NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:33.3k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jamuan hangat .

Akhir pekan pun tiba.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, rumah Rendi kembali menjadi tempat berkumpul para staf kantor. Ini bukan acara formal—tak ada jas, tak ada berkas. Hanya gelak tawa, makanan hangat, dan obrolan ringan yang menyenangkan.

Sejak pagi, Alisya sudah sibuk di dapur. Ia mengatur semuanya dengan cekatan, dibantu pesanan dari luar seperti tukang bakso keliling yang ia kenal sejak lama. Ia tidak pernah membiarkan tamu datang tanpa disambut dengan baik.

Pukul sepuluh, satu per satu tamu datang. Bunga dan beberapa staf lainnya melangkah masuk ke halaman yang penuh hiasan kerajinan tangan. Udara pagi masih segar, dan aroma masakan menguar dari dalam rumah, memeluk siapa pun yang datang dengan rasa nyaman.

“Wah, rumahnya cantik banget, Pak Rendi,” ucap salah satu staf, mengagumi suasana hangat yang tercipta.

Rendi tersenyum, matanya mengarah ke Alisya yang sedang menata gelas di meja panjang.

“Semua karena dia,” katanya pelan. “Dia selalu tahu caranya bikin rumah terasa hidup.”

Alisya hanya menoleh sekilas dan tersenyum. “Kalian santai aja ya. Aku ke belakang dulu sebentar, mau cek makanan.”

Bunga memperhatikan interaksi itu dalam diam. Ada senyum di wajahnya, tapi juga sesuatu yang lain—halus dan sulit dijelaskan. Ia tahu, ini bukan tempat untuk perasaan, tapi kadang, rasa tidak bisa selalu tunduk pada waktu dan tempat.

Tak lama, Rasya datang menyapa. Anak kecil itu berdiri di ambang pintu, menyapa semua orang dengan sopan dan ceria, lalu berlari lagi ke kamarnya setelah merasa tugas sosialnya selesai.

Setelah makan siang disajikan dan semua mulai mencicipi hidangan, Rendi mengajak beberapa staf masuk ke ruang kerja kecil di sisi rumah.

Semua duduk melingkar. Di antara mereka, Bunga membuka catatannya.

“Aku ada beberapa ide,” katanya pelan. “Mungkin bisa ditambahkan zona interaktif—semacam ruang terbuka untuk komunitas perempuan, atau area di mana remaja bisa mengembangkan kreativitas mereka.”

Rendi mendengarkan dengan serius. Matanya sempat bertemu mata Bunga sejenak, lalu beralih ke layar presentasi.

“Bagus,” ucapnya. “Aku suka pendekatan yang nggak cuma fokus pada transaksi, tapi juga pengalaman.”

Staf lain mengangguk setuju. Tapi di tengah semua itu, ada momen-momen singkat yang tak diucapkan—ketika Bunga menyampaikan pendapat dan Rendi menatapnya sedikit lebih lama daripada yang seharusnya. Bukan karena perasaan, mungkin, tapi karena kehadiran yang terasa akrab… dan berbeda.

Sementara itu, di luar ruangan, Alisya masih di dapur, tertawa kecil bersama tukang bakso dan sesekali melirik jam dinding. Ia tahu mereka sedang berdiskusi, tapi memilih untuk tetap tinggal di tempat yang ia kuasai: menjamu, menyambut, menjaga rumah tetap hangat.

...****************...

Sudah lebih dari satu jam berlalu sejak diskusi proyek berlangsung di ruang kerja kecil rumah itu. Rendi, yang sedari awal ingin menjadikan pertemuan ini sebagai waktu bersantai bersama rekan-rekan kerjanya, mulai merasa bersalah. Ia melirik ke arah jam dinding—hari sudah mulai condong ke sore.

Mereka semua seharusnya hanya tertawa, makan, dan saling berbagi cerita ringan. Bukan membahas anggaran, konsep arsitektur, dan target waktu pelaksanaan proyek seperti yang barusan terjadi.

Dengan suara ringan namun tegas, Rendi pun mengakhiri perbincangan.

“Kayaknya cukup ya untuk hari ini. Kita simpan sisanya untuk Senin,” ujarnya sambil berdiri. “Sekarang waktunya kalian cobain cemilan yang udah disiapin Alisya. Aku yakin kalian belum nyentuh yang manis-manis.”

Suasana pun mencair kembali. Para staf tertawa kecil, bangkit dari duduk mereka, lalu mulai bergerak ke ruang makan. Beberapa langsung mengambil kue kering dan teh yang sudah disiapkan dengan rapi di atas meja bundar berlapis taplak renda krem.

Rendi menyusul mereka, namun sebelum mengambil cangkir atau kue apa pun, langkahnya mengarah pada satu sosok yang sejak tadi sibuk memantau dari balik pintu dapur.

