NovelToon NovelToon
Di Ujung Asa

Di Ujung Asa

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Penyesalan Suami
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Baim

Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13

   Dia tidak tahu harus kemana di malam hari seperti ini, membawa anaknya keluar dari rumah ini. Amira benar-benar bingung. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain keluarga suaminya saat ini. Keluarga dari Ayah maupun Ibunya, sudah tidak memperdulikannya lagi. Mereka membuangnya begitu saja. Alif yang masih terus saja menangis di atas pangkuannya.

      "Sudah sayang jangan nangis. Anak Ibu yang sholeh, yang pintar. Ayo Alif berdiri dulu ya? Ibu juga mau berdiri."

      Amira mengangkat tubuh anaknya dari atas pahanya. Alif pun berdiri dengan tegak dengan kakinya di atas lantai. suara tangisnya sudah tidak terdengar. Amira ikut bangkit dari atas lantai. Lalu mengangkat anaknya, membawanya dalam dekapan, melangkah menuju kamar tidur mereka.

      "Bu.."

      "Iya sayang, Alif jangan takut ada Ibu yang selalu bersama Alif."Amira masuk ke kamarnya. Lalu menaruh Alif di atas tempat tidur.

     "Alif duduk sebentar di sini ya nak, Ibu beresin pakaian kita dulu, lalu kita pergi dari sini."

     Alif cuma diam, mengangguk kepalanya, seakan mengerti dengan ucapan Ibunya. Setelah Alif duduk, Amira melangkah mendekati lemari pakaian. Membukanya, lalu mengambil tas pakaian berukuran sedang yang di letakan di bagian lemari paling bawah. Sebuah tas yang sudah usang, yang dibawahnya masuk ke rumah ini, sewaktu akan dinikahi Andika. Air matanya kembali menetes.

     Tas itu dikeluarkan, kemudian dibuka. Pakaian miliknya yang tidak begitu banyak, di keluarkan satu persatu, dari dalam lemari. Lalu dimasukkan ke dalam tas. Setelah pakaian miliknya selesai di masukkan, giliran pakaian anaknya yang di ambilnya dari dalam keranjang di atas meja kecil di sudut kamar. Tak lupa buku nikah dan surat-surat penting lainnya dia masukkan. Termasuk buku tabungan yang baru siang tadi dia dapat dari Bank. Setelah yakin semuanya selesai, Amira menurunkan anaknya, hingga kaki kecilnya menyentuh lantai. Amira pasrah, dengan apa yang menimpanya

   "Ya Allah...berilah aku kekuatan. Aku nggak tau harus kemana membawa anak ku ya Allah..tolong aku."

    Amira masih bingung. Mau kemana dia membawa anaknya malam-malam begini. Sebelum keluar, pandangan mata Amira, menelusuri seluruh kamar yang sudah dua tahun lebih dia tempati. Ranjang berukuran dua badan yang kasurnya sudah menipis, menjadi saksi bisu kehangatan dirinya dan sang suami, saat menjelang malam. Berbagi cerita, merasakan hangatnya cinta.

       "Maafkan aku Mas, aku harap kamu nggak termakan hasutan Ibu. Dan masih percaya sama aku. Aku harap pernikahan kita akan terus baik-baik saja setelah ini."

     Air matanya terus menetes. Amira menangis dalam diam. Tangan sebelahnya memegang tas pakaian, sedangkan yang satunya menuntun anaknya keluar dari dalam kamar, dengan perasaan hancur. Sampai di ruang tamu, langkah Amira kembali berhenti. Di pandangnya, ruang sederhana itu dengan linangan air mata. Ruangan yang selalu dia duduk di sofa usang itu setiap malam, menunggu suaminya pulang kerja sebagai tukang ojek.

......................

     "Amira.."

     Amira menghentikan langkahnya. Menengok ke samping. Dimana rumah Bu Sinta berada. Amira bisa melihat Bu Sinta berdiri di pagar rumahnya yang terbuat dari beton setengah pinggang orang dewasa. Di teras rumah, Pak Slamet sedang duduk, sambil matanya menatap ke arahnya. Rumah Bu Sinta memang terbilang sangat bagus, untuk ukuran rumah di kampung. Karena suami Bu Sinta Pak Slamet, bekerja sebagai pegawai kecamatan. Sangat mencolok dengan rumah Bu Susi, yang sangat sederhana.

     "Amira mau kemana kamu nak, malam-malam begini, ayo sini masuk ke rumah Ibu dulu!"Ucap Bu Sinta, karena Amira diam saja.

