Pernikahan antara Ayyana Betari dan Prasetya Wiguna berjalan begitu harmonis bahkan keduanya mendapat julukan sebagai couple goals
Namun, pernikahan kedua Prasetya bersama seorang wanita atas permintaan sang ayah menjadi awal dari kehancuran biduk rumah tangga yang sudah berjalan empat tahun itu
Akankah Betari menerima pernikahan kedua suaminya dan menerima Sabrina sebagai madu? ataukah pernikahan atas dasar balas budi itu akhirnya menjadi noda dalam pernikahan antara keduanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
"Aku tidak bermaksud merahasiakan ini dari kamu, tapi aku tidak punya pilihan saat itu" Alvian tak kalah frustasi dari Prasetya sepertinya
"Terserah apa kata kalian, jika harus memilih mama akan lebih memilih Tari dari perempuan perebut suami orang itu" Lidya benar-benar kehabisan kesabarannya
"Berhenti bicara buruk tentang Sabrina, Lidya"
"Kalau kamu begitu menyayangi gadis itu, kenapa bukan kamu saja yang menikahi dia mas" Lidya bahkan sudah meninggikan suaranya
"LIDYA" bentak Alvian
"Pelankan suara kalian! Tari bisa dengar" Prasetya ketar-ketir dengan ulah kedua orang tuanya. Jika Tari mendengar pertengkaran ini bisa dipastikan dirinya akan kehilangan wanita yang begitu ia cintai itu
"Kamu bahkan membentak aku karena putri temanmu itu" Mata Lidya mengembun, selama menikah dengan Alvian ini adalah pertama kalinya pria itu membentaknya
"Kamu tau seperti apa jasa Gunawan pada aku Lidya, jika bukan karena Gunawan mungkin aku sudah tidak ada didunia ini lagi" Alvian mengatakan itu dengan mata yang juga mengembung
"Aku memang nggak akan pernah bisa mengerti kalian" Lidya pergi, hatinya terlalu sakit setelah mendapat bentakan dari suaminya
"Kalian dari mana?" Tanya Tari saat melihat Lidya menuruni anak tangga disusul Alvian dan Prasetya dibelakang
"Tadi mama nyusul Pras sama papa, mau bilang kalau cookies nya udah jadi" Jawab Lidya, wanita paruh baya itu berusaha tersenyum walaupun terlihat dipaksakan
"Oh iya, itu udah Tari tata di meja, Tari juga bikin bolu buat papa" Wanita cantik itu tersenyum
"Terima kasih sayang" Alvian membelai lembut rambut sang putri lalu menuju sofa dimana deretan cemilan sudah tersedia, diikuti oleh Lidya yang masih diam saja
"Ada apa sama mereka?" Tanya Tari pada sang suami tentu saja dengan nada berbisik
"Ada masalah sama perusahaan, papa lagi kepikiran" Bohong Prasetya. Betari mengangguk tanda mengerti
"Ini teh nya!" Seorang asisten rumah tangga meletakkan empat gelas teh diatas meja
"Terima kasih bik"
"Sama-sama non" Wanita paruh baya itu menunduk memberi hormat
"Oh iya non, cookies nya enak, beda sama yang kemarin dibuat nyonya"
"Terima kasih pujiannya"
"Kamu mau bilang kalau cookies buatan saya nggak enak gitu?" Ucap Lidya tak terima
"Bukan gitu nyonya, tapi memang fakta nya cookies buatan nyonya sedikit berbeda" elak Asisten rumah tangga itu, wanita itu memang sudah bekerja lama dengan keluarga Wiguna hingga terkesan akrab dengan nyonya rumah
"Iya sih, ya udah sana! Saya janji nggak akan maksa kamu buat cobain resep aneh dari internet lagi" Semua orang tertawa mendengar celotehan Lidya tapi tidak dengan Alvian dan itu membuat Tari semakin bertanya ada apa sebenarnya dengan ayah mertuanya itu
"Papa sebenarnya kenapa sih mas?" Tanya Betari saat keduanya sudah kembali dari kediaman kedua orang tuanya
"Nggak pa-pa kok sayang, cuma masalah kantor aja" Jawab Prasetya yang tengah fokus pada kemudinya
"Bukannya perusahaan baik-baik aja ya? Semua juga urusan kamu kan? Kenapa papa sampe kepikiran gitu?"
"Semuanya baik-baik aja kok sayang, ada apa sih?" Prasetya berbalik menatap wajah cantik disampingnya
"Nggak pa-pa, cuma khawatir aja sama keadaan papa, kamu tau sendiri papa nggak seberapa sehat. Aku cuma takut kalau papa banyak pikiran, itu akan berpengaruh terhadap kesehatan papa nanti" Terang Betari
"Terima kasih ya, papa beruntung punya menantu seperti kamu"
"Papa aja yang beruntung?"
