NovelToon NovelToon
Dimanja Sahabat Sendiri

Dimanja Sahabat Sendiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Dokter / Office Romance
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Aruna adalah seorang perawat di poli psikiater yang bekerja bersama sahabat lamanya, Dirga — seorang dokter psikiater . Persahabatan mereka yang telah terjalin sejak SMA berlanjut hingga dewasa, bahkan keluarga mereka pun saling mengenal dekat. Namun kehidupan Aruna berubah ketika ia mulai menerima teror misterius dari seseorang yang terus mengintainya. Ketakutan membuatnya mencari perlindungan pada Dirga tanpa berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah tekanan batin itu, keduanya juga menghadapi desakan orang tua masing-masing untuk segera menikah.

Dalam kebingungan dan rasa terdesak, Aruna dan Dirga akhirnya sepakat menikah. Bagi Dirga, pernikahan itu hanyalah cara memenuhi keinginan keluarga. Namun bagi Aruna, keputusan itu menyimpan alasan tersembunyi . Seiring waktu, Dirga mulai melihat sisi lain dari Aruna: trauma, luka, dan rahasia masa lalu yang membuatnya hancur dalam diam.
Akan kah Cinta akan menyatukan mereka atau mungkin akan memisahkan keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11.Bayangan mengancam?

Bruk!

Dirga jatuh menimpa Aruna. Mereka berdua ambruk, dengan tubuh Dirga tepat menghimpit tubuh Aruna. Bibirnya menempel di pipi gadis itu, hangat dan lembut, begitu dekat hingga Aruna bisa merasakan napasnya menyapu kulitnya.

Waktu seolah berhenti. Mata Aruna membesar, napasnya tercekat. Jantungnya berdegup kencang tak karuan, wajahnya langsung panas seperti terbakar. Dirga sendiri terpaku, bibirnya masih menempel samar di pipi Aruna, matanya menatap lurus ke wajah gadis itu dari jarak sedekat ini.

“G… Ga…” suara Aruna tercekat, matanya membesar penuh keterkejutan.

Napasnya tersengal, tubuhnya menegang seketika. Sekilas, bayangan gelap berkelebat dalam kepalanya—siluet wajah, nafas kasar, sentuhan paksa yang dulu merenggut paksa dunianya.

Aruna langsung bergetar. Tangannya menekan keras dada Dirga, mendorongnya sekuat tenaga. “Jangan… jangan sentuh gue!” suaranya pecah, panik, lirih tapi tajam.

Dirga terperanjat, buru-buru menyingkirkan tubuhnya, mundur sambil terengah. Matanya membelalak melihat Aruna gemetar hebat. “Run…” panggilnya hati-hati.

Aruna menutup wajah dengan kedua tangannya, tubuhnya bergetar keras. Air mata membasahi pipinya tanpa bisa ia tahan. Jantungnya berdebar cepat, napasnya memburu tak teratur, seolah ia kembali terjebak dalam ruang gelap yang menghancurkannya.

“Aku… aku nggak bisa… aku—” suaranya patah, penuh ketakutan.

Dirga menelan ludah, wajahnya berubah cemas. Ia ingin menyentuh bahu Aruna, tapi langsung menahan diri, takut reaksinya makin parah. Ia hanya duduk dekat, mencoba menenangkan lewat suara.

“Run… dengerin gue. Itu cuma kecelakaan. Gue nggak maksud… gue nggak akan nyakitin lo. Lo aman sama gue, lo percaya kan?”

Namun kata-kata itu hanya sedikit menembus tembok yang sudah terlanjur retak. Aruna masih tersedu, tubuhnya mengecil, seperti ingin lenyap.

Dirga mengernyit, naluri seorang psikolognya langsung bekerja. “Run… reaksi lo barusan, itu bukan cuma kaget biasa. Lo gemeteran, lo nangis tiba-tiba, lo dorong gue kayak gue bahaya buat lo. Itu… gejala trauma, Run. Lo sadar nggak?”

Aruna mendongak cepat, matanya memerah, air mata masih menetes. “Apa?!” suaranya meninggi, tajam. Ia berdiri setengah bangkit, marah bercampur panik. “Lo pikir gue pasien lo? Lo pikir gue sakit? Jangan samain gue sama orang-orang yang datang ke ruangan lo buat curhat! Gue bukan itu, Dirga!”

