Aziya terbangun di tubuh gadis cupu setelah di khianati kekasihnya.
Untuk kembali ke raganya. Aziya mempunyai misi menyelesaikan dendam tubuh yang di tempatinya.
Aziya pikir tidak akan sulit, ternyata banyak rahasia yang selama ini tidak di ketahuinya terkuak.
Mampukah Aziya membalaskan dendam tubuh ini dan kembali ke raga aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kata maaf Gilbert
Diruangan bernuansa hitam, yang hanya diterangi lampu remang-remang. Dua orang gadis duduk dimeja depan komputer, kedua gadis itu tengah fokus dengan layar komputer dihadapan mereka. Satu gadis yang dikucir satu sibuk dengan keyboard ditangannya, sedangkan gadis yang rambut tergerai indah tetap fokus memperhatikan pekerjaan teman disebelahnya.
"Dirumah sakit Medika"ucap gadis yang dikucir satu.
Gadis dengan rambut tergerai indah itu mengangguk. "Menurut Lo, gimana cara gue bisa cari tau soal ini?" Tanya Aziya, gadis dengan rambut tergerai indah itu.
"Hm..." Lotte, gadis itu tampak berfikir. "Lo harus tau dulu, kapan dan dimana lo lahir. Lo udah tau tempatnya, kapan lo lahir juga udah pasti tau kan, tanggal lahir Lo ada dikalung itu kan?" Aziya mengangguk
"Gue udah tau soal itu, masalahnya kenapa gue bisa terpisah dengan dia?" Lotte merupakan teman hacker Aziya dari Belanda, Aziya yang meminta Lotte untuk datang ke Indonesia, awalnya Lotte tidak menyangka bahwa Aziya ada dua, yang Lotte tau Aziya tengah terbujur kaku di Belanda sana, dia koma dan belum sadarkan diri. Sementara orang yang memintanya datang ke Indonesia mengaku sebagai Aziya, mau tak mau, Lotte datang ke Indonesia untuk melihat apakah benar itu Aziya. Dan ternyata memang benar, dia persis seperti Aziya, bukan cuma wajahnya, tapi sifatnya juga.
"Sepertinya ini perbuatan seseorang, kita harus cari tau dulu siapa saja yang ada saat itu." Lotte kembali menghadap komputer nya dan menekan sesuatu disana, Aziya sendiri tidak paham, tapi Aziya percaya kepada Lotte, dari dulu dia memang bisa di andalkan.
Beberapa menit Lotte tampak fokus dengan layar dihadapannya. "Dapat!" Tukas Lotte sembari menghempas punggungnya ke sandaran kursi.
"Lo keren sih, Lotte."ujar Aziya sambil bertepuk tangan dihadapan Lotte.
"Iya dong" sombong Lotte.
"Kenapa Daddy gue gak minta tolong lo aja ya buat cari bajingan itu." Lotte menegakkan tubuhnya menatap Aziya.
"Lo tau dia kabur?"Aziya mengangguk.
"Dia kabur kesini, sempat ketemu dia waktu itu, dia melarikan diri dari anak buah Daddy."
"Berati Daddy lo udah tau dia disini, tinggal nemuin persembunyian dia aja."
"Iya, dia juga punya kakek yang hebat, bisa jadi kakeknya yang bantu melarikan diri, makannya Daddy susah nemuin dia."
"Kalau gue cari sekarang kayaknya bisa ketemu"ucap Lotte yang mendapat gelengan dari Aziya.
"Jangan dulu, biarin dia bebas dulu setelah urusan gue selesai, baru kita urus dia."Lotte hanya mengangguk.
"Baiklah, sekarang rencana lo apa lagi?"mendengar itu Aziya tersenyum singkat.
"Gue suka drama sekarang, jadi gue mau buat drama dulu"Aziya berdiri dari duduknya. "Dirumah pasti banyak drama, gue mau pulang dulu."lanjut Aziya dan melangkah pergi.
...~ Transmigrasi Aziya ~...
