NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Michelle mengira Alfred memiliki anak

Michelle baru pulang dari kerja part-time di kafe kecil, namun semangatnya tak pernah surut. Alih-alih rebahan menunggu waktu makan malam, dia malah langsung menuju dapur, membantu para koki menyiapkan makan malam.

"Bu Ros," sapanya lembut dengan senyum tulus, berharap bisa merengkuh sedikit kehangatan dari kepala pelayan itu yang selama ini yang kerap mengajaknya bicara.

Dan tak disangka, sapaan itu dibalas hangat. "Nona sudah pulang? Silakan istirahat dulu, kami masih sibuk menyiapkan makan malam," ujar Roslina sambil matanya menelisik bahan-bahan yang kurang, bergegas mencari yang perlu ditambah.

Michelle mengangkat kedua tangannya penuh semangat. "Aku ingin membantu, Bu."

Roslina menoleh, sedikit tersenyum. "Baiklah, nona. Tapi tolong pilih pekerjaan ringan saja, seperti memotong sayur."

Michelle membalas dengan canda yang penuh arti, "Atau jangan-jangan Bu Ros belum percaya dengan masakanku, ya?"

Roslina terkekeh ringan, lalu menggeleng pelan. "Bukan begitu, Nona. Tuan hanya ingin dimasak oleh koki pilihan hatinya. Kalau kokinya diganti mendadak, Tuan pasti tahu—rasa dan sentuhannya beda."

Michelle terperangah. "Om Al akan pulang?"

Roslina mengangguk, "Menurut berita, Tuan akan tiba sebentar lagi."

Michelle meletakkan jarinya di dagu, menyadari sesuatu. "Ternyata Om Al begitu detail... bahkan soal makanan, dia sangat peka."

Roslina tertawa kecil lagi, dan koki yang tengah sibuk memasak di sana ikut tersenyum, terhibur oleh keluguan istri sang tuan.

"Kalau begitu, kalian bisa membuat bakso, kan?" tanya Michelle pada koki yang hampir tak tampak lelahnya bekerja.

Sang kepala koki, pria paruh baya dengan tatapan tegas, menjawab, "Apa pun menunya, Nona, kami pasti bisa. Silakan pesan, apa saja keinginan Nona."

Mata Michelle berbinar. "Benarkah? Kapan-kapan aku ingin coba bakso buatan kalian." Semangatnya menggelegak seperti api yang siap menyala.

“Tentu, nona. Sekarang juga bisa kami buat untuk nona. Silakan ditunggu, makanan sesuai keinginan nona akan segera tiba,” kata kepala koki dengan senyum ramah, suara hangatnya mengalir ke seluruh dapur yang sibuk.

Michelle melonjak kecil, kedua kepalan tangannya terangkat penuh semangat di atas kepala, layaknya seorang anak kecil. “Kalian mau memasaknya sekarang!? Wah… asik!” soraknya penuh kegembiraan.

Mereka hanya tersenyum dan menggeleng pelan, namun dalam diam suasana di rumah itu mulai mencair sejak Michelle hadir. Biasanya, saat tuan rumah pulang, udara begitu tegang, menusuk dengan tatapan dingin yang membuat setiap nafas terasa berat.

Michelle menatap sekeliling dapur, lalu berkata sedikit mendesak, “Jadi… aku bisa bantu apa? Aku tidak mungkin hanya berdiri saja, kan?”

“Nona benar. Mbak Mia, tolong ambil daging di ruang pendingin,” perintah kepala koki sambil melirik penuh arti. “Sepertinya nona kita sangat suka memasak.”

Mia mengangguk, melangkah cepat masuk ke ruang samping dapur. Tatapan Michelle tak lepas dari pintu itu, seolah sedang menghitung detik hingga aksi dimulai. “Kita akan membuat bakso sesuai selera nona,” ucap kepala koki dengan nada semangat.

Michelle tersenyum lebar, semangatnya membuncah. “Wah, aku suka sekali! Terima kasih banyak, Pak!”

Tak lama kemudian, Mia datang membawa wadah berisi daging yang sudah digiling, meletakkannya dengan hati-hati di atas pantry. Mata Michelle langsung berbinar, tanpa menunggu lagi ia segera melangkah penuh semangat ke arah itu. Dengan cepat, dia mengenakan sarung tangan, tangan kecilnya bergetar tak sabar menyentuh lembutnya daging di hadapannya.

"Aku akan membulatkannya!" seru Michelle penuh semangat, kedua telapak tangannya mulai membentuk gumpalan daging itu menjadi bulatan sempurna. Senyum lebar merekah di wajahnya. "Ternyata membuat bakso itu seru sekali! Aku suka sekali!"