Dirga mengangkat kedua tangannya, berusaha menenangkan. “Gue nggak maksud ngerendahin lo. Gue cuma—”

“Cuma apa? Mau analisis gue? Mau bikin gue jadi bahan catatan lo?!” Aruna bergetar, nadanya penuh luka. “Gue cuma… gue cuma nggak suka disentuh mendadak, oke? Itu aja. Orang lain juga bisa kok ngerasa nggak nyaman kalau posisinya kayak tadi. Jangan bikin seolah gue ada masalah serius.”

Kata-kata itu terdengar logis, bahkan nyaris meyakinkan. Tapi getar di suaranya, tatapannya yang menghindar, tubuhnya yang kaku—semuanya mengkhianati alasan yang ia lontarkan.

Dirga menatapnya lama, ada ragu di matanya. Ia tahu ada sesuatu yang jauh lebih besar bersembunyi, tapi ia juga tahu kalau mendesak lebih jauh sekarang, Aruna akan benar-benar lari.

Akhirnya ia menarik napas panjang, melembutkan nada suaranya. “Oke. Gue salah ngomong barusan. Gue nggak akan bahas lagi.”

Aruna mengusap kasar air matanya, meski tangannya masih gemetar. Ia menunduk, berusaha menata napas yang berantakan. Dalam hati ia tahu Dirga belum sepenuhnya percaya dengan alasannya. Tapi ia juga tahu, kalau ia membuka luka itu sekarang… dinding yang susah payah ia bangun akan hancur dalam sekejap.

______

Malam itu mereka akhirnya memilih diam. Aruna meringkuk di sisi ranjang dengan selimut tipis, matanya masih sembap karena tangisan. Dirga tidak berusaha mendekat, hanya duduk tak jauh darinya, pura-pura sibuk membaca sesuatu di ponsel agar tak terlihat terlalu memperhatikan.

Suasana apartemen hening, hanya bunyi jam dinding yang terdengar. Ada banyak kata yang ingin diucapkan, tapi keduanya memilih membiarkan waktu mengalir. Hingga akhirnya, kelelahan mengalahkan segalanya—Aruna tertidur dengan napas teratur, Dirga pun akhirnya menyandarkan kepala di sandaran ranjang, matanya ikut terpejam.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Aruna dan Dirga berjalan berjingkat pelan, langkah mereka hampir tak bersuara di lantai apartemen. Lampu temaram koridor masih menyala, jam dinding menunjuk pukul lima subuh. Aroma kopi sisa semalam samar tercium dari dapur, tapi keduanya tak berani mampir. Mereka saling melirik, menahan tawa kecil, seolah sedang melarikan diri dari rumah penjaga asrama.

Begitu pintu apartemen berhasil mereka tutup, keduanya serempak menghela napas lega.

“Ahhh… akhirnya bebas juga,” bisik Aruna sambil menepuk dadanya.

Dirga masih setengah menguap, matanya setengah terpejam. “Bebas apanya? Gue ngerasa lebih kayak narapidana kabur.”

Aruna menepuk lengannya, membuat pria itu mendengus. “Senyum dong, Ga. Baru pagi lo udah kayak pasien tipes. Bikin drop suasana.”

Dirga menoleh tajam, tatapan setajam jarum suntik. “Ya iyalah, lo enak udah rapi, wangi, bawa paperbag segala. Liat gue? Celana tidur ngatung, kaos lusuh, muka kusut. Kayak satpam shift malam yang belum pulang.”

Aruna terkekeh, menutup mulutnya agar tawanya tak menggema di parkiran. “Ya salah lo sendiri. Kalau gue tungguin lo mandi, dua mama rempong itu keburu bangun dan mulai interogasi model sidang KPK lagi. Mau?”

Dirga mendesah panjang, mengacak rambut sendiri. “Gue bakal dendam sih. Rasanya pengen banget balik, mandi air panas satu jam.”

