NovelToon NovelToon
Kimi'S Destiny

Kimi'S Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Mafia / Cintapertama / Playboy
Popularitas:546
Nilai: 5
Nama Author: V3a_Nst

Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28 - Milik William

***

Memasuki kantor dengan gontai, pria tertampan di Anderson Grup, saat ini sedang bermuram durja. Hatinya sungguh tak bisa mentoleransi lagi mengenai istilah 'Di Pingit'.

Padahal belum genap satu hari terlewati, akan tetapi, uring-uringan seorang William sudah seperti satu abad lamanya.

Menduduki kursi kebesaran dengan kasar, menarik atensi Marsel yg masih berada diruangan William.

"Kenapa kamu?"

William hanya menghela jengah. Kedua siku ia arahkan menekan meja dan kepalan kedua tangan menjadi tumpang dagu.

"Masih pagi! sudah galau saja!" Ucap Marsel skeptis.

William menatap tajam.

"Apa?" Tantang Marsel mendekat.

"Berani Kamu sama aku!" Balas William sengit. Percayalah, suasana hati Tuan Muda Anderson, sedang tidak bisa di ganggu.

Hampir saja William menyerang Marsel, suara pintu terbuka mengalihkan keduanya.

"Ck! Mau adu jotos kalian?"

"Dia yg mulai!" Tunjuk William sudah kembali terduduk di kursi.

Sedangkan Marsel memandang culas, ia beralih mendekat ke arah Darren yg baru masuk.

"Bawa apa kamu?"

Membuka lembar demi lembar, Marsel ikut memperhatikan gerakan tangan Darren.

"Ini berkas Pak sudirja Dewantara. Nanti kalian berdua di undang makan siang di restoran dia yg baru launching."

Marsel mengangguk paham. William? Tentu saja ia mendengar, namun sungguh. Bisakah dopping penyemangat hidupnya tidak di stop saja! Sungguh kepalanya mau pecah saat mengingat jam 10 nanti ia tak bisa lagi mengunjungi rumah sang wanita pujaan.

Darren menghampiri sang sepupu. Ia duduk di kursi seberang William.

"Ini klien besar Will. Jangan sampai wajah kamu yg jelek ini, membuat kerjasama antar Anderson Grup dan Dewantara gagal total!"

William memandang tak suka, selama dirinya menjadi pemegang nomor dua disini, hasil otak pintarnya selalu membawa keberuntungan bagi perusahaan. Dan kali ini, Darren meragukan dirinya. Hei! Apa-apaan! Kesal William dalam hati.

Ia gebrak meja dengan kencang, memandang sinis ke arah sang sepupu.

"kamu diam! Atau kepala kamu aku buat sakit kepala sepertiku sekarang!"

Darren melongo, sesaat setelahnya ia tertawa sarkas.

"Ternyata Tuan Muda sedang sakit kepala! Marsel! Ambilkan obat! Boss kamu lagi sakit ini!" Tawa Darren berderai. Bukan malah merasa terancam. Darren malah semakin mengolok sepupu sekaligus Boss di perusahaan tersebut.

Darren memang menjadi orang terpercaya Anderson Grup. Keluarga inti yg jauh di Amerika, membuat dirinya hidup bersama sang paman James Anderson sedari kecil. Ketika sudah menginjak usia dewasa, Darren memilih tinggal di apartemen yg tak jauh dari kantor.

Prang!!!

William menggeram, mendengar derai tawa kedua temannya, membuat kepala semakin sakit. Ia melempar keras papan nama dirinya yg berada di atas meja ke atas lantai. Sontak kedua teman William terdiam.

"Aku sakit kepala, gara-gara di pingit! Fuck!"

Saling pandang antara Marsel dan Darren. Kini mereka mendekat.

"Di pingit? Kamu sudah akan menikah dengan Kimi?"

"Kenapa tiba-tiba sekali? Hamil anak itu?"

Ucapan kedua yg keluar dari mulut Marsel, di angguk cepat oleh Darren. Seolah menimpali, apakah opini temannya ini benar adanya.

William semakin stress. Dada tampak kembang kempis. Bukan nya mencari solusi, mereka malah menuduh yg tidak-tidak.

Drtt..Drrtt...

Atensi semua orang beralih pada ponsel yg terletak di atas meja. Disana tertera Kimi.

"Halo, Sayang! Aku kangen banget! Aku kesana ya!"

Bola mata kedua pria tampan lainnya yg berada di depan William seketika memandang malas. Mereka memutar bola mata, tanda jengah pada budak cinta yg tak tertolong di hadapan.

"..."

"GAK BOLEH!"

Tut!

Gerebak!

