Malam itu menjadi malam terburuk bagi Ranum. Sang kekasih tiba-tiba saja secara sepihak memutus jalinan asmara di saat ia tengah mengandung benih cintanya, diusir oleh sang ayah karena menanggung sebuah aib keluarga, dan juga diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Ranum memilih untuk pergi dari kota kelahirannya. Ia bertemu dengan salah seorang pemilik warung remang-remang yang mana menjadi awal ia membenamkan diri masuk ke dalam kubangan nista dengan menjadi seorang pramuria. Sampai pada suatu masa, Ranum berjumpa dengan lelaki sholeh yang siapa sangka lelaki itu jatuh hati kepadanya.
Pantaskah seorang pramuria mendapatkan cinta suci dari seorang lelaki sholeh yang begitu sempurna? Lantas, apakah Ranum akan menerima lelaki sholeh itu di saat ia menyadari bahwa dirinya menyimpan jejak dosa dan nista? Dan bagaimana jadinya jika lelaki di masa lalu Ranum tiba-tiba hadir kembali untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Jasmin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Pelanggan Pertama
Ranum mematut tubuhnya di depan cermin. Wanita itu menatap lekat bayangan yang terpantul di sana. Meski hanya ber-make up tipis namun tak melunturkan kecantikan parasnya.
"Tapi aku tidak mau jika menjadi wanita penghibur seperti itu Mi. Aku masih bisa bekerja di pabrik untuk menyambung hidup."
Mendapatkan tawaran dari Helena, dengan tegas Ranum menolak. Pekerjaan sebagai wanita penghibur di warung remang-remang sungguh tidak pernah sekalipun terlintas di dalam benaknya. Terlebih dia juga merasa sedikit risih jika harus berpakaian minim seperti yang dia lihat di tempat ini.
Helena hanya tergelak pelan. "Jika hanya menjadi buruh pabrik, kapan kamu bisa mengubah hidupmu Num? Apa kamu tidak ingin hidupmu jauh lebih segala-galanya dari saat ini? Pegang banyak uang, bisa beli barang-barang mewah, dan bisa punya tabungan?"
"Tapi bukan dengan cara seperti itu Mi," ucap Ranum kekeuh pada pendiriannya.
"Kamu kenapa keras kepala sekali sih Num? Padahal jika kamu mau bekerja di sini, kamu bisa jadi primadona. Aku yakin, kamu bisa dapat penghasilan paling banyak daripada yang lain," ujar Helena tak pantang menyerah untuk membujuk Ranum.
Ranum hanya terdiam membisu. Wanita itu dirundung kebimbangan yang luar biasa. Di satu sisi ucapan Helena ada benarnya namun di sisi lain hatinya tidak sreg jika melakukan pekerjaan itu. Dia hanya bisa menundukkan wajah sembari memainkan jemarinya.
"Toh saat ini tidak ada lagi sesuatu yang berharga yang kamu miliki kan? Kamu sudah tidak perawan. Belum lagi kamu juga harus mempersiapkan dana untuk kelahiran janin yang ada di dalam kandunganmu. Belum lagi besok kalau anak itu sudah lahir, pasti akan lebih banyak kebutuhanmu kan?"
Ranum terhenyak. Ia yang sebelumnya menundukkan wajah seketika ia angkat dan menatap wajah Helena dengan raut wajah yang sukar diartikan.
Helena tersenyum penuh arti. Ia merapatkan tubuhnya ke Ranum sembari memegang pundaknya.
"Meski saat ini sudah tidak ada hal berharga yang ada dalam dirimu, namun kamu bisa merubah nasibmu jauh lebih baik secara finansial. Buktikan kepada siapapun yang pernah menyakitimu bahwa kamu bisa bersinar terang layaknya bintang kejora."
Ranum menghela napas dalam dan kemudian ia hembuskan kasar. Kali ini perkataan dan bujuk rayu Helena benar-benar bisa meruntuhkan kokohnya hati Ranum yang sebelumnya benar-benar ia jaga.
"Baiklah Mi, aku bersedia kerja di sini!"
"Sudah siap Num?!"
Asri yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar, seketika membuyarkan lamunan Ranum akan percakapannya dengan Helena semalam. Hingga pada akhirnya hatinya luluh, benteng pertahanannya jebol dan kini ia akan menekuni profesi barunya ini.
Ranum menganggukkan kepala. "Udah As. Gimana menurutmu? Tapi aku benar-benar gugup As."
Asri mengulas sedikit senyum. "Kamu benar-benar cantik Num. Kalau masalah gugup itu hal yang wajar karena memang ini baru pertama kali kamu menjalaninya. Tapi percayalah, jika kamu sudah pegang uang dari hasil pekerjaan ini, kamu pasti akan ketagihan."
"Entahlah As. Sebetulnya aku tidak mau mengambil pekerjaan ini. Tapi gimana, semua yang diucapkan mami Helen benar."
"Ya sudah, yang pasti kamu harus bersemangat melanjutkan hidup. Ingat, saat ini ada calon anak yang nantinya akan kamu nafkahi."
Ranum mengangguk pelan. Hatinya terasa begitu lega karena bisa bertemu dengan Asri. "Makasih As."
"Hei... Hei... Hei... Malah pada ngobrol di sini. Ayo Num ke bawah. Sudah ada pelanggan yang menunggumu!" timpal Helena yang tiba-tiba masuk dan ikut nimbrung obrolan Ranum dengan Asri.
"Hah? Secepat ini Mi?" tanya Ranum keheranan.