Alisya.

Dengan senyum kecil yang nyaris seperti anak kecil yang baru selesai menuntaskan tugasnya, Rendi memeluk istrinya dari samping. Tubuhnya bersandar ringan, dan lengannya melingkar pelan di pinggang Alisya, seolah dunia di sekeliling tak ada.

“Terima kasih, ya,” bisik Rendi. “Kamu selalu tahu caranya bikin semua terasa hangat.”

Alisya terkesiap kecil, lalu mencubit lengan suaminya pelan.

“Rendi... banyak orang,” bisiknya dengan pipi memerah.

Tapi momen itu sudah telanjur tertangkap.

Beberapa staf yang melihat adegan tersebut langsung menggoda sambil tertawa.

“Ih, sosweet banget, Pak Rendi sama istrinya.”

“Kayak dunia milik berdua, kita cuma numpang bakso.”

Rendi hanya tertawa. Alisya menunduk malu, menyembunyikan senyumnya di balik tangan. Tapi justru itu yang membuat suasana semakin hangat—tak ada jarak antara atasan dan bawahan, hanya keluarga besar yang sedang menikmati akhir pekan bersama.

Di sisi lain ruangan, Bunga hanya melirik sekilas adegan itu. Ia tersenyum kecil, lalu kembali memandang ke arah cangkir tehnya. Ada sesuatu yang terasa halus menyentuh dadanya—bukan iri, bukan sedih, hanya semacam pengingat bahwa ada bentuk cinta yang sederhana... dan nyata.

Tak lama, Alisya mendekatinya.

“Hai,” sapa Alisya sambil menarik kursi di sebelah Bunga. “Dari tadi belum sempat ngobrol, ya? Kamu pasti Bunga, sekertaris suami saya”

Bunga mengangguk, sedikit terkejut tapi juga tersentuh oleh keramahan itu. “Iya, saya Bunga. Maaf, tadi terlalu serius ikut diskusi.”

“Justru aku yang harusnya minta maaf. Harusnya hari ini kalian nggak diganggu kerjaan kantor. Tapi ya... suamiku itu kadang suka kebablasan,” ucap Alisya sambil tertawa kecil.

Bunga ikut tertawa. “Nggak apa-apa kok. Malah senang bisa ngobrol langsung soal proyek itu. Aku suka idenya.”

Sejenak, keduanya saling menatap. Percakapan terasa mengalir meski baru dimulai.

“Kamu cantik sekali, Bunga,” ucap Alisya tiba-tiba, tulus. “Rambutmu... indah banget. Lurus dan terurai kayak air.”

Bunga sempat terdiam. Kalimat itu terdengar bukan seperti pujian biasa. Ada ketulusan di dalamnya, yang membuatnya sedikit bingung harus merespons seperti apa.

“Ibu juga,” ucap Bunga akhirnya. “Aku suka cara Ibu menyambut semua orang. Rumah ini... terasa hidup karena Ibu".

Senyum Alisya melembut. “Mungkin karena aku suka melihat orang senang. Rasanya kayak... bahagiaku ikut tumbuh dari senyum mereka.”

Bunga mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia mengakui—ada kehangatan yang jarang ia temui pada perempuan lain. Alisya bukan hanya baik, tapi juga lembut dan membumi. Tidak ada rasa curiga, tidak ada sikap menjaga jarak meski dia satu-satunya perempuan dalam lingkaran rekan kerja Rendi.

Dalam hatinya, Bunga berkata: “Begini rasanya berada dekat dengan perempuan yang dicintai dengan jujur... dan mencintai dengan tenang.”

Alisya menatapnya lama. Dalam diamnya sendiri, ia juga membatin: “Ada sesuatu dalam sorot mata gadis ini. Dia lembut. Tapi kuat. Mungkin... aku senang dia di sekeliling Rendi.”

Hari pun berlanjut, dengan secangkir teh dan dua perempuan yang mulai membuka ruang untuk saling mengenal—dalam kebersahajaan yang manis dan tenang.

1
Lulu-ai
alah, jangan bikin bahagia si rendi ma bunga itu
j4v4n3s w0m3n
entahlah masalah hati memang sesulit itu ,kata maaf terkadang tidak cukup untuk bisa mengembalikan keadaan,sesuatu yang retak akan sulit menjadi utuh kembali meski kita berusaha untuk menyatukan kembali retakakan itu seperti semula akan sulit .......ya kita liat kebagaiann alisya akan datang dengan cerita yg berbda bukan lagi sama.rendi tapi kebahagiaan itu akan datang dr orng lain
sutiasih kasih
andai alisya egois... memintamu lepas dri rendi.... blm tentu km mau bunga... brsikap mengalah sprti alisya....
km itu bukan korban y bunga.... km itu pelakor yg memang dgn sengaja ingin mnguasai rendi...
km manusia kejam bunga.... memisahkn ank dgn ayahnya... dan itu g adil..
dan lgi" smua untuk keuntunganmu sndiri... dan jga untuk ank yg km kndung..
Machmudah
gak rela aja kl bunga rendi bersama merajuy asa.....karma hrs terjafi dulu, sbg balasan air mata alisya
Retno Harningsih
lanjut
Lee Mbaa Young
Kan manipulatif si Bunga Bangkai itu.
minta maaf nya gk ikhlas krn takut mnderita itu.
coba kl bhgia gk.akn minta maaf smp berlutut si bunga itu.

