NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:674
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10 Nama

Bulan terlihat berbentuk sempurna, sejajar bersama para bintang yang menyinari kegelapan kekaisaran. Sinarnya tak luput menyinari sebuah kastil mewah yang sangat luas, dengan taman dan kebun di sekitar kastil itu.

Krak... krak...

Suara roda kereta kuda mewah terdengar saat masuk ke kastil itu.

Pintu kereta itu terbuka. Kaki mungil berkulit putih itu menuruni tangga kereta kudanya dengan pelan. Wanita yang turun dari kereta kuda itu memakai pakaian seragam akademi. Ia memasuki kastil dan disambut hangat oleh penghuni lainnya.

Para pembantunya menyambutnya dengan senyum manis. “Selamat datang, Nyonya Auriel.”

Ia membalas senyum para pelayannya itu dan pergi menuju ruang keluarga.

“Oh, hey, anakku tersayang. Baru pulang dari akademi, ya?” Seorang pria memakai baju mewah dan berkumis tipis memeluknya.

“Hentikan itu, Ayah. Aku tak nyaman. Saat ini, aku ingin beristirahat sebentar.”

Istri dari pria itu hanya menyimak tindakan mereka sambil membaca koran. “Sudahi tindakan kekanak-kanakanmu itu, Sayang. Anakmu sedang lelah, biarkan dia pergi beristirahat,” ucap ibu Auriel.

Di halaman depan koran itu, terpampang topik percobaan pembunuhan di Kuil Braxilith, sang Dewa Bumi dan Gempa, yang membantai setengah dari anggota kuilnya.

“Ara, lihatlah, Sayang. Akhir-akhir ini sering ada penyerangan pada kuil yang ada di kekaisaran. Ini terdengar menakutkan.”

'Hm... penyerangan yang kedua kalinya? Apa ini ulah orang yang ada di rekaman?' Auriel mencoba melepaskan pelukan ayahnya dan melangkahkan kakinya ke tangga yang mengarah ke kamarnya di lantai atas.

Kamar Auriel dipenuhi oleh boneka yang beraneka ragam di setiap sudut. Di sebelah ranjang kasur yang terlihat sangat empuk itu, terdapat meja rias dengan kaca yang ditambah ukiran estetik sehingga terlihat bahwa kamarnya itu sangat elegan dan berkelas.

Ia mencoba duduk di depan meja riasnya sambil mengeluarkan buku yang ia pinjam dari Aksa.

'Apa yang kau baca, Aksa, saat membuka buku ini?' Tangannya membuka buku itu dan tidak ada reaksi apa-apa. Hanya terlihat halaman kosong, seperti buku catatan, dan tak seperti apa yang dibicarakan oleh Aksa.

'Lho, bukannya dia bilang aku harus sendiri dan buku ini akan terlihat tulisannya?' Ia berkeliling di ruang kamarnya, memastikan tidak ada yang bersembunyi di setiap sudut kamar.

Baru ia teringat bahwa ia memelihara seekor burung yang bertengger di jendela kamarnya. Ia lalu memindahkan burung itu ke ruang sebelah.

Hal ini menimbulkan tanda tanya dari para pembantu yang melihat sikap Auriel itu, lantaran burung kesayangannya tak pernah sekali pun ia bawa keluar kamar.

Auriel mencoba kembali duduk di depan meja riasnya. Ia benar-benar antusias dalam mengungkap misteri yang ada di dunia ini, dan buku ini mungkin menjadi gerbang awal perjalanan mengungkap misteri dalam hidupnya yang membosankan.

Tangannya membuka buku itu, dan buku itu mengeluarkan bayangan hitam yang membentuk suatu huruf. Perlahan, huruf itu berubah menjadi kalimat-kalimat yang terbentuk rapi sambil mengeluarkan cahaya dan bergerak sendiri.

Matanya terkejut. Ia benar-benar tak menyangka ada barang seperti ini di dekatnya selama ini. Ia kegirangan dalam membaca halaman pertama yang kalimatnya sama dengan apa yang Aksa baca.

“Woah, buku ini sungguh luar biasa! Dari mana Aksa mendapatkannya? Aku ingin bertemu dengan penjualnya. Dan juga, apakah ini buku artefak atau buku sihir? Tapi sihir itu adalah mitos.”

Rasa penasarannya begitu membara, memenuhi semua hasrat yang ia pendam selama ini dan dicampur dengan beberapa analisis.

Ia menutup buku itu dan semakin yakin dengan keyakinannya untuk mengungkapkan buku misterius ini bersama Klub Misterinya.

“Tapi, apa maksud dari 'dewa palsu'? Pantas saja dia bilang tidak mengungkapkan isi buku ini ke orang lain.”

