Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Tak Ada yang Gratis
Dini hari itu, Laras berjalan tertatih keluar dari kamarnya saat mendengar suara Bu Asih yang sedang bercengkrama dengan peralatan dapur untuk menyiapkan menu sahur.
"Ibuk, masak apa?" Tanya Laras.
"Lha kok neng kene, nduk? Wes istirahat wae neng kamar. Mengko ben diterke Dimas makanane. (Loh, kok kamu di sini, nduk? Udah istirahat aja di kamar. Nanti biar di anter Dimas makanannya.)" Kata Bu Asih saat melihat Laras di dapur.
"Gak apa - apa, buk. Laras bisa jalan pelan - pelan kok." Jawab Laras yang merasa tak enak.
"Ada yang bisa Laras bantu gak, buk?" Tanya Laras kemudian.
"Ora usah, nduk, wong ijek loro ngono kok. Wes lungguh kono wae, ngancani ibuk. (Gak usah usah, nduk, orang lagi sakit gitu kok. Sudah duduk sana aja, menemani ibuk.)" Jawab Bu Asih yang tersenyum hangat.
Laras pun menurut. Ia duduk di meja makan yang ada di dekat tempat bu Asih memasak. Mereka berdua mengobrol dan sesekali terkekeh.
"Kok kamu udah di sini, Ay? Emang gak sakit buat jalan? Masih bengkak gitu." Tanya Dimas yang baru bergabung.
"Iya, Mas. Bisa kok jalan pelan - pelan." Jawab Laras yang cengar - cengir.
Dimas hanya geleng - geleng kepala menghadapi keras kepalanya Laras. Pria itu kemudian membantu Ibunya untuk memindahkan makanan yang sudah masak.
Tak lama kemudian, Pak Sugeng juga turut bergabung di meja makan. Mereka berempat pun makan sahur bersama - sama. Obrolan yang sesekali memecah tawa, tercipta di meja makan yang tak terlalu besar itu.
"Udah izin ke kantor, sayang?" Tanya Dimas yang menghampiri Laras di kamar pagi itu.
"Udah, Mas. Mas mau kemana?" Tanya Laras saat melihat Dimas sudah dalam kondisi rapi.
"Mau anter mobilnya Fitra sebentar, setelah itu ke toko. Nanti sore antar kamu ke tukang pijet, Mbahnya bisa pijitnya nanti sore." Ujar Dimas yang di jawab anggukan oleh Laras.
"Terus, semalem gimana, Mas?" Tanya Dimas.
"Orang tua anak yang nabrak itu tanggung jawab kok, Ay. Mereka yang bakal bayar biaya service motormu. Mereka juga nitipin uang ke Fitra untuk biaya berobatmu." Jawab Dimas.
"Mas, beliin apa gitu untuk temen Mas. Gak enak masak gak ngasih apa - apa, sedangkan mereka yang udah bantu ngurus semuanya." Ujar Laras.
"Gampang, itu nanti jadi urusan Mas." Jawab Dimas.
"Ish, pake uangku aja. Masak ngerepotin Mas terus." Cicit Laras.
"Gak repot kok, sayang. Gak apa - apa, balas budi aja nanti dengan jadi istri yang baik buat Mas." Gurau Dimas yang terkekeh.
"Sumpah, licik banget Mas Dimas. Ternyata tetep aja, gak ada yang gratis di dunia ini." Sahut Laras yang ikut terkekeh.
"Apapun itu, bakal Mas lakuin, asal kamu tetep ada di samping Mas." Ujar Dimas sambil membelai kepala Laras.
"Makasih ya, Mas. Selama ini selalu jagain aku, selalu bantu aku, selalu turutin permintaan aku. Mas Dimas emang the best sugar daddy." Gelak Laras.
"Endingnya gak enak banget sih, Ay. Bisa - bisanya sugar daddy." Protes Dimas sembari menarik hidung Laras.
"Yaudah, Mas berangkat dulu. Baik - baik di rumah, kalau perlu apa - apa, minta tolong ibuk, ya." Pamit Dimas.
"Iya, Mas. Mas hati - hati, ya." Kata Laras sambil menyalami Dimas.
"Njih, sayang. Assalamualaikum." Pamit Dimas.
"Waalaikumsalam, sayang." Jawab Laras yang langsung membuat Dimas salting.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
"Hiiksss.... Hikkssss.... Sakit banget, Mas." Lirih Laras yang merintih sambil menangis saat tukang urut memijat kakinya.
"Sabar ya, biar cepet baikan kakinya." Jawab Dimas yang ikut meringis membayangkan rasa sakit yang di alami Laras.
"Sabar terus, dari tadi tapi gak selesai - selesai." Rengek Laras yang masih menangis sambil memeluk lengan Dimas.
Wanita paruh baya yang memijat kaki Laras pun hanya bisa senyum - senyum sendiri melihat pasangan di depannya yang nampak menggemaskan.
