Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran Resmi
...**✿❀♛❀✿**...
Kediaman keluarga Valmont telah hiruk pikuk sejak fajar menyingsing. Pelayan-pelayan berlarian membawa kain, bunga, dan peralatan perjamuan.
Aroma manis lilac memenuhi udara, bercampur dengan bau logam dari perisai para pengawal yang berjaga di halaman. Hari ini bukanlah hari biasa.
Hari ini adalah hari di mana Pangeran Kedua dijadwalkan datang secara resmi untuk menyampaikan lamarannya pada Lady Seraphine Valmont.
Lord Valmont berdiri di beranda, wajahnya kaku. Meski ia seorang bangsawan yang telah terbiasa dengan protokol Kekaisaran, kedatangan seorang pangeran bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Ia tahu, apa pun yang terjadi hari ini akan dicatat oleh seluruh bangsawan ibu kota.
Di kamarnya, Seraphine sedang dipersiapkan oleh Gloria dan Mirna —pelayan pribadi baru yang ditugaskan untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Rambut hitam legamnya disanggul setengah, dihiasi perhiasan perak berbentuk bunga mawar, melambangkan kemurnian sekaligus kekuatan. Gaunnya berwarna putih gading dengan sulaman biru lembut di tepiannya.
“Nona, Anda terlihat … sangat cantik,” bisik Gloria sambil menahan napas kagum.
Seraphine menatap dirinya di cermin. Wajah itu memantulkan keanggunan, namun juga ketegasan. Gadis itu hanya tersenyum mendengar pujian dari pelayannya, di dalam seluruh kehidupannya ia telah mendengar banyak pujian semacam ini.
.........
Suara terompet Kekaisaran menggema di kejauhan. Seraphine yang duduk di ruang utama bersama keluarganya dapat merasakan ketegangan merambat ke seluruh rumah. Kereta Kekaisaran berwarna hitam keemasan berhenti di halaman, ditarik oleh empat kuda putih.
Pangeran Kedua turun perlahan, mengenakan mantel biru tua dengan emblem naga perak di dada. Rambutnya tersisir rapi, dan mata abu-abunya berkilat tajam.
Ia tidak datang sendirian. Sejumlah pejabat Kekaisaran, termasuk seorang sekretaris istana, serta dua orang saksi bangsawan tinggi, ikut mendampinginya.
Lord Valmont maju menyambut, melakukan penghormatan sesuai etiket. “Selamat datang, Yang Mulia. Rumah sederhana kami merasa terhormat dengan kehadiran Anda.”
Pangeran Kedua membalas dengan anggukan singkat. “Hari ini bukan tentang rumah ini, Lord Valmont. Aku datang untuk menemui putri Anda.”
Bisikan pelan terdengar dari para beberapa bangsawan yang memang diundang sebagai saksi. Sebagian tampak terkejut dengan keberanian sang pangeran, sementara yang lain menatap Seraphine dengan penuh rasa ingin tahu.
Ruang pertemuan besar dihiasi bunga segar, lilin, dan karpet merah yang terbentang menuju kursi utama. Seraphine duduk di sana dengan anggun.
Lady Kazien dan Lady Hartwen, yang entah bagaimana mendapat undangan sebagai bagian dari saksi bangsawan, duduk di sisi kanan ruangan. Senyum sinis mereka seolah ingin mengatakan, 'Mari kita lihat berapa lama kau bisa bertahan, Seraphine.'
Sekretaris istana berdiri di tengah ruangan, membawa gulungan dokumen. “Hari ini, sesuai dengan adat Kekaisaran, Pangeran Kedua akan menyampaikan niat resminya kepada Lady Seraphine Valmont. Prosesi ini disaksikan oleh keluarga, bangsawan, dan wakil Kekaisaran.”
Semua mata tertuju pada Pangeran Frederick.
Pangeran Frederick melangkah maju, berdiri tepat di hadapan Seraphine. Tatapannya tampak tidak goyah sedikit pun.
“Lady Seraphine Valmont,” suaranya lantang, bergema di seluruh ruangan.
“Saya berdiri di sini bukan sebagai seorang pangeran yang terikat pada politik istana, melainkan sebagai seorang pria yang ingin menjadikanmu pasangan hidup. Banyak rumor yang beredar tentang kita—tentang apa yang terjadi di hutan. Saya tidak peduli. Yang Saya lihat saat itu adalah keberanianmu, keteguhanmu, dan kehormatan yang Kamu jaga meski dalam bahaya.”
Bisikan heboh mulai terdengar dari para tamu.
“Aku melamarmu hari ini,” lanjutnya, “bukan untuk membersihkan namamu, karena bagiku kau tidak pernah ternoda. Aku melamarmu karena aku menginginkanmu di sisiku sebagai istriku, sebagai sekutuku, dan sebagai orang yang akan kupercaya di masa depan.”
Ruangan mendadak sunyi.
