NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Karena mantan pacarnya, di mata Elizabeth semua pria itu sama saja. Bahkan setelah putus, dia tidak ingin menjalin hubungan asmara lagi. Namun, seorang pria berhasil membuatnya terpesona meski hanya satu kali bertemu.

"Aku tidak akan tertarik dengan pria tua seperti dia!"

Tapi, sepertinya dia akan menjilat ludahnya sendiri.

"Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya? Bahkan tersenyum atau menatapnya saja tidak boleh!"

"Karena kamu adalah milik saya, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Hari ini tanggal merah, cuti bersama. Jadi, tidak ada yang ke kantor, termasuk Elizabeth. Meski begitu, dia tetap mengerjakan tugasnya di rumah. Hampir dua jam Eliza berdiam diri di kamar dengan laptop di hadapannya. Sekarang sudah jam sepuluh pagi, dia mendadak lapar.

Memastikan file nya sudah ia simpan di flashdisk, Eliza pun segera keluar dari kamar. Karena ini tanggal merah, tentunya sang papa juga di rumah.

"Hai, sepupu!"

Mata Eliza terbelalak, dia berdiri kaku di tengah tangga, matanya menatap ke arah seorang laki-laki yang tersenyum lebar ke arahnya.

"Baiklah, mulai sekarang hidupku tidak tenang lagi," batin Elizabeth sebelum tubuhnya dipeluk erat oleh Radikta, sepupunya yang baru kembali dari luar kota.

"Sepupu mu yang tampan ini sudah kembali! Haruskah kita rayakan?!" Radikta melepaskan pelukannya dan menatap Eliza dengan mata berbinar.

Eliza memutar bola matanya malas. Dia melanjutkan langkahnya menuruni tangga. "Memangnya kamu siapa? Bukan orang sepesial bagiku," balasnya.

Radikta terbelalak. "Tega sekali! Padahal aku sudah membelikan kamu oleh-oleh yang banyak!" Dia melipat tangannya di depan dada sembari menatap punggung Eliza yang berhenti di tangga terakhir.

"Tidak tertarik," ucap Eliza setelah terdiam beberapa detik. Dia menghampiri Sadipta yang sedang berduaan dengan istrinya di ruang keluarga. Hari libur seperti ini, Sadipta memang sering ke rumah orang tuanya. Sedangkan Austin dan Geisha, mereka akan menghabiskan waktu di belakang rumah, bersantai di gazebo sambil bercerita.

"Baru aku tinggal lima bulan, kamu sudah sok jual mahal begini," cibir Radikta. "Harusnya aku tidak pulang saja, ya? Lagi pula tidak ada yang mengharapkan aku pulang di sini." Wajahnya berubah sedih.

Radikta adalah anak brokenhome. Kedua orang tuanya cerai, dia ditinggalkan di rumah sendirian, sedangkan kedua orang tuanya pergi dengan kehidupan baru mereka. Sudah lima tahun lamanya dia hidup sendiri, sekarang umurnya 26, dan dia telah memiliki cafe yang cukup terkenal di Bandung, cafe yang lebih sering dikunjungi oleh remaja, karena memang suasananya cocok untuk nongkrong. Dia pulang ke sini hanya untuk mengunjungi keluarganya yang lain.

Semenjak kedua orang tuanya cerai, Austin yang paling berperan penting dalam hidup Radikta. Pria itu membayarkan biaya kuliah Radikta. Itu sebabnya Radikta benar-benar berhutang budi pada keluarga ini. Ya meskipun dia dan Elizabeth jarang akur, tapi itu semua adalah bentuk kasih sayang mereka.

Mendengar ucapan Radikta, Elizabeth, Sadipta dan Katya menoleh ke arahnya.

"Kalau begitu, aku akan kembali ke Bandung saja." Radikta mengusap air mata palsunya dengan dramatis.

Elizabeth mendengus. Meski Radikta sedang berdrama, entah kenapa Elizabeth tetap kasihan. Makanya dia langsung kembali menghampiri Radikta dan tanpa aba-aba naik ke punggung pria itu.

"Ayo antarkan aku ke istana!" Eliza menepuk pundak Radikta seolah pria itu adalah kuda.

"Baiklah, Tuan putri kurcaci!" Radikta berlari menuruni tangga dengan senyum lebar.

Meski hidupnya begitu suram, Radikta tetap bersinar dengan senyum cerianya. Dia benar-benar tumbuh menjadi laki-laki kuat, ramah, baik, sopan, ceria, seolah semua masalah yang menimpanya tidak mempan pada dirinya.

"Apa maksudmu kurcaci?! Aku princess, bukan kurcaci!" Elizabeth mencubit lengan Radikta setelah dia turun dari gendongan.

"Kurcaci lebih cocok untukmu, lihat, kecil sekali." Radikta mengangkat lengan Eliza yang memang lebih mungil dibandingkan lengannya.

"Sepupu kurang ajar!" Tangan Eliza sudah terangkat hendak memukul Radikta, tapi Sadipta lebih dulu bersuara.

"Elizabeth," tegur sang kakak.

Eliza cemberut, dia pun memilih duduk lesehan di karpet bulu sambil membongkar oleh-oleh dari Radikta.

Radikta tertawa puas karena ada yang membelanya. Dia menyandarkan tubuh di sandaran sofa, matanya menatap Eliza yang sibuk sendiri.

