NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Mulai Membaik ?

Setelah menghabiskan malam panasnya bersama wanita di klub itu, Bastian kembali ke penthouse dalam keadaan setengah sadar. Langkahnya gontai menyusuri ruang tamu yang remang, dan pandangannya langsung tertumbuk pada Sena yang tertidur di sofa, mengenakan pakaian yang sama seperti terakhir kali ia lihat sebelum pergi.

Di sofa lain, Mbok Jena terlelap, rupanya ikut menemani Sena menunggu.

Gerakan kecil Bastian membangunkan Mbok Jena.

“Tuan Bastian…” ucapnya sambil mengusap wajah, berusaha mengusir sisa kantuk mendadak.

“Kenapa tidur di sini, Mbok?” tanya Bastian datar, suaranya masih berat oleh sisa alkohol.

“Mbok menemani Non Sena, Tuan.”

“Kenapa Sena bisa tidur di sini juga?”

“Katanya mau nunggu Tuan Bastian pulang. Eh, malah ketiduran Non Sena nya.”

Kalimat itu menghantam Bastian lebih keras dari teguran mana pun. Sena menunggunya pulang? Padahal sebelum pergi, ia memaki wanita itu tanpa ampun.

“Mbok, masuk ke kamar saja. Saya yang bawa Sena.”

“Baik, Tuan.” Mbok Jena berdiri, berjalan pelan menuju kamarnya, meninggalkan Bastian dan Sena berdua di ruang tamu.

Bastian berjongkok, menatap wajah Sena sejenak, lalu mengangkatnya dengan hati-hati.

“Enghh…” Sena bergeliat kecil saat tubuhnya diangkat, namun tidak benar-benar terbangun.

Bastian membawanya ke kamar mereka. Setibanya di sana, ia membaringkan Sena dengan lembut, lalu berdiri diam beberapa menit, hanya untuk memandangi wajah Sena yang damai dalam tidur.

Perlahan tangannya mengusap kepala Sena, lalu turun menyentuh perut yang mulai menonjol, gerakan kecil penuh diam yang menyimpan sesuatu yang sulit diucapkan.

Tanpa kata, Bastian pergi ke kamar mandi, menyelesaikan ritualnya, dan kembali tidur di sisi Sena.

… … …

Pagi menjelang. Sena terbangun lebih dulu. Begitu membuka mata, yang pertama ia sadari adalah Bastian yang masih terlelap di sebelahnya, lengan lelaki itu melingkar erat di pinggangnya.

Pelan, Sena menggeser tangan Bastian, berniat beranjak, meski hatinya diam-diam ingin terus berada dalam pelukan itu.

Saat ia hendak bangkit, pinggangnya tiba-tiba ditarik dari belakang, tubuhnya kembali jatuh ke kasur king size tersebut. Lengan Bastian kini mengunci lebih erat.

“Bastian,” bisik Sena lirih, nyaris seperti takut membangunkannya.

“Tidur. Ini masih terlalu pagi,” suara Bastian berat, dingin, khas dirinya.

“Tapi… aku ingin sandwich,” ucap Sena ragu-ragu.

Mata Bastian terbuka penuh, dahinya langsung berkerut. “Sandwich? Sepagi ini?”

“Hmm… aku mau ke dapur, mau buat—”

Lagi-lagi Bastian menahan pinggangnya agar tak beranjak. “Minta Mbok Jena yang buatkan.”

“Tapi aku—”

“Sena.” Nada peringatan itu muncul, rendah namun tegas.

Sena menyerah. Ia tahu, melawan Bastian jarang berakhir baik.

Bastian memanggil Mbok Jena melalui intercom dan memintanya membuatkan sandwich untuk Sena.

Mbok Jena segera mengantarnya ke kamar, dan Sena memakannya dengan lahap. Bastian hanya menatap, senyum tipis nyaris tak terlihat, muncul begitu saja.

...****************...

Siang hari. Sena sudah rapi, sementara Bastian masih di penthouse. Pandangannya mengikuti setiap gerak Sena, sampai akhirnya ia bicara dengan nada tajam.

“Mau ke mana kau?”

“Bekerja.”

Wajah Bastian langsung mengeras. “Kau tidak dengar apa yang kubilang semalam?” suaranya seperti pisau dingin.

“Bas, aku akan berhenti, janji.” Sena mengangkat dua jarinya, mencoba meredakan ketegangan.

“Tapi kali ini izinkan aku bekerja dulu, setidaknya seminggu. Aku nggak bisa tiba-tiba bilang berhenti kemarin malam, lalu hari ini langsung nggak datang.”

“Tidak ada pergi bekerja.” Kalimat itu final, tanpa ruang negosiasi.

“Bas, aku kerja di tempat orang.”

“Aku tidak peduli. Bilang ke temanmu itu. Kafe itu milik ibunya, kan? Atau perlu aku yang hubungi?”

Sena menghela napas panjang. Tentu saja Bastian tahu semuanya.

“Bas—”

“Hubungi dia sekarang, Sena. Di depanku.”

Tatapan itu cukup untuk membuat Sena gemetar. Akhirnya ia meraih ponsel, menghubungi Clea.

“Clea…” ucap Sena, membuka percakapan.

