NovelToon NovelToon
A Night With Mr. Ex-Husband

A Night With Mr. Ex-Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Selingkuh
Popularitas:145.9k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Eleanor tak pernah membayangkan akan bertemu Nicholas lagi, mantan suami yang bercerai darinya tujuh belas tahun silam. Semua berawal dari pesta rekan kerja yang ia datangi demi menemani sahabat kecilnya, William. Malam yang mestinya biasa berubah kacau saat tatapannya bertemu dengan Nicholas, lelaki yang dulu pernah ia cintai habis-habisan sekaligus orang yang paling ia hindari saat ini. Pagi hari setelah pesta, Eleanor menemukan dirinya terbangun tanpa pakaian di samping Nicholas. Pertemuan malam itu membawa hubungan baru dalam hidup keduanya. Apalagi setelah Nicholas dikejutkan dengan keberadaan remaja berusia enam belas tahun di rumah Eleanor.
Bagaimana takdir akan membawa hubungan mantan suami istri itu kembali? Atau justru Eleanor akan menemukan cinta yang baru dari seorang berondong yang sudah lama mengejar cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Why

“Elio, tunggu…” panggil Eleanor. Suaranya serak, air matanya masih mengalir.

Tak peduli apa pun yang terjadi, ia berlari menyusul Elio. Namun langkahnya terhenti saat tangan Nicholas menahan pergelangan tangannya.

“Eleanor,” suara Nicholas rendah tapi mengguncang, “katakan padaku… apa itu benar?”

Eleanor tidak menoleh,

“Jawab aku!” desis Nicholas lebih keras. “Elio, apa dia putraku?”

“Lepaskan aku, Nic.” Eleanor berusaha menarik tangannya, tapi Nicholas tak melepaskannya.

“Jawab aku!” teriak Nicholas dengan suara tinggi.

Eleanor menoleh mendadak, matanya berkilat oleh air mata dan kemarahan yang sudah terlalu lama tertahan.

“Apa lagi yang kau mau dariku, Nic?!” suaranya melengking, menggema di ruang kaca itu. “Apa belum cukup kau menyakitiku?!”

Sejenak Nicholas terdiam, namun matanya tak beranjak dari wajah wanita itu.

“Belum puas kau menghancurkan aku?” lanjut Eleanor, suaranya kini bergetar tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya menusuk. “Sekarang kau ingin menghancurkan putraku juga?”

Nicholas menelan ludah, wajahnya memucat oleh rasa bersalah yang datang terlambat. Tapi egonya belum sepenuhnya menyerah.

“Aku tidak akan seperti ini kalau kau mengatakan siapa Elio padaku sejak awal!” bentaknya balik. Ia mundur setengah langkah, tapi suaranya justru semakin lantang. “Aku memang gila, Eleanor… tapi aku tidak akan pernah melukai putraku sendiri dengan tanganku!”

Kata-katanya menggantung di udara, menggema pelan lalu tenggelam dalam keheningan yang panjang.

Eleanor terpaku, matanya perlahan menatap lurus ke mata Nicholas. Ada luka lama dan rasa lelah yang menumpuk di bola matanya. Bahunya bergetar, suaranya tersangkut di tenggorokan. Setiap kali mencoba bicara, yang keluar hanya sedu dan napas yang patah.

“Aku memang salah,” katanya akhirnya, suaranya nyaris seperti bisikan. “Aku selalu salah. Aku yang harus bertanggung jawab atas semua kesalahan ini, kan?.”

Air mata jatuh tanpa ia sadari. Ia menyekanya cepat, menghela napas panjang, lalu menarik tangannya dari genggaman Nicholas.

Nicholas menatapnya lekat, tapi tak sempat bicara apa pun sebelum Eleanor berbalik dan melangkah pergi. Langkahnya cepat, nyaris terburu, seperti seseorang yang berlari menjauh dari reruntuhan hidupnya sendiri.

