"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Nin, Ra." seru Aurora bangkit dari duduknya lalu mendekati.
"Bang Athur." lirihnya tak ada yang mendengar.
Alden mematung dengan pemandangan yang dilihatnya. Pria tinggi tampan berjalan menggandeng Rara. Ia benar-benar terkejut, kenama bisa sang kakak ada di sana. Padahal yang di ketahuinya dia saat ini sedang berada di luar kota. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa bisa Athur ada di sana dengan Rara?
"Kalian dari mana?" tanya Aurora.
"Dari makan Dino?" sahut Rara.
"Maaf karena aku tidak datang ke pemakamannya. Aku, baru mengetahui. Aku turut berduka Cita Ra." Aurora lalu memeluk sahabatnya, ia baru saja menyadari ternyata ada seorang pria di samping Rara. Bahkan dia tidak melepaskan genggaman tangannya heran. Selama ini Aurora sangat menganal Rara jika perempuan itu tidak pernah berhubungan lebih jauh dengan lelaki kecuali sahabat.
"Dia dia?" tanyanya menyelidik.
Tanpa mereka sadari kedua bola mata pria yang berbeda usia saat ini sedang saling tatap. Yang satu seakan meminta kejelasan, yang satunya cuek seakan tidak mengenal. Rara membawa Rora dan Alden masuk kedalam rumah tanpa memperkenalkan pria yang di maksud Aurora.
"Kak, Bang, Nina kekamar dulu." pamitnya lirih di balas anggukan oleh Athur.
Aurora duduk ditemani Alden dan pria yang tidak di ketahuinya. Athur dengan santainya dia justru bermain ponsel tanpa menghiraukan Alden. Rara datang membawa nampan berisi gelas minuman, herannya kenapa ada dua jus dan dua kopi? Ingin sekali Alden dan Aurora bertanya tapi mereka hanya saling pandang.
"Minum dulu." tawar Rara ramah pada sahabatnya kemudian menyodorkan kopi itu untuk Athur dan satu lagi diletakan sebelahnya.
Aurora menatap Rara seakan meminta penjelasan. Matanya melirik pada pria yang saat ini asik bermain ponsel. Rara menghela nafas, bingung harus menjelaskan apa. Tidak mungkin kan dia bilang jika Athur suaminya, bisa-bisa heboh perempuan itu.
Rara hanya ingin menunggu waktu sampai lulus sekolah. Tetapi lagi-lagi keadaan tidak berpihak padanya. "Emm ... Di ... Dia...,"
"Nin, Ra makanan datang ...!" teriak seseorang yang baru masuk kedalam rumah tanganya mengangkat dua kantong plastic besar.
"Bang Devan." lagi-lagi Alden di buat terkejut bukan main.
Devan meletakan keduan kantong plastik di atas meja. Seyum manis mengembang, menyapa Alden. "Hai Den ...."
Alden tidak habis pikir, kedua pria itu malah dengan santai seperti tidak mau menjelaskan apapun. Ada Athur dan Devan, jelas da rahasia besar yang di sembunyikan. Alden, sudah tak bisa lagi hanya diam, karena emosi remaja yang masih labil.
"Kenapa kalian ada di sini?"
Pertanyaan itu so tak membuat Rara dan Aurora menatapnya lalu menatap kedua pria yang duduk di sebelah Rara. Namun, dua lelaki dewasa itu justru sangat santai. Devan mengambil kopi panas dan meminumnya santai seakan di rumah sendiri, lalu meletakannya.
"Kau kenal mereka?" tanya Rara dan Rora polos.
Alden menganggu pelan, Rara menatap Athur lalu gadis itu dengan sangat berani Merebut ponselnya. Athur tak percaya dengan sikap Rara yang begitu berani. Sebenarnya bagaimana kepribadian gadis yang jadi istrinya itu. Dia banyak sekali di buat terkejut olehnya.
Devan justru terseyum kecil melihat keterkejutan Athur masih membeku di tempat menatap Rara. "Kau."
"Kenapa? Jelaskan!" seru Rara berani menatap wajah Athur.
Ha ... ha ... ha ...
Gelak Tawa Devan lepas, Alden menatap pria itu bingung. "Lucunya," ucap Devan yang masih tertawa.
"Diam!" Bentak Athur dan Rara bersamaan. Mampu membuat Devan seketika langsung terdiam.