Karma hrs ttp buat rendi dan bpknya, bunga dan bpknya juga.
bikin mereka bangkrut. Aku ingin anak bunga gugur gk ikhlas bnget pokok nya rasha punya saudara darah pelakor.
bunga anak adopsi mana tau dia anak pelacur mkne mau mau saja jd pelakor.
Mkne nm ne yg cocok Bunga Bangkai.
Lee Mbaa Young
Heleh ternyata niat bunga pingin alisha mengiklhas kan rendi biar hidup bhgia.
jng mimpi. karma mu baru di mulai.
menangislah smp km ingin mati.
HUKUM TABUR TUAI.
SAATNYA BUNGA BANGKAI MEMETIK KARMA.

INGAT KARMA TAK SEMANIS KURMA.
jd nikmati saja sakit nya ya Pelakor. semoga makin viral dan mnderita.
sukur sukur bunuh diri.
Iis Dawina
Km br sadar salah.oh krn baru tau ya klo km ank adopsi..tp ttp salah walaupun ank kandung.krn dah mencintai dn merebut suami orang
Nur Hafidah
kadihan sekali,bunga juga korban disini
Lulu-ai
manipulatif bingit si bunga, karma wajib thor sama rendi
Lee Mbaa Young
Di pikir dng minta maaf semua akn baik baik saja. tntu tidak. km blm mnderita smp mau mati kok. pling tdk kehilangan anakmu juga rahim mu. hingga gk punya harga diri br impas hukuman buat pelakor. biar gk ngangkang pd laki orang lagi si bunga Bangkai itu.
Lee Mbaa Young
Heh bunga Bangkai kl km minta maaf mang semua akn kembali lagi. ingat karma mu masih berjalan walau alisha maafin km.
pokok nya bunga Bangkai harus hancur sehancur hancurnya. dasar wanita pendidikan tp gk punya moral.
semoga anaknya gugur biar rasha gk punya saudara Dr ibu pelakor mcam km.
j4v4n3s w0m3n
aduh maaf ya bunga denger.ceritamu maaf sekali aku tetap gak.respek sama.kamu.heheheh maaf ya mungkin.krn.sakit.hati alisya itu.jadi aki.gak.bisa dukunh kamu apapun.keadaanmu dan.silsailah.kamu ..jalananin.aja.dech kesusahanmu.itu
sutiasih kasih: benerrr.... dia merasa korban dri luka org tuanya.... pdahal aslinya dlm lubuk hati dia memang adh ada rasa dgn rendi dan jga ingin memiliki rendi....
kbetulan bpk rendi dan npknya bunga sdh merencanakn smua... mka dlm hati bunga jga alih" krna amanah org tua...
klo munafik y munafik aja.... pelakor tetap pelakor...
smuanya sdh hncur bunga... dan km itu perempuan kejam yg di balut casing perempuan lembut...
ARSLAMET: hehehe
total 3 replies
Maizaton Othman
tetap sabar untuk bab seterusnya,bintang 5 utk setakat ini,harap selanjutnya ia tetap menjadi karya yg bagus sampai ending
Retno Harningsih
up
Lulu-ai
emng gg tau dendam tp situ tau rendi dah punya istri tetep nikah tuh
Iis Dawina
biarkan bunga stres trs keguguran deh
Mundri Astuti
dah tau ibunya begitu, dah ngerasain dampaknya, lah malah ngikutin, definisi bodoh si ini
Lee Mbaa Young
lah ibu sendiri seorang pelakor kok. Ya sm saja lah dng anakmu. pelakor juga.

semoga hbis ini bunga bnyak pikiran kecelakaan trus keguguran. wes ngunu ae. biar kapok para tua bangka bpk rendi dan bpk bunga.
ARSLAMET: kesel kan yaa , next bab di tunggu ya
total 1 replies
sutiasih kasih
ini gmn sih... bukankah anda jga merebut suami org bu tati.... ayah lisya yg lbh memilih minggat dgnmu... dan mnikahimu... dan rela menelantarkn lisya dan ibunya...
bukankah kalian sama" pelakorrrr...
ARSLAMET: kesel kan ya , next bab nya di tunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!