"Aku lebih beruntung lagi, punya istri yang sempurna seperti seorang Ayyana Betari" Prasetya meraih tangan sang istri lalu mengecup punggung tangan tersebut dengan lembut
"Gombal" Betari lalu merebahkan kepalanya pada bahu sang suami dan satu kecupan pada puncak kepalanya diberikan oleh pria itu
"Apa aku harus menemui Sabrina sesuai perintah papa? Papa benar, bagaimanapun Sabrina juga istriku" Batin Prasetya
Keesokan harinya, setelah mengantarkan Tari ke toko, Prasetya memutuskan untuk mengunjungi Sabrina di apartemen
Prasetya membuka pintu, namun tak ada sambutan seperti biasanya, dimana wanita itu?
"Sabrina" Prasetya memanggil-manggil nama sang istri namun wanita itu tak menyahuti "Dimana dia?"
Prasetya masuk kamar, tak ada Sabrina disana namun terdengar suara seseorang dari arah kamar mandi
Huek..huek
"Sabrina kenapa?" Prasetya mendekat, mendorong pintu kamar mandi dengan cepat hingga membuat seseorang didalamnya terlonjak kaget "Sabrina?"
Prasetya mendekat, memijat tengkuk sang istri hingga wanita itu puas mengeluarkan isi perutnya
"Aa, kapan aa dateng?" Tanya Sabrina dengan suara lemas, wajahnya juga terlihat pucat
"Baru saja, kamu kenapa? Sakit?" Tanya Prasetya, dari raut wajahnya, terlihat jelas jika pria ini khawatir
"Sabrina nggak pa-pa, mungkin masuk angin"
"Mau kekamar?" Tanya Prasetya saat melihat sang istri hendak melangkah
Sabrina mengangguk "Mau aku gendong aja?" Prasetya menawarkan
"Sabrina bisa jalan sendiri" Baru beberapa langkah, wanita cantik itu sudah merasa pandangannya berputar
"Jangan keras kepala Sabrina!" Tanpa bisa menolak, Sabrina membiarkan saja sang suami menggendong tubuhnya
Prasetya membaringkan tubuh wanita itu diatas kasur lalu menutupi tubuhnya dengan selimut
"Bi Mirna kemana?"
"Beli obat"
Tak lama pintu terbuka, seorang wanita datang dengan membawa kantong plastik kecil ditangannya
"Ini apa?" Prasetya jadi bingung saat Mirna menyerahkan satu kotak kepadanya
"Alat tes kehamilan" Jawab Mirna, membuat kedua orang itu bingung
"Kamu hamil?" Tanya Prasetya pada sang istri
Sabrina menggeleng "Enggak kok a"
"Dari kemarin neng Sabrina mual terus muntah-muntah, mungkin aja neng Sabrina sedang hamil" Terka wanita paruh baya itu
"Nggak ada salahnya kamu cek, siapa tau benar!" Karena itu adalah perintah suaminya, maka Sabrina akan menurut saja
Setelah beberapa menit didalam kamar mandi, Sabrina keluar. Prasetya yang sedari tadi menunggu dengan tidak sabar segera menghampiri sang istri
"Gimana?"
"Aku hamil a" Wajah Prasetya berubah, ia ambil benda pipih itu dari sang istri lalu melihat jika benar ada dua garis disana
"Kamu beneran hamil?" Prasetya benar-benar tidak percaya, impian selama empat tahun akhirnya terwujud walaupun dengan wanita yang berbeda
Sabrina mengangguk, lalu ia merasakan dekapan hangat suaminya, pria itu memeluknya erat dan itu membuatnya bahagia
"Terima kasih Sabrina" Tubuh Prasetya bergetar, pria itu menangis bahagia mengetahui jika sang istri tengah mengandung benihnya
Setelah memastikan sang istri dalam keadaan baik, Prasetya melajukan mobilnya menuju kantor. Dirinya akan bekerja dengan baik mengingat sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, ah rasanya sangat berlebihan mengingat usia kandungan Sabrina yang masih sangat muda
"Selamat pagi pak" Seorang pria menyapa, Prasetya memandang kearah asisten pribadinya yang baru saja masuk
"Pagi Joshua"
Pria itu masuk, lalu menyarankan beberapa berkas pada atasannya "Pak Prasetya terlihat bahagia hari ini"
"Apa sangat kentara?"