Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NANGIS BOMBAY
Jam kantor memang dimulai jam 8, tapi setengah jam sebelum dimulai para tim yayasan sudah datang dengan keriwehannya. Apalagi kalau ibu-ibu begitu, akan riweh dengan bontotan sarapan yang tak sedikit. Kadang begitu, mereka sarapan bersama, bagi yang tak sempat sarapan hanya modal sendok dan piring mereka akan kenyang.
Seperti pagi ini, Bu Dyah membawa nasi jagung 5 bungkus, niatnya memang dimakan bersama. Bu Dyah mengambil 3 bungkus, sedangkan 2 bungkus lain diberikan pada tim lain. Di belakang meja beliau ada space kosong yang biasa digunakan beliau, Amelia, dan Hawa untuk cerita dan selonjoran sekedar mengistirahatkan badan, dan pagi ini sengaja digelar untuk sarapan bersama. Hawa dan Amelia sudah datang, para gadis tak ada tanggungan antar anak sekolah mah langsung saja berangkat kerja sebelum jalan macet juga.
Amelia sejak datang tadi sudah kepo dengan cerita Hawa, hanya saja belum berani tanya maklum ini masih pagi, masa' iya dibuka dengan cerita sedih. "Ayo sarapan, saya bawa nasi jagung banyak nih, dijamin enak se kota raya," ujar emak-emak satu ini mempromosikan nasi jagung. Bahkan beliau langsung menyodorkan sendok pada Amelia dan Hawa untuk segera bergabung, padahal kebiasaan Hawa sarapan hanya makan dua butir telor saja, ini malah disuruh makan berat. Hem tak apalah, icip sedikit saja.
"Kemarin kata Pak Satpam kamu keluar sama Pak Bima saat jam makan siang, Miss?" tanya Bu Dyah sembari menyuapkan nasi jagung. Hawa yang masih mengunyah sambal goreng tempe langsung tersedak. Bu Dyah dan Amelia langsung menatapnya curiga.
"Hayoloh, terciduk!" goda Bu Dyah. Hawa langsung mengambil tumblernya, minum air tersedak sambal goreng bikin tenggorakan gak enak banget. "Kemana?" lanjut beliau.
Hawa tak berniat menutupi, "Ke hotel!"
Giliran Amelia dan Bu Dyah yang tersedak, bahkan Amelia sampai terbatuk dan wajahnya merah, Pak Zul yang lagi makan nasi jagung di meja lain langsung nimbrung.
"Makanya kalau makan itu jangan ngomong saja," ucap beliau. Amelia dan Bu Dyah langsung menatap horor pada Hawa.
"Santai dulu ah, lagi makan nasi jagung juga!"
"Eh, Wa. Kamu udah siram pertalite enak saja main kabur. Buruan," omel Amelia tak sabar, mumpung masih ada waktu sebelum kerja dan Pak Bima yang belum datang juga.
"Aku ke hotel kemarin karena dapat chat dari seseorang, wanita. Memfoto Uki, ya kalian tahu sendirilah berakhir bagaimana!"
"Omo,omo, mereka kikukiku?" tanya Amelia yang langsung digeplak pahanya oleh Bu Dyah. Beliau emak-emak vibes positif langsung memberi warning untuk tidak berprasangka buruk.
"Gak boleh gitu, siapa tahu mereka saudara," ucap Bu Dyah, namun Amelia hanya melengos saja. Yakin deh mereka bukan saudara dan tebakan Amelia benar bahwa terjadi perselingkuhan di sana.
"Tapi benar yang dibilang Mbak Amel, Bu Dyah. Jadi saat aku ke sana diantar Pak Bima, si cewek baru selesai mandi dan Uki juga baru keluar dari kamar mandi, mana pakai handuk doang dan rambutnya basah," Hawa kembali meneteskan air mata saat cerita, untung saja dia lagi tidak mengunyah nasi jagung, tak ada drama tersedak.
Amelia langsung mengusap pundak Hawa, merasa iba dengannya yang begitu setia pada Uki tapi ternyata dikhianati juga. Memang ya patah hati berawal dari hati yang tulus, asyeek. Ditambah pacaran mereka melebihi kredit motor lagi, nyeseknya sampai tembus layar. Hawa berusaha tegar, namun tetap saja pengkhianatan Uki terlalu menyakitinya. Dia pun menceritakan kronologi pengakuan Uki hingga ada fakta 3 bulan phone s*x dengan perempuan itu, Amelia yang mendengar fakta tersebut ingin melabrak Uki saja.