"El udah makan?" Pertanyaan dengan nada lembut yang dilontarkan oleh wanita paruh baya itu mengalihkan atensi Gabriel yang baru saja masuk kedalam rumahnya. Pemuda itu melirik Jessica sekilas dan tanpa sepatah kata pun pergi melewati wanita itu.
Jessica, ibu Gabriel menunduk sedih. Dia menghela nafas panjang dan berjalan menjauhi ruang tamu. Semua ini memang salah Jessica, andai dia tidak memikirkan dirinya sendiri, andai dia tidak memikirkan sakitnya sendiri, mungkin anak lelakinya tidak akan membencinya sampai saat ini. Dulu di pikir dia orang yang peling menderita, karena penghianatan dan kejahatan suaminya, dia menelantarkan anak-anak nya, dia juga sempat membenci Gabriella karena dia hadir tanpa keinginan Jessica.
Belum sempat Jessica memijak anak tangga untuk kembali ke kamarnya, pintu rumahnya kembali terbuka, terlihat pria paruh baya namun masih terlihat gagah masuk kedalam rumah, dia yang awalnya tidak menyadari keberadaan Jessica sedikit tersentak saat melihat Jessica berdiri disebelah tangga sembari menatapnya. Gilbert berdehem sejenak untuk menghilangkan rasa gugupnya dan melangkah mendekati Jessica.
"Kenapa berdiri disini?"tanya Gilbert, namun Jessica hanya diam sambil menatap wajah suaminya. Jessica sempat berfikir, apakah dia bisa memaafkan suaminya, selama menikah kembali, tidak ada cinta lagi di antara mereka, yang ada hanya kecanggungan. Ditambah Gilbert tau Jessica sangat membencinya.
Tanpa sadar air mata Jessica menetes, Gilbert yang melihat itu pun mengernyit heran dan menghapus jejak air mata istrinya. "Ada apa?" Tanyanya.
Jessica menepis pelan tangan Gilbert dan menggeleng, pria dan wanita yang masih terlihat cantik dan gagah satu sama lain itu terlihat saling mencintai, tapi ego yang membuat mereka seperti ini.
"Aku salah, anak-anak aku benci aku."lirih Jessica yang membuat Gilbert ikut merasakan sesak yang Jessika rasakan.
Gilbert menggeleng, dia menghapus jejak air mata Jessica dan mencium puncak kepala Jessica bertubi-tubi. Gilbert beralih memeluk Jessica, hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya, padahal semua itu salahnya, tapi egonya yang menciptakan kerenggangan di antara mereka. Harusnya Gilbert bisa menjaga Jessika, setelah dia kembali mengambil Jessica kedalam hidupnya, harusnya Gilbert bisa berubah dan menebus kesalahannya. Tapi Gilbert malah acuh dan membiarkan Jessica menanggung sakitnya sendirian.
"Maaf..."lirih Gilbert dengan masih memeluk erat Jessica. "Semua ini bukan salah kamu, ini semua salah aku, aku yang buat kamu seperti itu. Maaf Jessi..."
Jessica membelas pelukan Gilbert dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya didada bidang Gilbert dan berteriak sejadi-jadinya, menyalurkan rasa sesaknya. Gilbert ikut menitikkan air matanya, selama ini ia sadar kalau dia salah, hanya saja Gilbert gengsi untuk mintak maaf. Melihat Jessica yang semakin pendiam, dan menangis didepan matanya, Gilbert membuang semua egonya dan memilih menatap Jessica dan meminta maaf kepadanya, karena semua yang terjadi dihidup mereka memang salah Gilbert.
"Maaf..."tidak henti-hentinya Gilbert meminta maaf disela tangis Jessica, sungguh semua ini memang salahnya.
Dari kejauhan Gabriel melihat itu semua, tanpa diminta air matanya jatuh begitu saja, baru kali ini dia melihat Gilbert menangis, hatinya ikut merasakan sesak mendengar tangisan pilu Jessica dan melihat linangan air mata Gilbert, sungguh Gabriel lemah kalau menyangkut mereka.