Seraphine menahan napas. Kata-kata sang pangeran menembus lapisan pertahanannya, namun ia tahu ini bukan sekadar urusan hati. Karena lamaran ini adalah pedang bermata dua, bisa menyelamatkannya, bisa pula menjatuhkan.
Ia berdiri perlahan, menatap lurus ke mata Pangeran Kedua. “Yang Mulia,” suaranya tenang namun jelas terdengar.
“Saya tersanjung dengan keberanian Anda menyatakan hal ini di hadapan semua orang. Namun izinkan Saya bertanya, apakah Anda siap menanggung semua konsekuensi? Karena begitu Anda menggenggam tangan Saya, segala hinaan yang ditujukan pada Saya akan menjadi beban Anda juga.”
Beberapa bangsawan terperangah. Lady Kazien bahkan terbatuk kecil, kaget dengan keberanian Seraphine menjawab seperti itu.
Pangeran Frederick tersenyum tipis. “Jika beban itu adalah kehormatanmu, maka aku akan menanggungnya tanpa ragu.”
Seraphine menunduk sebentar, lalu mengangkat tangannya. Ia meletakkannya di atas tangan sang pangeran, memberi jawaban yang tak bisa disalahartikan lagi.
Sekretaris istana membuka gulungan dokumen, lalu membacanya dengan lantang.
“Dengan ini, atas nama Kekaisaran, diumumkan bahwa Pangeran Kedua, Frederick Albrecht menyatakan niat resmi untuk menikahi Lady Seraphine Valmont. Perjanjian ini akan diikuti dengan pengesahan Kekaisaran dalam waktu yang telah ditentukan. Semua yang hadir hari ini menjadi saksi dari lamaran ini.”
Suara tepuk tangan terdengar. Sebagian bangsawan bertepuk tangan dengan hangat, sebagian lain hanya melakukannya karena mengikuti protokol.
Lady Kazien menggigit bibirnya hingga hampir berdarah. Lady Hartwen menunduk, menyembunyikan amarahnya. Rencana mereka menghancurkan Seraphine justru berbalik, kini Seraphine bukan hanya berhasil bertahan, ia diangkat ke posisi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Setelah pengumuman resmi, jamuan singkat pun diadakan. Para bangsawan silih berganti mendekati Seraphine, sebagian untuk memberi ucapan selamat, sebagian lain untuk menguji ketegarannya dengan pertanyaan samar.
“Selamat, Lady Seraphine. Sungguh langkah berani dari pihakmu,” ujar seorang bangsawan tua sambil mengamati ekspresi wajahnya.
Seraphine tersenyum sopan. “Keberanian sejati datang bukan dari diri Saya, melainkan dari mereka yang bersedia percaya pada Saya, meskipun seluruh dunia meragukan.”
Ucapan itu membuat beberapa bangsawan mengangguk, terkesan dengan kematangan sikapnya.
Pangeran Frederick tetap berada di sisinya sepanjang waktu, menunjukkan secara terbuka bahwa ia berdiri sebagai pelindung sekaligus pasangan Lady Seraphine kini.
Ketika jamuan mulai mereda, Pangeran Kedua membawa Seraphine ke taman belakang, menjauh dari keramaian. Suasana lebih tenang, hanya ada suara air mancur dan burung malam yang mulai bernyanyi.
“Seraphine,” katanya lembut, berbeda dari nada dingin yang biasanya ia tampilkan.
“Aku tahu ini belum berakhir. Rumor akan tetap ada, dan musuh kita akan semakin berani," ucapnya berhenti sejenak.
"Tapi aku ingin kau tahu satu hal, aku melamarmu secara resmi hari ini bukan hanya karena perjanjian Kita waktu itu, ataupun karena rumor yang beredar. Tapi, Aku melamarmu karena aku menginginkanmu.”
Seraphine menatapnya lama, mencari kejujuran di balik matanya. “Aku ingin percaya padamu. Tapi aku tidak akan menjadi wanita yang hanya berdiri di belakangmu. Jika kita akan berjalan bersama, maka aku juga akan melawan di sisimu.”
Pangeran Kedua tersenyum. “Itulah alasan aku memilihmu.”
Malam itu, ketika kereta Kekaisaran meninggalkan kediaman Valmont, seluruh ibu kota sudah bergetar dengan berita besar bahwa Pangeran Kedua resmi melamar Lady Seraphine Valmont.
Bagi sebagian orang, ini adalah kejutan. Bagi sebagian lain, ini adalah skandal yang lebih besar dari rumor di hutan. Namun satu hal yang pasti, mulai hari ini, nama Seraphine bukan hanya target gosip murahan, ia adalah calon Putri Kekaisaran, sosok yang akan berdiri di garis depan intrik istana.
Dan bagi Lady Kazien serta Lady Hartwen, hari ini menandai awal dari kekalahan pertama mereka. Namun di balik sorot mata penuh kebencian mereka, jelas akan satu hal, yakni mereka tidak akan tinggal diam.
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...