Yue menerima perjodohan itu dengan satu kata singkat. "Ya."
Bukan karena cinta, jauh dari itu. Dia hanya berpikir hidupnya akan seperti kisah di film atau novel yang sering dia tonton, klasik, klise, dan penuh drama. Seorang pria kaya raya yang dingin dan tak acuh, yang diam-diam mencintai wanita lain, dan hanya menikah karena tekanan keluarga. Lalu Yue akan menjalani hidup sebagai istri formal, tidak dicintai, tapi tetap hidup mewah. Simple.
Satu-satunya alasan Yue setuju hanyalah karena satu kata sakral, UANG. Dia realistis, bukan romantis. Tapi yang terjadi, sungguh berbeda.
Pria itu, Raymon Sanchez tidak sesuai skrip. Sejak hari pertama mereka bertemu, bukan tatapan datar yang dia terima, melainkan pandangan tajam seolah dia adalah teka-teki yang ingin dia pecahkan. Bukan sikap acuh, tapi perhatian yang menusuk hingga ke tulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Makan malam Sanchez
Lalu di sinilah Yue sekarang, duduk anggun di sebuah restoran mewah bertabur cahaya lampu gantung kristal, diapit oleh meja-meja bundar dengan taplak putih mulus dan peralatan makan berlapis emas.
Yah, bau kekayaan!
Aroma makanan mahal yang disajikan per piring mengisi ruangan, bercampur dengan wewangian mahal para tamu keluarga besar Sanchez.
Acara makan malam keluarga? Yue tersenyum tipis, sopan, seperti yang diajarkan ibunya sejak kecil.
"Perempuan harus bisa menyesuaikan diri, bahkan di tengah medan perang sekalipun."
Gaun biru yang dikenakan malam ini jatuh sempurna di tubuhnya, satu bahu terbuka, potongan pinggang pas, dan belahan rok yang menampakkan sedikit pahanya saat dia duduk.
Pilihan Raymon, tentu saja. Laki-laki itu yang menyuruhnya mengenakannya. Dan seperti biasa, Yue hanya bisa menurut atau memicu drama lain.
Di sisi kirinya, Raymon duduk dengan tenang, mengenakan jas hitam tanpa dasi. Tangan kirinya menyentuh punggung kursi istrinya dengan santai, seolah menandai wilayah miliknya.
Di depan mereka duduk ayah dan ibu Raymon, beberapa sepupu, dan tentu saja tamu-tamu penting dari kalangan bisnis yang dijadikan "keluarga" oleh kekuasaan, bukan darah.
"Yue, kau tampak menawan malam ini." ujar Nyonya Sanchez sambil tersenyum lebar, menyesap anggur putih dari gelas kristalnya.
"Raymon benar-benar beruntung mendapatkan istri sepertimu, sayang."
Yue tersenyum, sopan.
"Terima kasih, Ibu. Saya hanya mengikuti apa yang diminta suami saya."
Ucapan itu membuat Raymon menoleh sebentar, sudut bibirnya mengangkat pelan bangga, atau sekadar puas. Siapa yang tahu isi kepala pria itu kan?
"Dia memang istri yang sangat patuh." gumam Raymon pelan, hanya cukup untuk didengar Yue.
Suaranya lembut, tapi Yue tahu maksud di baliknya. Ada pesan, ada cengkeraman tak kasat mata.
Yue tetap tersenyum di depan umum, tapi di dalam hati dia sudah menyusun berbagai cara untuk menahan diri agar tidak membalik meja makan malam ini dan kabur keluar restoran.
"Ini bukan hidup yang dia bayangkan."
Dia lulus cepat dari universitas top, berbicara tiga bahasa, menguasai ekonomi dan bisnis, punya daftar tawaran kerja dari perusahaan besar dan sekarang, dia duduk di sini, berpura-pura bahagia menjadi istri dari pria yang mengawasinya lebih dari yang bisa diterima akal sehat.
Haduh, sial sekali kan dia. Seharusnya dia tak tergiur oleh 800 juta dolar!
Jika dia bisa teleportasi, dia akan langsung menghilang sekarang juga. Dan sialan Raymon ini, tangannya tidak mau diam.
Ini tempat umum bajingan!
Setelah makan malam selesai dan obrolan keluarga mulai mengalir ke arah yang tidak lagi penting, penuh basa-basi dan gelak tawa dari orang-orang yang tak benar-benar peduli satu sama lain.
