Niat hati hanya ingin membalas perbuatan sepupunya yang jahat, tetapi Arin justru menemukan kenyataan yang mengejutkan. Ternyata kemalangan yang menimpanya adalah sebuah kesengajaan yang sudah direncanakan oleh keluarga terdekatnya. Mereka tega menyingkirkan gadis itu demi merebut harta warisan orang tuanya.
Bagaimana Arin merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nita kinanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Iba
Arin berdiri di depan pintu sebuah rumah. Sebelumnya, dia sudah menghubungi pemilik rumah dan membuat janji untuk bertemu.
"Silahkan masuk, Tuan Danu sudah menunggu di dalam," sambut pembantu yang membukakan pintu.
"Terima kasih." Arin mengangguk lalu melangkah masuk.
Seorang laki-laki paruh baya tengah duduk di sebuah sofa klasik langsung berdiri menyambut Arin. "Akhirnya kamu datang," ucapnya.
"Selamat siang, Om Danu," sapa Arin.
"Silahkan duduk, tidak usah sungkan!" balas laki-laki itu ramah.
Ketika Arin memutuskan untuk mencari tahu yang sebenarnya, Danu adalah satu-satunya orang yang terlintas di pikiran Arin.
Laki-laki yang secara tidak sengaja dia temui di pesta pertunangan Tania itu mungkin mengetahui sesuatu. Dia mengatakan jika perusahaannya dan perusahaan Laksmana melakukan kerja sama. Mungkin Arin bisa memulai dari sana. Beruntung Arin masih menyimpan kartu nama laki-laki itu.
Arin tidak tahu apa-apa tentang pria ini. Bahkan nama lengkap Danu pun dia tidak tahu. Arin memang sulit untuk mempercayai orang asing. Tetapi, demi mencari tahu misteri mengenai Pandu, Arin harus berani mengambil resiko menemuinya.
Hanya tertera nama sebuah perusahaan dan nomor telepon di kartu nama itu. Ketika Arin menghubungi nomor yang tertera dan menyampaikan maksudnya, Arin diarahkan untuk datang ke suatu alamat. Di sinilah Arin sekarang berada.
"Bagaimana kabarmu, Rin? Terakhir kali kamu kesini saat usiamu sekitar sembilan atau sepuluh tahun. Apa kamu masih ingat itu?"
"Sepuluh tahun, Om. Aku ingat persis usiaku karena setelah itu papa mama meninggal. Sepuluh tahun adalah terakhir aku merayakan ulang tahun. Setelah itu aku tidak merayakan ulang tahun, yang ke sebelas dan seterusnya," terang Arin.
Menginjak usia sebelas tahun Arin sudah tinggal bersama Darsih dan hidup dalam keterbatasan. Jangankan merayakan ulang tahun, untuk makan sehari-hari saja mereka kesulitan. Darsih sudah berhenti bekerja di kediaman Laksmana lalu menjadi buruh serabutan.
"Aku sempat datang ke rumah Laksmana, sebulan setelah kepergian mamamu. Aku merasa khawatir dan ingin memastikan keadaanmu. Pasti sulit bagi anak seusiamu ditinggal orang tua disaat yang hampir bersamaan." Danu mulai bercerita.
"Waktu itu, keluarga Pandu sudah tinggal di sana. Aku menanyakan keberadaanmu kepada Pandu. Dia mengatakan kalau kamu dia sekolahkan di luar negeri."
Perusahaan Laksmana tidak pernah bangkrut, itu artinya papanya tidak punya hutang dan rumahnya tidak pernah disita. Dan polosnya Arin tidak mengetahui itu semua. Dia sama sekali tidak curiga.
Arin sangat berterimakasih ketika Pandu memberinya sebuah gubuk tanpa tahu jika laki-laki itu sebenarnya merebut istananya.
"Aku? Sekolah di luar negeri?!" Arin tertawa getir. Arin tidak menyangka, Pandu, paman yang dia pikir sangat menyayanginya itu bisa mengarang cerita sedemikian rupa.
Danu mengangguk yakin. "Iya, Pandu mengatakan padaku dengan jelas, kamu sekolah di luar negeri dan tinggal di asrama. Mendengar itu, aku tidak jadi khawatir dengan keadaanmu. Aku pikir Pandu sudah merawatmu dengan baik."
Arin hampir menangis mendengar cerita Danu.
Sekarang Arin mengerti kenapa Pandu memberinya sebuah rumah kecil di kawasan perkampungan kumuh, karena tidak mungkin teman kolega-kolega Angga, pengusaha-pengusaha kaya raya itu ada yang blusukan sampai ke sana untuk mencari Arin.