Benda di letak keras. William menghentak benda pintar miliknya di atas meja. Wajah memerah menahan emosi. Semula ingin berbalik, kini Marsel dan Darren kembali menghadap William.

"Kenapa?" Darren memulai pembicaraan.

"Perasaan masih pagi banget Willy, Habis energi lah emosi terus!" Timpal Marsel memandang heran.

"Kimi ingin mendatangi klub malam tempat dia bekerja dulu, katanya, boss klub menelfon meminta ia ambil gaji! Ya tidak aku izinkan lah!"

Keduanya mengganggukkan kepala setuju. Berpikir dalam hati, buat apa si Edo pemilik klub tersebut menghubungi wanita yg sudah jelas ia ketahui, Kimi adalah milik William.

Tanpa membuang waktu lebih lama, Darren merogoh saku miliknya. Ia gulir layar dan menekan satu nomor.

Tut...tut..

Panggilan terhubung.

"Hal__"

"Ada apa kamu mengganggu punya William?"

***

Di rumah, Kimi terbengong setelah panggilan di putus begitu saja oleh sang kekasih.

"Apa salahku! kan gaji itu hak aku! Kenapa dengan William." Kesal Kimi tak mengerti jalan pikiran kekasihnya.

"Apa lagi sibuk? Tetapi sepertinya lagi marah sekali tadi."

Kimi tenggelam akan pikirannya sendiri. Mau melakukan panggilan lagi, takut memang pria itu sedang sibuk. Berpikir, apakah sebaiknya ia pergi saja walau tanpa izin pria tersebut. Lagipula tidak ada salahnya bukan, ia hanya ingin mengambil hak nya selama bekerja disana.

"Atau aku telfon Mommy saja ya. Iya deh, sepertinya aku akan menelfon Mommy saja."

Jarinya kembali berselancar di layar ponsel. Ia menggulir mencari nomor calon Ibu mertua. Lalu menekan. Kali ini ia posisikan kamera menghadap wajah. Tidak menunggu lama, panggilan pun di terima.

"Halo nak, ada apa..."

Kimi tersenyum menatap wajah ceria calon mertua di layar. Ternyata ia memilih panggilan video pada sang calon Ibu mertua.

"Mommy lagi apa?"

"Lagi di bakery nak, Mommy ngecek sebentar saja." Jawab Vivian terlihat sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia memeriksa persediaan stok yg ada di bakery miliknya. Juga beberapa data pendapatan yg ia percayakan pada karyawan disana.

Tampaknya wanita paruh baya itu memang tengah sibuk. Hal itu membuat Kimi tidak enak hati. Ia berniat mengakhiri saja panggilan tersebut, dan tentu mengurungkan niat untuk berdiskusi soal niatnya menemui sang mantan boss.

"Em.. Nanti saja kita ngobrol ya Mommy."

"Loh kenapa nak? Mama sebentar lagi selesai kok." Tolak Vivian sembari tergesa menyiapkan kerjaan.

Kimi semakin tidak enak jika seperti itu, akan tetapi memutuskan panggilan sepihak juga bukan tindakan baik dan sopan. Maka ia memilih bersabar menunggu Vivian di dalam panggilan.

***

Mendapat panggilan dari salah satu tamu spesial di klub malam miliknya. Membuat Edo tak menunggu lama untuk menjawab. Namun ternyata, kini ia telah salah langkah. Tindakan beberapa waktu lalu melakukan panggilan dengan seorang wanita bernama Kimi, adalah sesuatu yg salah. Padahal ia sudah tahu betul, Kimi adalah milik William. Akan tetapi mencoba peruntungan, malah berujung petaka. Nada yg ia dengar dari Darren adalah nada dingin dan tentu saja tegas mengancam.

"Aku hanya ingin memberikan gaji dia saja Dude." Gugup Edo menjawab pertanyaan, berusaha berpikir cepat memberikan alasan yg paling masuk akal. Akan tetapi gagal, karena kegugupan mendominasi.

Darren terkekeh sarkas. Ponsel di rampas kasar, Lalu setelahnya pons...

"Berani kamu menyentuh milikku, habis kamu!"

Tut!

Mata membeliak lebar. Suara tersebut meski tidak di ucapkan secara berteriak, tetap saja menohok hati sang pemilik klub. Gemetar ketakutan hanya dengan ancaman seorang William. Sudah mengetahui sepak terjang seorang William jika sudah murka, membuat Edo bergidik ngeri.

***

William, Marsel dan Juga Darren tengah berada di salah satu restoran yg menjadi tempat bertemunya kedua rekan bisnis. Raut wajah datar dingin dan tentu saja tampan, selalu menjadi ciri khas seorang William Anderson.

"Bagaimana Edo!" Tanya William bengis di sela waktu menunggu pemilik restoran.