Yue bangkit dari kursinya, dengan senyum sopan dia menoleh ke arah Raymon.
"Aku keluar sebentar, ingin menghirup udara segar."
Raymon hanya menatapnya, sejenak, lalu mengangguk pelan. Tatapannya tajam seperti biasa, seolah mengatakan.
'Aku tahu ke mana pun kau pergi.' tapi dia tidak berkata apa-apa.
Yue melangkah keluar dari ruang utama restoran, melewati lorong panjang berdekorasi marmer dan lampu dinding hangat.
Begitu sampai di balkon luar, dia akhirnya bisa menarik napas dalam-dalam. Udara malam cukup sejuk, langit kota berkilau dengan lampu gedung pencakar langit.
Tapi bahkan keindahan itu tak bisa menenangkan kekacauan dalam kepalanya. Dia bersandar pada pagar balkon, menatap kota dengan pandangan kosong.
"Sial." gumamnya lirih.
"Pernikahan karena perjodohan ini tidak sesuai naskah yang ada di drama atau novel yang sering aku baca."
Di cerita-cerita fiksi, perjodohan selalu berakhir manis.
Awalnya canggung, kemudian muncul kejadian-kejadian lucu, lalu perlahan-lahan cinta tumbuh dari kebersamaan.
Si tokoh pria yang dingin ternyata berhati hangat, si perempuan yang keras kepala akhirnya luluh karena perhatian diam-diam.
Nyatanya?
Yue dijodohkan dengan pria yang bukan cuma dingin tapi obsesif, manipulatif, dan terlalu penuh rahasia.
Raymon bukan tokoh utama ideal dalam kisah cinta, dia lebih mirip antagonis dengan wajah tampan yang tak bisa ditebak kapan akan mencium atau menghancurkan.
Yue memejamkan mata, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.
Dia tidak bisa pergi begitu saja. Keluarganya terlibat, nama baik dipertaruhkan.
Dan Raymon entah bagaimana pria itu selalu selangkah lebih maju dari pikirannya. Tapi tetap saja, dia bukan boneka.
Perlahan, Yue membuka matanya dan menatap langit malam.
"Kalau ini bukan kisah cinta dalam drama, mungkin ini thriller psikologis. Dan aku harus jadi tokoh utama yang selamat."
Di belakangnya, pintu balkon terbuka pelan.
Langkah kaki yang sangat dia kenal mendekat, lalu suara rendah yang meluncur lembut ke telinganya.
"Kau tahu bukan, aku tak suka kau keluar tanpa aku."
Raymon melingkarkan kedua tangannya di pinggang istrinya, menarik tubuh Yue perlahan ke dalam dekapan hangatnya.
Gerakannya lembut, seperti pelukan kekasih, tapi bagi Yue ada sesuatu yang jauh lebih berat dari sekadar kehangatan.
Ada tekanan, ada kendali yang terasa tak kasat mata, namun mengikat erat.
Yue tetap diam, membiarkan dirinya berada dalam pelukan itu, matanya tetap menatap keluar balkon.
Kerlip lampu kota menari-nari di kejauhan, tapi tidak cukup untuk menenangkan hatinya yang terus berdebar, bukan karena cinta, tapi karena kesadaran bahwa pria yang memeluknya ini tidak pernah benar-benar melepaskan.
"Ini balkon restoran, Raymon. Bukan jalan raya." katanya akhirnya, datar.
"Tak peduli." balas Raymon pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.
"Setiap tempat yang tak bersamaku tetap terasa seperti ancaman."
Yue terkekeh kecil, sinis. "Kau sadar betapa gilanya kau terdengar?" ucapnya.
Raymon menyandarkan dagunya ke bahu istrinya, membiarkan keheningan mengambil alih sesaat.
Lalu, dia berbisik dengan nada yang terlalu tenang untuk sebuah peringatan.
"Aku lebih gila saat merasa bisa kehilanganmu."
Yue menutup mata sejenak, Dia bisa merasakan jantung Raymon berdenyut pelan di punggungnya, napas pria itu stabil, tenang tapi bukan damai.
Lebih mirip ketegangan permanen milik seseorang yang sudah terlalu lama menyimpan sesuatu yang terlalu dalam, terlalu gelap.
"Ray, kenapa kau menerima perjodohan ini?"
Raymon mengencangkan pelukannya sebentar, lalu perlahan melonggarkannya. Dia mencium pucuk kepala Yue dengan lembut, seolah ingin mengerti, tapi tak benar-benar bisa.
Tbc