Roslina menatap Michelle dengan mata penuh kebahagiaan. "Lakukan saja apa pun yang membuat nona senang," ucapnya lembut, merasa hangat melihat gadis itu mulai membuka diri. Namun, benaknya dipenuhi tanda tanya akan sikap Tiara yang dingin dan tidak menyukai Michelle, padahal gadis itu begitu polos dan baik hati.

Tiba-tiba, seorang pelayan laki-laki melangkah mendekat ke meja Roslina, suaranya tenang namun tegas, "Maaf, Bu, Tuan sudah kembali."

Roslina segera berdiri tegap, menatap pelayan itu dengan penuh perhatian. "Kita harus berbuat apa sekarang, Om Al sudah kembali?" tanya Michelle dengan nada polos melihat sang kepala pelayan buru-buru melepaskan apron.

Roslina menarik napas dalam, lalu berkata tegas, "Nona di sini saja. Saya yang akan memimpin pelayan lain menyambut tuan."

“Aku ikut, Bu!” teriak Michelle, langkahnya cepat mengejar Roslina, kedua tangan masih menggenggam erat sarung tangan yang berlumuran daging giling.

Di dapur, para koki hanya saling berpandangan, kepala mereka bergeleng penuh geli. “Lucu sekali, nona Michelle,” bisik Mia, tak kuasa menahan tawa pada teman koki yang lain.

Michelle berhenti agak jauh di ujung barisan pelayan, berdiri di atas ujung jemari kakinya, matanya tajam menatap pintu di mana suaminya masuk.

“Selamat datang, Tuan!” teriak para pelayan serentak, suaranya seragam disertai gerakan hormat menunduk.

Michelle terkejut, tubuhnya membeku—hanya dia yang tidak membungkuk, matanya terpaku pada mata elang suaminya, Alfred. Alfred mengangkat alis, menatap istrinya yang masih mengenakan apron dan sarung tangan.

*Dia memasak?* pikirnya dengan campuran bingung dan geli. Langkahnya mantap mendekat, lalu berhenti di depan barisan pelayan sambil mencuri pandang ke arah Michelle yang masih berjinjit dan terlihat canggung.

Dalam hati Alfred tertawa pelan, *Dasar gadis aneh! Kenapa tidak berdiri di depan saja?*

Tanpa menoleh ke belakang, Alfred memberi perintah dengan nada tegas namun dingin, “Silahkan masuk!”

Semua mata seketika tertuju ke pintu masuk. Di sana, seorang pengasuh menggendong bayi mungil yang wajahnya bersinar seperti bintang jatuh. Kejutan menyapu ruangan, bahkan Michelle yang tadi tersembunyi di belakang para pelayan, tanpa sadar sudah berdiri di samping Alfred, matanya terpaku tak berkedip. “Om... sudah punya anak?” Suaranya tercekat pelan, penuh tak percaya.

Alfred menoleh, tatapannya tajam dan penuh beban. “Mulai sekarang, perlakukan bayi itu seperti kalian memperlakukanku. Dia bagian dari keluargaku, orang yang paling penting.”

Para pelayan serentak menjawab, “Baik, Tuan!” Tapi di balik ketaatan itu, Michelle masih berdiri membeku, jari telunjuknya yang masih kotor ia letakkan di dagu, alisnya bertaut menandakan gejolak di hati.

"Jadi begini ya... Om Alfred pergi sebulan penuh untuk menjemput bayi itu, anaknya yang baru lahir. Ternyata, aku menikahi seorang duda keren yang menyimpan rahasia besar." pikir Michelle, matanya menatap tajam pada bayi perempuan itu, campuran antara kekaguman dan keheranan yang sulit dia sembunyikan.

Alfred menaikkan sebelah alisnya, menunduk tajam menatap istrinya yang sedang bertarung dengan gelombang pikiran di kepalanya. Dengan lembut, ia mengetuk dahi Michelle, "Buang semua bayangan kosong itu dari otak kecilmu. Semua yang kau bayangkan hanyalah ilusi."

Michelle menatapnya penuh keterkejutan, matanya melotot. "Eh... Om Alfred tahu aku sedang berperang dengan pikiran? Jangan-jangan Om Alfred seorang cenayang?"

Michelle lalu melangkah menuju bayi mungil di ruang tamu, suaranya penuh cinta dan kegembiraan, "Dedek bayi, kamu begitu menggemaskan."

Alfred berhenti di ambang pintu lift, perlahan berbalik. Tatapannya menatap sang istri dengan campuran lega dan tak percaya. Ternyata, ada sisi lain dalam dirinya. “Baguslah, dia juga menyukai anak kecil,” gumam Alfred dengan senyum tipis mengembang di bibirnya.

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!