Aruna berdecak, menurunkan paperbag yang ia bawa dan menunjukkannya ke wajah Dirga. “Tenang. Karena gue ini pasangan perjanjian paling baik hati, gue bawain baju ganti. Lengkap sama parfum biar lo nggak apek.”

“Dasar licik,” gumam Dirga sambil meraih paperbag itu dengan malas.

Sebelum pria itu sempat menyalakan mobil, Aruna dengan cepat meraih kunci dari tangannya. “Udah deh, gue aja yang nyetir. Lo terlalu ngantuk, takutnya malah mobil nyelonong masuk kali.”

Tanpa menunggu jawaban, Aruna berlari kecil ke kursi pengemudi. Dirga hanya bisa mendengus, membuka pintu penumpang dengan berat hati. “Nyetir jangan kebut-kebutan, Run. Gue masih pengen hidup.”

Aruna hanya menyeringai, memutar kunci mobil sambil berkata, “Kita lihat aja nanti.”

Suasana parkiran masih sepi, hanya ada deru samar mesin pendingin dan angin dingin subuh yang menusuk. Lampu-lampu neon berkelip redup, menambah kesan lengang.

Namun, dari balik lorong menuju tangga darurat, samar-samar berdiri sosok pria berpakaian serba hitam. Wajahnya sulit terlihat jelas, hanya matanya yang menatap tajam, mengikuti gerak langkah mereka.

.

.

.

Bersambung.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kira - kira siapa nih yang udah mengintip Aruna dan Dirga di parkiran .Apa itu teman Aruna atau Dirga, atau penghuni aparteman atau mungkin yang lebih buruk itu adalah sosok peneror Aruna Selama ini??😲

Lanjut next Bab guys😊

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa, like 👍🏿 komen😍 dan subscribe ❤dari kalian begitu berarti untuk aku🥰

1
Jumi Saddah
jgn cuma menduga2 dirga,ayo selidiki,,,atau pancing aruna untuk cerita,
Jumi Saddah
kapan donk aruna ju2r sm dirga,,ujung2 nya bersangka yang nda2 kan,,dan juga untuk dirga selidiki donk jgn ambil kesimpulan dlu,,
Kutipan Halu: Btw makasi udah bersuara kk jumi☺☺
total 2 replies
vj'z tri
🫣🫣🫣🫣 akhirnya Dirga tahu juga 🥹🥹
vj'z tri
😱😱😱😱🫣🫣🫣 tidak run kamu dlm bahaya
Hanik Andayani
nanti juga ketahuan run ,
Hanik Andayani
busyet ini emak2 pada kepo , 😄
Wida_Ast Jcy
hahaaa.... mainannya ini malah buat copot jantung kak🤣🤣🤣🤣 aduh
vj'z tri
kalau lu masih gak berubah ren setelah dengar ini 🤧🤧🤧🤧aku ingin marah lampiaskan tapi ku hanyalah sendiri disini ingin aku tunjukkan pada siapa saja yang ada bahwa hatiku kecewa🤧🤧🤧🤧
Kutipan Halu: wkwkwk
total 1 replies
dilafnp
pacaran jalur halal ternyata..
dilafnp
udah nikah aja nih? padahal aku ngarepnya tadi ada flirting flirting pas di tempat kerja
dilafnp
liat biodata keduanya aja kebayang gue romancenya 😍😍
iqbal nasution
buktikan dirga... harga diti itu
iqbal nasution
kalo udah nikah, harus macam2.
vj'z tri
🤧🤧🤧🤧 pada bicara seenak udel nya sendiri
Kutipan Halu: iyaa kan kk makannya banyak org2 kasus pelecehan ngk mau speak up😭😭
total 1 replies
vj'z tri
cie cie bakal nyengir terus ini 🤣🤣🤣
Kutipan Halu: kawal sampai kawin kk🤭🤭
total 1 replies
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣 kaus ora koe
Mingyu gf😘
hayo loh ketahuan gak nih🤣
Hanik Andayani
menunggu konflik , tapi jangan konflik berat kak👍
Hanik Andayani
wkwkwk hadeh ganteng2 ini orang bikin esemosi pak dokter 🤣
Hanik Andayani
nah kan ganteng , semangat baca nih , aku mampir ya kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!