, "Mudah bagimu untuk mengatakan itu, Naga. Kau tidak pernah mengalami kesulitan finansial yang membuatmu merasa tidak berharga. Kau tidak pernah merasakan tekanan untuk selalu tampil sempurna agar bisa diterima oleh lingkunganmu. Kau tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi orang luar yang selalu merasa tidak pantas."
Naga terdiam, merasa bersalah dan tak berdaya. Ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa sepenuhnya memahami pengalaman hidup Jelita, namun ia bertekad untuk mencoba sebaik mungkin.
"Aku tahu, Jelita. Aku tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa sepenuhnya merasakan apa yang kau rasakan. Tapi aku ingin belajar, aku ingin mengerti. Ceritakan padaku tentang masa lalumu, tentang impianmu, tentang ketakutanmu. Biarkan aku masuk ke dalam hatimu dan melihat dunia melalui matamu," terang Naga kepada Jelita.
Jelita menatap mata Naga, mencari kejujuran dan ketulusan di sana. Ia melihat penyesalan, kerinduan, dan cinta yang mendalam. Untuk sesaat, ia merasa tergoda untuk membuka hatinya sepenuhnya, untuk membiarkan Naga masuk ke dalam dunianya yang selama ini ia lindungi dengan begitu ketat.
Dengan suara bergetar dan air mata yang terus mengalir di pipinya, Jelita menjawab, "Aku butuh waktu, Naga. Aku tidak bisa langsung melupakan semua ketakutanku dan mempercayaimu sepenuhnya. Aku sudah terlalu sering dikecewakan, terlalu sering disakiti. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama."
"Aku mengerti, Jelita. Aku akan memberimu waktu sebanyak yang kau butuhkan. Aku tidak akan memaksamu untuk melakukan apa pun yang tidak kau inginkan. Aku hanya ingin berada di sisimu, mendukungmu, dan membuktikan bahwa aku layak mendapatkan cintamu. Aku akan menunjukkan padamu bahwa aku mencintaimu bukan karena apa yang kau miliki, tetapi karena siapa dirimu," jelas Naga kepada Jelita.
Naga meraih tangan Jelita dan menggenggamnya dengan lembut, menghapus air mata yang membasahi pipinya dengan ibu jarinya. Jelita membalas genggaman itu, merasakan kehangatan dan kekuatan yang mengalir dari sentuhan Naga. Meskipun masih ada keraguan dan ketakutan yang menghantuinya, ia merasakan secercah harapan mulai tumbuh di dalam hatinya.