Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Anak Haram
Setibanya di sekolah si kembar Asila dan Edgar diarahkan menuju ruang guru. Di sana mereka mendapati keberadaan Dylan bersama dua siswa lainnya yang dianggap sebagai musuhnya.
Baru kali ini Edgar turun tangan menangani anak kecil, ia agak kebingungan harus mengambil tindakan apa atas kenakalan putranya.
"Maaf permisi Bu, saya orang tuanya Dylan, kalau boleh tahu ada permasalahan apa ya, hingga membuat saya dipanggil untuk datang kemari? Apakah anak saya tengah membuat keributan?"
"Oh..., jadi anda orang tuanya Dylan? Jadi begini Bapak, ibu, tadi Dylan sama temannya membuat keributan di kelas hingga mengganggu murid yang lain. Saya selalu kepala sekolah di sini sengaja mendatangkan orang tuanya agar bisa berdiskusi mengenai anak-anak. Kalau kita tidak mendidiknya sedari dini, apalah jadinya kalau mereka tumbuh dewasa, pasti akan banyak hal-hal yang akan merugikan. Apa kalian nggak malu jika anak kalian membuat ulah hingga memicu terjadinya keributan?"
Di situ Asila tersulut emosi. Dia merasa tak becus mendidik anak-anaknya. Padahal selama ini anak-anaknya tergolong anak yang penurut, mungkin Dylan agak bebal dan suka membantah, itupun dengan Edgar ayahnya sendiri, tapi dengan orang lain dia bisa menjaga etikanya.
"Bu, bukannya saya ingin melakukan pembelaan terhadap anak saya, tapi saya perlu tahu apa permasalahan mereka hingga memicu pertengkaran? Tidak akan ada asap kalau tidak ada api, saya tahu betul seperti apa anak saya."
"Mommy, aku nggak salah, mereka yang mengata-ngataiku," sahut Dylan mengadu.
"Mengata-ngatai gimana maksudnya? Kalau tidak berlebihan kamu juga nggak perlu membalasnya kan? Mommy paling nggak suka sama anak nakal. Mommy nggak pernah didik kamu buat jadi anak bandel. Ayo coba ceritakan pada mommy, tapi ingat, mommy ingin kamu bicara jujur."
"Jadi awalnya aku dikatain anak haram, nggak punya Ayah. Hampir setiap hari mereka bilang seperti itu, aku nggak terima lah, aku pukul mereka."
Dylan pun mulai menjelaskan titik permasalahannya. Dari situ Asila tahu siapa yang harus disalahkan.
"Ya kan emang kenyataannya seperti itu! Dylan memang tak memiliki ayah kan? Semenjak pindah ke sini kami tidak pernah mendapati kedatangan ayahnya Dylan, bahkan di rapornya tidak tertera nama ayahnya. Apa itu masih kurang jelas? Pokoknya aku nggak mau tahu, di sini Dylan sudah main kasar dengan anakku, aku tidak bisa menerimanya. Dia harus dihukum, dia harus dikeluarkan dari sekolah ini, jika tidak akan banyak murid yang menjadi korbannya!"
Salah satu dari wali murid yang merasa anaknya dijadikan korban oleh kenakalan Dylan tak terima jika Dylan dimaafkan. Dia bahkan meminta pihak sekolah untuk mengeluarkannya dari sekolah.
Ucapan wali murid itu mengundang kemarahan Edgar dan juga Asila. Mereka tak terima dengan penghinaan sekaligus pembullyan terhadap putranya. Andai saja pihak sekolah tidak bisa berbuat adil maka putranya lah yang akan dikorbankan, tentunya dampaknya sangatlah buruk, bisa berdampak pada mental putranya.
"Nyonya, anda punya hak apa ingin mengeluarkan putra saya dari sekolah ini? Memangnya ada itu siapa, ingin membuat kebijakan di sini. Jelas-jelas anak anda menghina anak saya. Saya ini ayah kandungnya, kenapa anda dan anak anda mengatainya anak haram? Di sini anda sudah menyebarkan fitnah! Saya bisa tuntut anda nyonya!"
Wanita bernama Risma itu melepas tawa meledeknya. Dia sama sekali tidak percaya bahwa pria yang berdiri di hadapannya itu ayah kandung si kembar. Dia malah membanggakan dirinya sebagai nyonya besar, wali murid terkaya di sekolah anaknya.