"Semuanya untuk kamu. Aku tau, stok camilan mu sisa sedikit, kan? Nah, kurang baik apa lagi sepupu mu ini, El?"

"Cuma ini saja? Kurang!" kata Elizabeth. Dia melirik sinis sepupunya. "Kamu pikir aku semut? Makan ku banyak, hanya sekantong camilan seperti ini, aku tidak akan kenyang!"

Radikta mendengus. Dia menangkup kepala Eliza dan mengarahkannya ke arah TV. "Buka mata sebelum protes!" katanya.

Elizabeth berdeham canggung, kenapa dia baru tau kalau ada oleh-oleh lainnya di depan TV? Dia pikir hanya ada di atas meja saja.

Sadipta dan Katya terkekeh melihat tingkah kedua sepupu itu.

"Sama-sama," celetuk Radikta membuat Elizabeth memutar bola matanya.

"Terima kasih!" ucapnya sedikit ketus. Lalu dia membuka salah satu jajanan khas Bandung yang ada di plastik oleh-oleh.

Radikta terkekeh mendengar ucapan ketus Elizabeth, tangannya terulur mengacak-acak rambut gadis itu.

Meski hanya beda satu tahun, Radikta tetap menganggap Elizabeth adalah adiknya. Tingkah Elizabeth yang seperti anak kecil, membuat Radikta ingin melindunginya. Walaupun mereka seperti kucing dan tikus.

****

Esoknya, Eliza kembali masuk ke kantor. Hari ini dia diantar oleh Radikta. Sepupunya itu menginap di rumahnya tadi malam, mungkin seterusnya juga, karena di rumah Radikta, tidak ada siapa-siapa. Lagi pula Eliza juga senang, karena dia memiliki teman nonton dan menggibah.

"Apa ini?" Kening Elizabeth mengerut saat Radikta menyodorkan uang padanya.

"Uang," jawab Radikta.

Eliza berdecak kesal, dia tau itu uang, tapi untuk apa?!

Radikta terkekeh melihat raut wajah adik sepupunya. "Anggap saja uang saku hari ini," ujarnya menjawab.

Awalnya Eliza tak terima, karena dia bukan anak kecil lagi yang selalu diberi uang saku. Tapi, sedetik kemudian dia berubah pikiran. Setidaknya dia bisa berhemat karena Radikta memberinya uang.

"Ah, okay. Terima kasih, sepupu! Sering-sering seperti ini, ya!" Eliza mengedipkan sebelah matanya sebelum keluar dari mobil dan berlari memasuki gedung perusahaan.

Radikta geleng-geleng kepala melihat Elizabeth. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil. Hidup sebagai anak tunggal, nyatanya sangat sepi, sebab itu Tuhan menghadirkan Elizabeth untuk Radikta jahili.

Eliza menghembuskan nafas kasar setelah masuk ke lift. Namun, dia langsung tersenyum lebar sambil menghitung uang saku dari Radikta.

"Lima ratus? Wow ... ternyata dia kaya juga," gumamnya lalu tertawa kecil. "Kalau setiap hari begini, aku bisa kaya." Padahal dasarnya dia juga orang kaya.

Dia menegakkan tubuh saat lift terbuka, seorang perempuan masuk dan tersenyum padanya. Elizabeth tentu saja membalas senyuman itu tak kalah ramah. Tapi, sebenarnya dia bingung, karena tidak pernah melihat perempuan ini sebelumnya, apa karyawan baru?

"Kamu karyawan baru, ya?" tanya Eliza. Sudah dibilang, kan, dia itu orang yang kepo!

"Ah, tidak." Perempuan tersebut menggeleng sambil terkekeh. "Aku ada keperluan dengan atasan mu," lanjutnya.

Eliza mengerutkan keningnya bingung, namun kemudian dia mengangguk saja.

"Tapi, sepertinya Pak Al belum datang. Ini masih terlalu pagi," kata Eliza.

"Oh, benarkah? Tak apa, aku akan menunggu di ruangannya saja."

Semakin aneh, kenapa perempuan ini berlagak seperti sangat mengenal Altezza? Eliza bingung sendiri. Teringat sesuatu, dia pun kembali membuka suara.

"Saya Elizabeth, kalau kamu?" Dia menyodorkan tangannya dan disambut baik oleh si perempuan.

"Hwara," jawab Hwara sembari tersenyum.

"O–oh?" Elizabeth sedikit terkejut. Ini kan—

"Saya rasa kamu karyawan baru di sini, salam kenal, ya," kata Hwara. Dia terkekeh kecil melihat wajah melongo Elizabeth.

"Ah iya! Salam kenal, hehehe ...." Elizabeth mengusap tengkuknya dengan gugup. Ternyata benar apa kata orang-orang, Hwara itu cantik, tubuhnya bagus, senyumnya ramah, benar-benar seperti bidadari. Hanya satu pertanyaan dalam benak Elizabeth, kenapa Hwara dan Altezza tidak jadi menikah? Secara, Hwara itu adalah perempuan baik-baik. Nah, berarti masalahnya ada pada Altezza, bukan?

"Dasar manusia es, ternyata dia yang bermasalah di sini. Pantas saja mereka tidak jadi menikah," batinnya geram.

Bersambung...

1
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!