“Ya, Sena? Ada apa?”

“Clea, maaf… sepertinya mulai hari ini aku nggak bisa kerja lagi di kafe ibumu,” ucap Sena lirih, matanya sesekali melirik ke arah Bastian yang mengawasinya.

“Kenapa? Kak Ravian tahu ya?”

“Bastian yang melarangnya” jawab Sena makin pelan. Menyebut nama pria itu saat pria tersebut tepat di depannya membuat dadanya kian sesak.

“Ahh…” suara Clea di seberang terdengar sama frustasinya.

“Kalau gitu, aku nggak bisa berbuat apa-apa,” lanjut Clea pelan.

“Kamu tenang saja, Sena. Aku yang akan bilang ke ibuku dan kepala toko.”

“Clea, maaf banget, ya.”

“It’s okay. Aku bisa jadi kasirnya sementara.”

“Terima kasih, Clea…”

Panggilan berakhir. Sena meletakkan ponselnya dengan perasaan campur aduk.

… … …

Beginilah kehidupannya sekarang. Sena kini benar-benar berhenti bekerja, terkurung di penthouse mewah itu dari pagi hingga pagi lagi.

Rutinitasnya membosankan, mulai dari menonton film favorit, tidur, berjalan sebentar di area luar penthouse, mengunjungi kolam renang dan taman di kompleks itu. Bahkan untuk keluar pun, Bastian melarangnya, baik bersama Arya maupun Ravian.

Entahlah apa maksud pria itu. Yang jelas, kebosanan mulai menggerogotinya.

...****************...

Perusahaan yang dimpimpin Bastian tiba-tiba terlibat kasuk pemasok senjata di zona konflik.

Ruang rapat dipenuhi suara notifikasi ponsel dan bisik-bisik panik. Beberapa direktur udah berdiri, jalan mondar-mandir. Di dinding, layar besar menampilkan berita internasional:

“International Weapons Supplier Linked to Illegal Arms Shipment to Conflict Zone.”

(Pemasok senjata internasional diduga terlibat penyelundupan senjata ke zona konflik.)

Bastian masuk, jasnya belum sempat dibenarkan, langkahnya cepat, wajahnya gelap. Begitu pintu menutup, ruangan langsung hening.

“Siapa yang bisa jelasin kenapa nama kita ada di headline dunia?” suaranya datar, tapi dinginnya terasa sampai ke ujung meja.

Seorang manajer logistik memberanikan diri, “Tuan, kami baru terima laporan dua jam lalu. Dokumen pengirimannya dipalsukan. Media dapat salinannya entah dari mana. Mereka bilang kita jual senjata ke kelompok bersenjata yang dilarang PBB.”

Bastian mengepalkan tangan di samping tubuhnya. “Padahal shipment itu legal?” tanyanya pelan, hampir seperti mengancam.

“Legal, Pak. Kontraknya lengkap. Tapi… pihak penerima ternyata mengalihkan barang ke pihak ketiga.”

Ponsel Ravian yang juga ada di ruangan itu tiba-tiba berdering, nomor dari kementerian luar negeri. Ia menatapnya lama, lalu mengangkat.

“Ya, ini Ravian.”

Suara di sebrang tersengar keras dan berapi-api. “Bereskan masalah yang ada di Perusahaan anda. Berita kaya gini bisa ngehancurin hubungan diplomatik yang kita jaga bertahun-tahun. Hentikan semua distribusi ke zona konflik sekarang!”

Ravian mengatupkan rahang. “Kami akan tindaklanjuti.”

Telepon ditutup. Ia berdiri diam, napas berat.

Bastian melihat ke arah Ravian dan meminta jawaban atas komunikasi mereka barusan.

Ravian yang mengerti maksud itu langsung menjelaskan, “Mereka mau kita bereskan ini sebelum menyeret dan merusak hubungan diplomatik negara ini”

Bastian semakin mengekuarkan wajah tajam dan dinginnya.

“Dengar baik-baik,” katanya akhirnya, suaranya pelan tapi bikin satu ruangan tegang, “saya mau nama perusahaan ini bersih dalam 48 jam. Siapapun yang nyentuh dokumen asli, saya mau tahu sekarang. Tracking, audit, legal, PR, semuanya jalan. Malam ini juga.”

Tatapannya berkeliling, tajam, menghantam satu-satu manajemen yang duduk di sekeliling meja.

“Kalau satu dari kalian terlibat, kalian akan terima akibatnya” Bastian berhenti sebentar, menahan amarah.

Sunyi. Hanya terdengar suara laptop yang terbuka dan notifikasi masuk dari luar negeri.

Bastian butuh wanita untuk mengahangatkan ranjangnya malam ini. Akhirnya dia memilih memanggil wanita untuk menghabiskan malam panasnya.

Dan wanita yang dipanggilnya adalah Nathalie. Wanita berwajah polos tapi liar yang juga menghangatkannya di klub kemarin. Dia menggunakan wanita itu lagi. Hal yang sangat jarang seorang Bastian lakukan.

Kali ini Bastian tidak akan membawa wanita itu ke Penthousenya mengingat ada Sena disana. Dia membawa wanita itu ke Apartemen pribadinya yang juga dia miliki.

...----------------...

^^^Cheers, ^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!