Langkah Eleanor terdengar terburu di koridor panjang itu, tapi suara langkah Nicholas mengejarnya lebih cepat.

“Eleanor, tunggu!”

Ketika ia berhasil menyusulnya di ujung lorong. Eleanor berbalik, air matanya mengalir lebih deras. Nicholas berhenti beberapa langkah di depannya, dada naik turun cepat tapi kali ini ia berusaha menahan diri.

“Tolong katakan padaku, Lea,” suaranya serak, teredam antara amarah dan harap. “Apa Elio benar-benar anakku?”

Eleanor menatapnya lama, tubuhnya bergetar.

“Tatap mataku dan katakan dengan jelas, kumohon.” lanjut Nicholas pelan. Ia membuang egonya, menatapnya dengan pandangan memohon.

Eleanor akhirnya berteriak, suara nyaring dari dasar tenggorokannya. “Ya! Dia putramu!”

Sekali lagi Nicholas terpaku. Suara itu memantul di dinding lorong batu, menggema seperti pengakuan yang menembus waktu.

“Bocah ingusan yang kau hina, yang kau sebut parasit dalam hidupku itu…” Eleanor terisak, suaranya mengguncang, “itu putramu, Nicholas Armand!”

Nicholas mengepalkan tangannya, matanya membulat tak percaya. “Bagaimana bisa…?” gumamnya pelan, seperti orang yang kehilangan pijakan.

Eleanor menatapnya, air mata mengalir deras di wajahnya. Ia terkekeh getir di sela tangisnya.

“Bagaimana bisa?” ulangnya dengan suara serak. “Harusnya kau bertanya pada dirimu sendiri, Nic. Jangan tanya padaku.”

Nicholas melangkah mendekat, lalu perlahan berlutut di hadapan Eleanor. Kepalanya menunduk, tangannya menahan lantai dingin yang mengilat di bawah cahaya lampu. Ia menatap tangannya, bekas kemerahan tanda luka yang ia ciptakan di tubuh Elio masih terlukis di sana.

Nicholas mendesah frustasi, “Kenapa kau tidak mengatakannya padaku, Lea?” katanya parau. “Kenapa kau merahasiakan kehadiran anakku dariku?”

Eleanor menatapnya, pertanyaan itu yang membuat luka di dadanya kembali terbuka. Ia menggigit bibir, mencoba menahan diri, namun bahunya bergetar tak terkendali. Suara tangis itu lolos, lirih dan menyakitkan. Cukup untuk membuat Nicholas tahu betapa hancurnya ia.

“Anakku tidak boleh tumbuh dalam kehidupan bajingan sepertimu, Nic!” katanya parau.

“Putraku harus tumbuh dengan baik… harus tumbuh jadi anak yang sehat fisik dan mentalnya.”

Napasnya terasa berat, kalimatnya tersendat di sela isak.

“Dia harus bahagia…” ucapnya lirih, lalu menunduk. “Dia tidak boleh seperti aku…”

Tangannya gemetar, menggenggam ujung bajunya sendiri, seolah menahan semua yang ingin tumpah.

“Putraku…” suaranya pecah, “putraku yang sejak dalam kandungan sudah ikut menyaksikan ayahnya beradu peluh dengan wanita lain.”

Nicholas mendongak, wajahnya memucat. Tapi Eleanor belum berhenti, setiap kata yang keluar terasa seperti darah dari luka yang tak pernah sembuh.

“Putraku, yang menemani wanita bodoh dan tidak berpendidikan ini menata hidup di negeri orang.” Ia tersendat sebentar, semakin diingat semakin perih.

“Aku menahan sakit sendirian, aku mengandungnya sendirian, melahirkannya tanpa siapa pun di sisiku. Aku mendengarnya menangis pertama kali… tanpa tahu harus memberitahukan pada siapa. Dan setiap kali ia tersenyum padaku, aku tahu… aku tahu membawanya pergi tanpamu adalah satu-satunya hal yang benar dalam hidupku.”