"Hem, anunya perlu dipotong saja, Wa!" lanjut Bu Dyah ikutan emosi setelah mendengar fakta yang ada, tak ada lagi vibes positif lagi, malah memberi anjuran ekstrem begitu. Hawa ingin tertawa tapi kok ya ngenes. Ia pun kembali mengusap air matanya dengan tisu, rasanya lelah menangis. Sejak kemarin malah, nyesek banget tahu.
"Masih menangis?" sapa Pak Bima dengan nada menyindir, tepat saat Hawa mengusap tangisannya dengan tisu. Amelia dan Bu Dyah makin mengompori.
"Iya, Pak. Patah hati sekali kayaknya," lapor Amelia yang ditabok oleh Hawa, tak perlu diperjelas juga. Bima ada di lokasi saat itu, jadi tahu bagaimana Hawa. Pria itu tersenyum tipis lalu masuk ke ruangannya.
"Terus Pak Bima gimana lihat itu, Wa?" tanya Bu Dyah, bayangannya seperti adegan di sinetron yang beliau tonton langsung hajar Uki begitu.
Hawa berdecak sebal, "Dia mah tanpa ekspresi banget, gak banyak omong, diam saja langsung geret saya buat keluar kamar. Padahal saya kan pengen jambak mereka juga. Tapi udah saya gampar si Uki," ujar Hawa sedikit emosi. Intonasinya naik, sehingga Pak Zul dan Pak Iqbal tiba-tiba sudah di belakang mereka, anteng mendengarkan setelah menghabiskan nasi jagung.
"Terus kamu yang memutuskan?" tanya Pak Iqbal dan ketiga perempuan itu menoleh. Hawa kaget dengan kehadiran mereka, auto jadi rahasia umum dong kisah percintaannya.
"Pak Iqbal, kenapa ikut-ikut sih," protes Hawa tak terima. Namun keduanya tertawa saja.
"Makanya Miss Hawa, masih muda tuh banyakin main, traveling. Jangan main pacal-pacalan, sakit kan tuh," ledek Pak Iqbal diiringi tawa rekan yang ada di ruangan ini. Masa berkabung Hawa jelas dibahas dan disindir terus nih sama bapak-bapak itu. Apalagi dia yang paling bontot di ruangan ini.
"Sudah gak usah menangis terus, kan masih ada Pak Arik," ledek Bu Heni, kakak kelas Pak Arik, guru olahraga yang memang naksir sama Hawa sejak gadis ini masuk menjadi tim yayasan. Keduanya sering berinteraksi juga bila ada lomba bidang olahraga. Terlebih Hawa saat SMA mantan atlet voli, jadi ya nyaman saja kalau diskusi dengan Arik.
"Putus cinta itu gak harus mengganti orangnya, Bu Heni. Tapi ganti suasananya saja. Miss Hawa selama ini kan gadis yang baik, cantik, kalem, bisa dong beralih menjadi genre adventure, mbolang ke sana ke mari mencari alamat," kan kan Bu Dyah mulai mengeluarkan candaan, kayak gini nih semua pada meledek Hawa untuk segera move on. Mereka tertawa termasuk Hawa, yah setidaknya karena guyonan ini, Hawa bisa tertawa lagi.
Mau bagaimana lagi. Namanya proses hidup, ada kalanya tertawa, ada kalanya menangis. Dijalani saja, toh yang merasakan pengkhianatan juga bukan Hawa saja, dan mereka bisa bangkit. Nasehat Bu Dyah sebelum mereka fokus pada kerjaan masing-masing dan mengena dalam hati Hawa adalah bersyukur ditunjukkan sifat asli Uki, Miss Hawa. Lebih baik sakit sekarang daripada sakit saat sudah berumah tangga. Percayalah, Miss Hawa akan mendapatkan laki-laki yang baik nantinya.
Hawa auto mewek lagi, sembari memeluk Bu Dyah, sangat benar. Mungkin sekarang banyak air mata yang keluar, tapi untuk esok dan ke depannya, tawa bahagia Hawa akan tercipta.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