"Sabar yo, nduk. Nak ora tuntas, mengko ora mari. Iki lho nemen lehmu keseleo. Teko dengkul mbarang to lorone? (Sabar ya, nduk. Kalau gak tuntas, nanti gak sembuh. Ini lho parah keseleomu. sampai lutut juga kan sakitnya?)." Tanya tukang pijat sambil memegang bagian tepi lutut Laras yang memang terasa nyeri juga.
"Iya, mbah." Laras memang mengakui kalau tepi lututnya juga sakit.
"Nak ora tuntas, mengko iki lho nduk, iso kumat. Iso nggawe moro - moro loro nak pas ndodok. (Kalau gak tuntas, nanti ini lho nduk, bisa kumat. Bisa bikin tiba - tiba sakit kalau lagi jongkok.)" Imbuh tukang pijat yang masih memegang tepi lutut Laras.
Laras pun hanya bisa pasrah menahan nyeri yang terasa begitu menyiksa. Untungnya, Dimas juga sabar menahan rasa sakit saat Laras mencengkram tangannya ketika ia merasa kesakitan.
Satu jam berlalu, kini kaki Laras sudah tak begitu terasa nyeri ketika di pijat. Ia pun sudah bisa menggerakkan pergelangan kakinya yang semula terasa nyeri dan kaku.
Tangisnya pun sudah reda, hanya menyisakan sesenggukan lirih yang tak begitu terdengar.
Ia merasa lega ketika tukang pijat itu bilang kalau sudah selesai. Laras pun di minta untuk berjalan perlahan.
Pergelangan kaki yang semula terasa nyeri, kini sudah tak begitu nyeri lagi. Begitu pula tepi lutut yang tak terasa seperti di tarik lagi ketika ia berjalan.
"Alhamdulillah udah enakan." Ujar Laras yang cengar cengir.
"Ngono mau leh nangis koyok di gepuki wong sak ndeso lho, Ay. (Gitu tadi nangisnya seperti di pukuli orang satu desa loh, Ay.)" Ledek Dimas.
"Sakit banget loh, Mas. Mas aja gak ngerasain, perasaan yang di pijet pergelangan kaki, tapi sakitnya menjalar sampe ubun - ubun." Cicit Laras yang duduk di sebelah Dimas.
"Bhhuuuuuuuhhhh. Udah, sembuh." Ujar Dimas sembari meniup ubun - ubun Laras.
Tentu saja tingkah Dimas itu membuat Laras dan mbah tukang pijit tertawa. Mereka berdua pamit setelahnya. Tak lupa, Laras memberikan salam tempel sebagai ucapan terima kasih.
"Mas, kita mau kemana?"
"Ngabuburit, atau mau buka di luar sekalian?" Tawar Dimas.
"Enggak ah, nanti ibuk udah masak banyak taunya kita malah makan di luar." Tolak Laras.
"Yaudah, kita cari jajan aja."
"Ayah tadi telfon Mas?" Tanya Laras.
"Iya, nelfon kamu gak bisa. Kamu lagi telfonan sama Uti tadi." Jawab Dimas.
"Ayah nanya apa, Mas? Kok Ayah punya nomor Mas?"
"Nanyain keadaan kamu. Namanya juga calon mantu sama calon mertua, harus membangun komunikasi yang baik lah." Ujar Dimas.
"Padahal Ayah itu kaku banget loh kalo sama temen - temen cowokku." Cerita Laras.
"Beda dong, mereka kan temen cowok, mentok pacar. Kalo Mas ini kan calon menantu." Kekeh Dimas.
"Tapi kok ayah gak telfon aku lagi ya, Mas?" Tanya Laras.
"Gak perlu, Ay. Ayah kayaknya lebih percaya sama calon menantunya ini." Sahut Dimas.
"Astaga, narsis banget sumpah!" Cicit Laras sambil mencubit pinggang Dimas yang terkekeh.
"Uti gak nanyain macem - macem?" Tanya Dimas.
"Enggak, Mas. Uti cuma bilang kalo belum bisa pulang karena pakde belum baikan." Jawab Laras.
"Yaudah, tinggal di rumah dulu aja sampe Uti pulang." Kata Dimas.
"Gak enak sama ibuk sama bapak lho, Mas."
"Kenapa? Yang ada nanti ibuk ngomel kalo kamu pulang kerumah. Kita bertiga tuh was - was tau, waktu kamu sendiri di rumah." Cicit Dimas.
"Aduh, gimana ya?" Laras tampak berpikir keras karena merasa sungkan.
"Anggep aja latihan jadi istriku, Ay."
"Kalo beneran istri, malah gak sungkan." Kekeh Laras.
"Mas langsung bawa ke KUA nih." Ujar Dimas yang di sambut gelak tawa Laras.
semangat trs dgn karyamu tor
aku penggemar setiamu
ayo Dim tlp Bapak & Ibu, biar Lusa langsung SAH 😀 jd kan plg statusnya udah berubah HALAL 🤭😅