Eleanor menunduk, bahunya bergetar hebat.

“Jadi jangan tanya kenapa, Nic,” bisiknya di antara isak. “Jangan tanya kenapa aku menjauhkan dia darimu.”

Eleanor menatap Nicholas yang masih berlutut di bawah kakinya campur aduk, antara marah, kecewa, dan cinta yang sudah lama membusuk menjadi luka.

“Dan sekarang kau datang,” suaranya rendah, nyaris seperti bisikan, tapi setiap kata menusuk jantung Nicholas. “Setelah semuanya baik-baik saja. Setelah aku berjuang mati-matian bangkit dari keterpurukan”

Air matanya jatuh satu-satu, menimpa punggung tangan Nicholas.

“Apa yang kau cari, Nic?” suaranya meninggi, gemetar karena emosi yang menahan. “Kenapa kau menuntut hubungan dari wanita yang sudah kau hianati tujuh belas tahun lalu?”

Nicholas mendongak sedikit, matanya memerah, tapi Eleanor tak memberi kesempatan untuknya menyela.

“Kau datang mengganggu hidupku, menekanku dengan kekuasaan yang kau punya…” ia menggeleng pelan, air mata menetes dari dagunya, “dan aku masih bisa bertahan, Nic. Aku masih bisa...”

Eleanor maju setengah langkah,  “Tapi kenapa…? Kenapa kau menyakiti putraku juga?”

“Kenapa kau harus bertindak sejauh ini untuk wanita yang sudah kau perlakukan seperti sampah, Nicholas Armand? Kenapa…?!” teriaknya dengan suara serak.

Nicholas mendongak, matanya memerah, air mata menggenang di kelopaknya. Ia mencoba bicara, tapi suaranya tertelan napas.

“Lea, aku…”

“Atau karena aku sudah bukan gadis lulusan SMA yang bodoh lagi?” potong Eleanor dengan getir.

Suaranya gemetar, lelah dan putus asa. Seperti luka lama yang sudah lama terpendam, lalu pecah di satu waktu.

“Atau mungkin karena…” suaranya mengecil, tersendat di tenggorokan, “...karena apa, Nic?”

Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, bahunya berguncang. Tangisan itu akhirnya pecah sepenuhnya.

Nicholas menengadah, melihat dengan jelas betapa hancurnya perempuan itu karena dirinya.

1
Euis Maryam
luar biasa 💪💪
mbu ne
lupa....
Zao Ming yg mana?🤔
Mundri Astuti
alurnya melebar ini ya
Nurhasanah
karya mu bagus bngett thor 😍😍😍
Jambul Junior
sedih sekali 😭😭😭
buk epi
mungkinkah nich ingin anak zhao ming merasakan pahitnya hidup tanpa didampingi sosok ayah seperti yg elio rasakan selama ini
Titin Rosediana
seeruuuuuuuu❤️❤️❤️❤️
Grace Putri
aaaaa sedih puoll, tp berharap mereka bertiga bisa memulai kehidupan yg baru yaaa
Neni Abu Triana
keeeeeren👍
Ais
sedih sumpah thor😭😭😭😭
"ariani's eomoni"
😭😭
Mundri Astuti
next thor...mudah"an Lea dan elio bisa terima Nic lagi
Felycia R. Fernandez
siapa nih nama adik Elio apakah Elva??
Felycia R. Fernandez
😭😭😭😭😭😭
Jengendah Aja Dech
❤️
Nita Nita
/Cry//Cry//Cry/
Titin Rosediana
❤️❤️❤️❤️
Ⓜ️αɾყσɳσՇɧeeՐՏ🍻¢ᖱ'D⃤ ̐🐊
kirain bayine selamat minimal lahir prematurlah ada harapan buat mereka
Euis Maryam
lanjutkan
Nunung Suwandari
Sad 💔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!