"Aku sempat meminta izin untuk bisa menghubungimu. Tetapi Pandu mengatakan jika asrama tempatmu tinggal memiliki aturan yang sangat ketat. Tidak sembarang orang bisa menghubungimu. Aku berpikiran positif waktu itu. Mungkin Pandu memang menyekolahkan kamu di sekolah terbaik karena itu aturannya sangat ketat," lanjut Danu mengenang kejadian bertahun-tahun tahun silam.
"Malam itu, di pesta pertunangan anaknya Pandu kita bertemu. Aku pikir kamu baru kembali dari luar negeri. Hingga kamu menumpahkan minuman lalu kamu mengatakan jika kamu dibesarkan oleh pembantu."
"Aku cukup terkejut mendengar yang kamu katakan. Aku ingin menanyakan itu padamu, tetapi aku tidak bisa menemukan kamu setelah kejadian itu."
Setelah menumpahkan minuman, Arin menyusul Tania untuk meminjam pakaian, pantas Danu tidak bisa menemukannya.
"Jadi, dimana kamu selama ini? Apa benar di luar negeri atau dimana?"
Lalu Arin menjelaskan keberadaannya selama ini. Sekolah di luar negeri itu hanya hoax yang Pandu buat agar tidak ada yang mencari-cari Arin.
"Ibu Darsih yang merawatku selama ini, dan kemarin dia meninggal dunia," tutup Arin di akhir ceritanya.
Danu terdiam. Dia menatap Arin dengan tatapan iba. Tidak pernah terbayang jika gadis itu mengalami penderitaan yang luar biasa setelah kehilangan kedua orang tuanya.
"Maafkan aku, seharusnya aku tidak percaya begitu saja dengan kata-kata Pandu. Aku pikir kamu sudah berada di tangan yang tepat karena dia keluargamu. Tapi ternyata ... " Danu menghembuskan nafas pelan, tidak melanjutkan kalimatnya.
Sebenarnya Danu ingin membawa Arin hari itu, tetapi sebagai keluarga, Pandu lebih berhak merawat Arin karena itu Danu mengalah.
"Maaf, Om Danu. Apakah Om ingat kecelakaan papa?" Giliran Arin yang bertanya.
Danu mengangguk. "Kecelakaan itu terjadi hanya beberapa hari setelah aku dan Angga menandatangani kontrak kerja sama. Aku juga terkejut ketika mendengar berita itu."
"Aku tahu apa penyebab papa kecelakaan?" tanya Arin lagi. Waktu itu dia terlalu kecil untuk tahu lebih detail.
"Seingatku, kecelakaan itu terjadi karena sopir papamu mengantuk."
Arin teringat sopir keluarganya yang meninggal di tempat saat kecelakaan itu. Mungkin memang benar kecelakaan yang dialami papanya adalah murni karena kelalaian sopir. Itu artinya Arin harus mencoret kemungkinan sabotase yang dilakukan Pandu untuk menghilangkan nyawa papanya.
Arin sempat berpikir jika mungkin saja kecelakaan yang dialami ayahnya juga sebuah rekayasa. Tetapi sepertinya itu tidak benar.
"Apa Om Danu tahu sesuatu tentang perusahaan Laksmana? Apa benar perusahaan papa bangkrut?"
Laki-laki itu tampak berpikir. "Aku memang tidak tahu banyak soal perusahaan Laksmana. Aku tidak pernah mendengar kabar jika perusahaan itu bangkrut. Kalaupun memang bangkrut pasti perusahaan-perusahaan yang berkerja sama dengan perusahaan Laksmana terkena imbasnya. Tetapi sampai sekarang semuanya baik-baik saja."
"Memang ada yang janggal. Yang aku tahu, perusahaan itu adalah milik Angga. Dia pemilik sembilan puluh persen saham di sana. Tetapi setelah mamamu meninggal, Pandu yang mengambil alih perusahaan itu. Kerja sama dengan perusahaanku juga dilanjutkan oleh Pandu."
"Seharusnya, setelah mamamu meninggal perusahaan itu di wariskan kepadamu. Tetapi karena kamu belum cukup umur, kemungkinan Pandu, satu-satunya keluargamu, diangkat menjadi walimu. Dia menjalankan perusahaan sampai kamu dianggap dewasa di mata hukum, setelah itu perusahaan diserahkan kembali kepadamu. Harusnya seperti itu."
"Kalau menurut hukum, perusahaan itu seharusnya diserahkan kembali kepadamu setelah kamu berusia sembilan belas tahun, atau setelah kamu lulus SMA."
"Lulus SMA?!" ulang Arin.
Lulus SMA adalah masa tersulit dalam hidup Arin hingga dia hampir mengakhiri hidupnya. Kasus yang menjeratnya, kehilangan beasiswa, diblacklist dari universitas-universitas ternama, hingga Arin hanya bisa melanjutkan kuliah di luar kota.
Apa itu juga bagian dari upaya Danu untuk menyingkirkannya?