      Bu Sinta memang sengaja menunggu Amira, keluar dari rumah. Karena selesai Sholat Isya dan selesai makan malam, Bu Sinta dan sang suami, duduk beristirahat di teras rumah. Jarak rumah antara mereka yang begitu dekat, hanya di pisahkan dengan pagar sebagai pembatas, membuat Bu Sinta dan suaminya bisa mendengar dengan jelas kemarahan Bu Susi pada menantunya tadi. Bahkan apa yang di ucapkan Bu Susi pada menantunya, keduanya bisa mendengar semuanya.

     "Makasih banyak Bu.Tapi nggak usah. Aku mau ke rumah Endang saja Bu."

      Bu Sinta memang tidak bisa melihat air mata Amira, karena sinar lampu dari teras rumah Bu Susi, sedikit remang-remang. Tapi suara getaran dari Amira, dia bisa merasakan kalau perempuan malang itu, sedang menangis.

      "Amira, ayo nak, masuk dulu, besok pagi baru kamu pergi. Apa kamu tidak kasihan dengan anakmu? Di bawah keluar malam-malam begini? Dan coba kamu lihat ke atas, di langit benar-benar tidak ada bintang sama sekali..ayo nak masuk, tidurlah malam ini di sini dulu. Besok terserah kalau kamu memang mau pergi, kami tidak menahan mu."Pak Slamet berdiri di samping istrinya, ikut menimpali.

     Pria paruh baya yang sangat baik itu, sedikit memaksa. Karena dia tidak tega melihat Amira dan anaknya keluar dari rumah mertuanya malam-malam seperti ini. Apalagi di langit tidak ada cahaya bintang sama sekali. Yang artinya hujan akan turun sebentar lagi.

      "Bu, buka pintu pagarnya, biarkan Amira masuk bersama anaknya."Sambungnya, lalu pergi kembali duduk, di kursi teras.

    Bu Sinta mengangguk kepalanya, melangkah mmembuka pintu pagar. "Ayo nak mari masuk!"Katanya berdiri di pintu pagar.

     Tapi Amira tidak bergerak sama sekali. Hatinya ragu untuk melangkah. Bukan karena tidak suka bermalam di rumah tetangganya. Tapi dia sangat malu. Karena selalu di tolong oleh kedua orang tua yang sangat baik dan tulus itu.

      "Bu, apa aku dan anakku, nggak merepotkan Ibu sama Bapak?"Tanya Amira ragu-ragu.

     "Nggak sama sekali Amira, jangan kamu punya pikiran seperti itu."

      Bu Sinta berjalan mendekati Amira. Lalu kedua tangannya terulur ke depan mengambil Alif dari gendongan Amira.

       "Ayo Alif, sini Nenek gendong, kasihan Ibu, pasti capek."

        Tanpa berpikir dua kali, Alif segera mencondongkan tubuhnya pada Bu Sinta. Dan dengan sigap, Bu Sinta meraih tubuh Alif.

      "Anak pintar. Ayo Mir, kita masuk, udah gerimis."Ucap Bu Sinta, berbalik masuk melewati pintu pagar.

      Amira membuang napasnya berkali-kali. Air matanya kembali menetes. Hidupnya benar-benar diuji saat ini. Tanpa suami disisinya. Apa dia kuat atau menyerah dengan takdir yang sedang dia hadapi. Dengan langkah berat, Amira mengikuti Bu Sinta yang sudah berdiri di teras rumahnya, dengan Alif yang masih digendongnya. Sementara Pak Slamet, masih duduk di kursi teras. Satu tangannya membawa tas pakaian miliknya dan anaknya.

       Setelah Amira tiba di teras, Pak Slamet pun beranjak dari duduknya. "Ayo kita masuk, hujan sudah mulai turun."

     Bu Sinta dan Amira, mengikuti langkah Pak Slamet masuk ke dalam rumah.

         "Kalau kamu mau merasa nyaman tinggal di rumah ini, anggap kita sebagai orang tua kamu sendiri Mira. Maka hati kamu akan tenang, tidak di bebani oleh perasaan malu atau tidak enak hati."Kata Pak Slamet setelah mereka sudah berada di dalam rumah. Dan sedang duduk di ruang tengah. Alif yang masih berada di atas pangkuan Bu Sinta, sesekali menguap.

      Amira cuma menunduk. Lagi-lagi dia sangat bersyukur dan berterima kasih pada kedua orang tetangganya.

Bersambung........

1
tanpa nama
Dsni perannya amira trlalu bodoh, trllu lemah. Udah bener d belain suami, mlah bersikap bodoh.
Jd gmes bcanya bkin emosi

Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya
tanpa nama
Smngt nulis kryanya thor😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!