"Kamu dibayar berapa oleh ibunya si kembar? Mau-maunya kamu mengakui si kembar jadi anakmu! Kalau mau uang bilang saja, aku akan memberimu uang, tapi dengan satu syarat, kamu harus mengaku bahwa ibunya si kembar sudah memaksamu untuk mau menjadi ayahnya!"
Tangan Edgar terkepal kuat dengan sorot matanya tajam. Kesabarannya mulai menipis. Ia tak bisa terima jika sudah berani melunjak sampai merendahkan martabat istrinya.
"Nyonya, anda tahu siapa saya?"
"Siapa kamu? Memangnya itu penting? Palingan juga pemulung! Siapapun kamu aku nggak peduli. Statusmu tidak sebanding denganku. Kau tahu..., suamiku kepala divisi di perusahaan Pratama. Dia memiliki kekuasaan yang tinggi. Bahkan dia bisa membeli orang-orang sepertimu untuk dijadikan pembantu di rumahku."
"Kau benar-benar menguji kesabaranku! Kalau kau seorang laki-laki pasti kuhabisi di sini!"
Asila mencoba menenangkannya. Dia sendiri ikut panik dengan perdebatan yang semakin memanas. Ia hanya khawatir suaminya khilaf dan bisa melakukan hal yang tak terduga.
"Sudah-sudah, jangan diladeni. Biarkan dia mau ngomong apa! Nggak usah diambil hati!"
"Dia udah menghina kita sayang! Orang seperti ini harus dikasih pelajaran. Mulutnya begitu pedas. Dia tidak bisa menjaga lisannya dengan baik. Dia pikir aku tak berani melawannya. Mentang-mentang suaminya memiliki jabatan kepala divisi aja bangga! Aku bahkan bisa dengan mudah memecatnya!"
Asila menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin permasalahannya semakin runyam. Berawal dari pertengkaran anaknya merembet pada orang tuanya. Di situ pihak sekolah hanya diam tak ada niatan untuk mencari solusi terbaik. Nampaknya dia juga takut melawan wanita yang mengaku sebagai istrinya manager.
"Kau berani sekali melawanku! Kau pikir dirimu itu siapa? Pemilik perusahaan? CEO? Kau itu lebih pantas menjadi seorang pemulung! Gayamu aja pakai jas, tapi percayalah..., apapun jawabanmu tak akan bisa menyaingi suamiku."
"Sudah nyonya, jangan terlalu merendahkan orang, nggak baik."
Kepala sekolah yang awalnya diam kini mulai buka suara. Sebenarnya ia tak mau
Cepat pergi dan bawa anakmu keluar dari sini. Tempat ini khusus untuk murid-murid yang berprestasi dan jelas asal-usulnya, terutama jelas marganya. Kau tak pantas menyekolahkan anak-anakmu di sini. Bikin malu sekolah aja! Apa kau pikir semua orang nggak tahu kelakuan bejatmu! Kau itu hanya perempuan liar yang haus akan belaian laki-laki. Kau itu hanya cantik dari luarnya saja, tapi sejatinya hatimu busuk!"
"Sudah cukup! Hentikan ocehanmu itu! Aku bisa bertindak kasar padamu! Jangan kau pikir aku tak berani melawanmu! Kau itu hanyalah wanita culas yang kejam. Jangan kau pikir suamimu seorang divisi kau bisa semena-mena terhadap orang lain. Aku bahkan bisa membuat keluargamu miskin tujuh turunan!"
Asila tidak pernah tahu kenapa wanita itu begitu membencinya. Bahkan ia tidak pernah mengenalnya. Anaknya belum genap tiga bulan pindah ke sekolah itu, tapi sudah ada masalah yang berdatangan. Entah dari mana omongan buruk mengenai dirinya, padahal statusnya sangatlah dirahasiakan. Ia bahkan tidak pernah mengenalkan dirinya sebagai putri keluarga Wijaya, sekaligus pemilik sekolah TK di mana kedua anaknya bersekolah.
Wanita itu tersenyum miring melirik ke arah Asila sembari meledeknya. "Demi perempuan nggak tahu diri ini kau sampai berani melawanku! Lihat saja, aku akan hubungi suamiku. Dia pasti akan datang untuk memberikan pelajaran padamu!"