"Aku harus bergerak cepat sehingga warungku bisa semakin laris karena ada kamu!" jawab Helena enteng sembari keluar dari ruangan dan diikuti oleh Ranum.
***
"Hel, ini beneran yang aku pesan?"
Pria berusia sekitar empat puluh tahun menatap takjub tatkala Helena mengantarkan Ranum ke hadapannya. Lelaki dengan postur tubuh tambun, kepala sedikit botak di bagian depan dan ada tahi lalat di samping cuping hidung. Beberapa detik pria itu tak berkedip sama sekali. Bahkan jika dibiarkan, air liur pria itu bisa-bisa menetes.
Ranum berdiri di samping Helena dengan kepala menunduk. Nampaknya dia masih malu-malu untuk bertemu dengan pelanggan pertamanya. Ketika ia mengangkat kepala, tubuhnya sedikit terkejut melihat bentukan dari sosok pria yang akan ia temani ini.
Ini mami Helena gak salah ngasih aku pelanggan seperti ini? Astaga, mengapa bentukan lelaki ini seperti gentong berjalan? Mami benar-benar tega. Harusnya untuk pelanggan pertama aku dikasih yang berwajah tampan dengan postur tubuh yang sempurna. Ini malah dikasih yang seperti ini.
"Bagaimana? Cantik kan?" tanya Helena retoris.
Suit.. Suit...
"Ini sih bukan cantik lagi Hel, tapi benar-benar sempurna!"
Dua siulan lolos begitu saja dari mulut si pria. Sembari memuji Ranum, ia juga menyempatkan diri bermain mata. Melihat hal itu Ranum hanya tersenyum kikuk. Sebagai isyarat rasa risih, geli, bercampur dengan sedikit rasa jijik.
"Num kenalkan, ini namanya om Pai. Om Pai ini pengusaha minyak goreng. Dia punya pabrik minyak goreng di kota ini," ucap Helena memperkenalkan.
Pria itu mengulurkan tangan bersiap menyambut tangan Ranum. "Hai cantik, nama Om, om Pai. Aslinya Paijo, tapi biar lebih kekinian, kamu panggil om Pai saja ya. Kalau kamu siapa cantik?"
"S-saya Ranum, Om," jawab Ranum dengan malu-malu kucing.
"Waoww Ranum, nama yang sangat cantik persis orangnya," puji Pai sembari menoel dagu Ranum.
Helen hanya geleng-geleng kepala melihat keganjenan pria yang dulu ketika SMA satu sekolah dengannya ini.
"Ya sudah, aku tinggal ya. Silakan kalian nikmati malam ini dengan bersenang-senang," ujar Helen berpamitan.
Pai duduk di sebuah sofa yang telah tersedia. Sedangkan wajah Helena mendekat ke arah telinga Ranum.
"Pria ini sangat tajir dan royal Num, jadi bisa kamu manfaatin. Jangan khawatir, punya dia gak bisa on alias letoy, jadi kamu tidak perlu khawatir dia akan macam-macam. Ya paling mentok grepe-grepe saja," bisik Helena.
Ranum bisa sedikit bernapas lega mendengar ucapan Helena. Ia yang sempat berpikiran negatif terhadap Helena ternyata salah besar. Helena justru memilihkan pelanggan yang memiliki keterbatasan dan kekurangan.
"Baik Mi."
"Ya sudah, temenin si Pai gih. Kalau bisa buat dia sampai mabok berat jadi kamu bebas mau ngapain aja, termasuk ambil uang dari dalam dompetnya, hahaha."
***
"Asoyyyy...!!"
Ranum menyanyikan sebuah lagu dangdut sembari dipangku oleh Pai. Meski ia tidak memiliki basic seorang penyanyi, namun ia berusaha keras agar suaranya tidak fals. Pada akhirnya dia berhasil membuat Pai terkesima dengan suaranya.
"Ayo Om minum lagi.... Baru dua botol lho Om!"
Sembari dipangku Pai, Ranum mencoba mencekoki pria ini dengan minuman beralkohol dengan gambar orang tua itu. Saat ini sudah botol ketiga yang ia sodorkan ke Pai. Ranum sampai geleng-geleng kepala, ternyata pria ini kuat juga. Dia bahkan belum sepenuhnya mabok meski sudah dua botol tandas tanpa bekas.
"Siap cantik!!" ucap Pai sembari memeluk erat pinggang Ranum.
Isi botol ketiga sudah mulai masuk mengaliri kerongkongan Pai. Ranum hanya bisa tertawa dalam hati melihat si om ini sudah mulai mabok berat. Hingga pada akhirnya...
"Ngiik... Ngikkk.. Ngikk.. Aaahhh.. Aduh.. Aduhh.."
Kedua bola mata Ranum terbelalak melihat napas om Pai sedikit tersengal-sengal. Seperti orang yang akan menghadapi ajal. Ranum bergegas beranjak dari pangkuan om Pai dan sedikit menjauh.
"Om... Om Pai kenapa?" tanya Ranum panik.
"Tolong... Tolong Om, Cantik. J-jantung Om kumat. T-tolong panggil ambulans!" pinta om Pai dengan terbata-bata.
"Hah apa??!! Jantung Om kumat?" tanyanya memastikan.
Pai hanya mengangguk pelan dan setelah itu dia tak sadarkan diri.
"Mamiii!!!!!!!" teriak Ranum sembari keluar dari room dan memanggil Helena. Teriakan Ranum itulah yang membuat suasana warung Helena menjadi crowded.
.
.
.