"Kembalikan dulu nanti Mas akan jelaskan." rayu Athur lembut namun Rara menggelang.
"Tidak sebelum semua jelas." Athur pasrah akhirnya mau tidak mau dia pun akhirnya menjelaskan.
"Dia." tunjuk Athur santai, Rara dan Aurora serius mendengarkan mengangguk kecil, bahkan saking seriusnya mereka tak berkedip menatap Athur.
"Bocah itu ...," lanjutnya tapi tak lagi meneruskan perkataannya. Dia mengambil kopi dengan sengaja justru sedikit mengerjai istri kecilnya yang sedang serius mendengarkan.
"Mas ...," rengek Rara memukul pria itu sampai tersedak.
Uhuk ... uhuk ...
"Rasain." Sungut Rara kesel.
"Ha ... ha ... ha ... Benar-benar misterius istrimu bro." ucap Devan keceplosan dengan tawa.
"Teganya kamu Ra ...," sahut Athur yang masih terbatuk.
"Apa istri!" ucap kedua sahabat Rara terkejut.
Rara panik, begitu juga Devan yang tak sadar akan ucapannya tadi. Raut wajah Rara memerah seperti telor rebus, jemarinya mencubit pinggang Athur kecil.
"Auww ... sakit Ra." Athur menoleh Rara, yang faham akan perasaanya saat ini. Tahu jika saat ini istrinya meminta bantuan untuk menjelaskan.
"Bang!" panggil Alden menatap serius.
"Hu ... semua mengintrogasi ku karena ulahmu." tunjuk Athur pada Devan.
"Lah kok gua." sahutnya tidak mau di salahkan.
"Kalau bukan karena ucapanmu, mana mungkin jadi seperti ini." jelasnya lagi sedikit kelas.
"Sorry bro. Lo tahu sendiri mulut ini selalu jujur."
Aurora hanya mendengarkan mereka berdebat masih syok. Hanya menunggu pasrah, akan penjelasan Rara. Sama dengan Alden, senagai adik Athur mana mungkin dia tidak tahu jika sang kakak sudah menikah. Bahkan yang dia tahu selama ini tunangannya Vina. Tetapi kali ini pikirannya tertuju pada kedua orang tuanya.
"Apa mama dan papa tahu?" lirih tapi masih terdengar oleh semua orang yang berada di ruangan itu.
Athur menggeleng, semakin panik wajah Rara saat ini. Takut, jika pria yang baru saja di anggapnya sebagai sandaran akan pergi meninggalkannya. Air mata gadis itu jatuh mengenai punggung telapak tangan Athur. Lelaki itu menoleh merasakan sesuatu jatuh di membasahi kulitnya.
Sebagai pria yang sudah mulai tahu bagaimana Rara dia sangat sigap. Memegang dagu Rara agar tegap dan menakup wajah cantiknya. Mengusap air matanya lembut lalu mengecup keningnya.
"Jangan takut. Aku akan selalu ada untukmu." Athur berusaha menenangkannya.
Sakit hancur harapan pupus, itu yang saat ini di rasakan Alden. Ia berharap semua hanya mimpi, tapi semua nyata adanya.Terlambat itu kata yang tepat, karena selama ini dia ragu ingin mengungkap perasaannya.
Antara percaya dan tidak, tapi isteraksi di depan matanya membuat hatinya hancur. Bingung harus berbuat dan bersikap seperti apa, dengannya. Statusnya kini adalah Kakak iparnya. Alden menggelang, menolak kebenaran yang nyata. Devan melihat perubahan yang sangat significant di wajah Alden. Memegang pundahnya menyadarkan jika semua memang nyata.
"Tapi aku takut, aku tidak merebutmu?" kata-kata itu sontak membuat semua orang di sana terkejut. Apa lagi Aurora dia orang pertama kali yang langsung menanggapi perkataan Rara?
"Maksudmu?" Rara hanya menatap nanar tanpa menjawab. Tangan Athur memegang pipinya agar dia bisa menatap kembali wajah manis istrinya
"Tidak! Jangan salahkan dirimu." Athur memeluk tubuh kecil sang istri mengusap punggungnya lembut.
"Tapi ...," ucap Rara terpotong karena telunjuk Athur sudah berada di bibirnya.
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