Karena rasa penasarannya dengan isi buku ini, Auriel mengulik isinya dengan membaca buku sejarah lain yang berkaitan dengan para dewa.

Di dunia ini, ada banyak sekali dewa yang disembah oleh para manusia, entah itu mereka benar dewa atau dewa ciptaan manusia menurut para sejarawan yang melakukan penelitian pada manuskrip. Dan diperkirakan, ada ratusan dewa yang disembah.

Akan tetapi, para penduduk di Kekaisaran Shepnia hanya menyembah sepuluh dewa besar yang dikenal oleh banyak orang. Dewa-dewa itu adalah:

Auriel mencoba mencari daftar nama para dewa yang ia punya di dalam buku sejarahnya.

Veynar, sang Dewa Perang dan Strategi.

Elyssra, sang Dewi Kesuburan dan Penyembuhan.

Tharquel, sang Dewa Kematian dan Penjaga Jiwa.

Zephonar, sang Dewa Langit dan Petir.

Mirellune, sang Dewi Ilusi, Mimpi, dan Ketakutan.

Braxilith, sang Dewa Bumi dan Gempa.

Nyxviel, sang Dewi Kegelapan dan Rahasia.

Ordahn, sang Dewa Waktu dan Takdir.

Soltharion, sang Dewa Api dan Cahaya.

Klinx, sang Dewa Kesejahteraan dan Kaum Papa.

Ia menyimak setiap baris terkait para dewa. “Apakah buku usang itu mengatakan mereka, para dewa ini, adalah dewa palsu?” ucapnya.

“Hmmmm... ini semakin menarik.” Ia tersenyum tipis dan menutup buku sejarahnya.

Ia lanjut mengambil burung kesayangannya di ruangan sebelah dan meletakkan kembali burung itu di kamarnya. “Maafkan aku, Reo. Sejenak aku butuh kesendirian. Mungkin ke depannya aku akan beberapa kali melakukan ini.” Ia mengelus burung berwarna hijau dengan perpaduan merah itu.

.

.

Di Benua Selatan, setiap saat selalu dihujani oleh badai salju, dan tak jarang ada badai es yang sangat keras sehingga para penduduknya tidak berani tinggal lebih lama saat ada fenomena itu. Mereka pergi bermigrasi dan mengungsi ke daerah yang aman.

Istana Es sendiri terletak di Benua Selatan, akan tetapi sangat jauh dari pemukiman padat penduduk.

“Yang Mulia... dua misi telah dilaksanakan, tetapi ada kekurangan pada misi kedua.” Seseorang dengan penampilan jubah putih menunduk dengan kepalanya.

Orang itu memiliki bekas luka di sebelah matanya yang menyebabkan ia buta sebelah.

“Apa maksudmu?” tanyanya dengan nada serak.

“Untuk misi pertama, pembantaian para pemuja dewa palsu telah dilaksanakan. Akan tetapi, untuk misi yang kedua, kami masih mengusahakan pencarian buku yang kau inginkan, Tetua.”

“Oho... terdengar bagus. Kuil mana yang sudah kalian serang?”

“Kuil Dewa Klinx dan Kuil Dewa Braxilith.”

Orang itu mendekati sosok berjubah putih. “Apa kau bilang? Kuil Dewa Klinx?” Tangannya menepuk bahu pria berjubah.

“Benar, Yang Mulia. Kami tak menyisakan satu pun untuk pembantaian Kuil Dewa Klinx. Mereka hanya mempunyai satu artefak lemah yang terlihat tak berguna, bahkan tetua Kuil Dewa Klinx sangat lemah.”

Sosok itu dipeluk oleh pria yang buta sebelah itu dengan sangat hangat. “Bagus! Aku senang dengan kinerja kalian. Memang Klinx sialan itu yang pertama harus dibantai. Sangat menjijikkan para masyarakat menyembah dewa palsu,” ujarnya, melepaskan pelukan kepada sosok berjubah itu.

“Kaum miskin dan kaum menderita itu terlihat menyedihkan,” lanjutnya dengan nada yang terlihat fanatik. ”Mereka hidupnya sudah menderita dan penuh dengan kesedihan, akan tetapi sangat disayangkan meminta kesejahteraan pada dewa palsu itu.”

“Baiklah, lanjutkan misimu. Apa pun yang terjadi, jika kau ditangkap, jangan pernah mengungkapkan identitasmu. Dan jika terdesak, bunuh diri dipersilakan.”

Pria berjubah itu meneteskan air mata sambil menggunakan tangannya sebagai pose berdoa. “Sungguh kematian yang indah.”

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!