"Aman!" Sahut Darren mengangguk pasti. Ia sudah mengerahkan orang suruhan untuk mendatangi Edo. Dan laporan dari mereka, Edo terkencing di celana ketika di ancam menggunakan pistol. Sebelum itu juga, William memerintahkan Darren untuk mencabut izin klub tersebut, jika Edo tetap berulah mengganggu miliknya. Perkara mudah bagi seorang Anderson untuk menghancurkan usaha seseorang.

"Selamat datang Tuan Muda Anderson!"

Mendadak kata sapaan mengalihkan atensi ketiga pria tampan yg sengaja di undang oleh pemilik restoran.

Marsel sontak berdiri menyambut pria tua yg menyapa, lain hal nya dengan William dan Darren yg hanya berseringai tipis tanpa mau berdiri. Tangan terulur sendiri mendekat ke arahnya, barulah William dan Darren balas menjabat Pak Sudirjo Dewantara.

"Senang bertemu lansung dengan Anda."

William hanya mengangguk tipis. Darren William adalah sepaket, mereka adalah saudara sepupu, sudah pasti banyak kemiripan yg ada pada keduanya.

Jika si tua ini tiba-tiba tidak jadi menjalin kerja sama hanya karena sikapnya. Adalah dia yg merugi! Bukan Anderson Grup! Semua orang tahu, memang sedingin itulah Tuan Muda Anderson.

***

"Sudah..... Akhirnya selesai juga. Hari ini kebetulan sedang jadwal Mommy ke bakery, jadi maklum saja ya nak." Ucap Vivian setelah menyelesaikan tugasnya sebagai pemilik bakery.

Kimi mengangguk sambil mencuci piring. Tampaknya wanita itu sedang membereskan rumah. Dari pada menunggu panggilan tanpa aktivitas apapun, Kimi memilih sambil berbenah rumah saja.

Vivian tersenyum bangga. Ia bangga pada calon menantunya yg begitu mandiri. Pasalnya banyak anak dari rekan-rekan dirinya yg anaknya tidak bisa berbuat apapun sendiri. Semua di bantu oleh para pekerja karena memang sudah sedari kecil mereka hidup mewah.

"Kamu tadi mau obrolin apa?"

Membilas piring terakhir. Kimi mengelap tangan yg basah. Mengulurkan tangan mengambil ponsel yg semula di sandarkan pada toples berisi gula.

"Tadi, Boss aku yg di klub malam tempat aku bekerja dulu, menelfon aku Mommy."

Vivian mengernyit. Ia pun sudah tahu cerita tentang pemilik klub tersebut. Satu bulan menjadi kekasih sang anak semata wayang, Vivian meminta William menceritakan secara detail bagaimana terjadinya pertemuan kedua mereka waktu lalu.

"Dia cuma bilang, mau ngasih gaji aku. Menurut Mommy bagaimana?"

"Menurut Mommy tidak ada yg salah. Tapi apa kamu sudah tanyakan pada Willy soal ini?"

Kimi mengangguk sebagai jawaban.

"Lalu?"

Baru ingin menjawab. Di bagian layar pintas bagian atas Kimi, terdapat notifikasi pesan baru masuk. Kimi segera menggulir, lalu..

'Kimi, gaji kamu saya transfer saja ya. Terimakasih sudah pernah bergabung bersama kami.'

Hampir bersama waktu pesan yg datangnya dari mantan Boss. Notifikasi baru kembali masuk, kali ini dari M-Banking miliknya.

"Kenapa diam saja nak?" Tanya Vivian melihat sang calon menantu terdiam, tetapi seperti sedang serius akan sesuatu.

Kimi tersadar, ia kembalikan layar yg semula menampilkan wajah sang ibu mertua.

"Kimi lihat pesan dari Pak Edo, dia bilang gaji Kimi sudah di transfer."

"Loh..."

"Heran 'kan Ma? Kimi juga merasa aneh."

Dua wanita beda generasi tersebut tampak larut dalam pikiran masing-masing. Tanpa tahu apakah yg terjadi di balik ini semua, mereka tidak mengira sama sekali, William lah penyebab semua ini.

***

Urusan bisnis dengan keluarga Dewantara membuahkan hasil yg bagus. William tertarik atas apa yg dipresentasikan oleh asisten beliau. Selesai sudah urusan bisnis, William beranjak.

"Tunggu Pak William. Saya ingin memberikan sesuatu." Ucapnya menahan langkah William dan kedua temannya.

Ia menarik napas sejenak, sebenarnya ia malas sekali menerima. Namun untuk menghargai pria tua ini, ia pun menunggu.

"Ini, bawa lah pulang. Berikan pada Tuan dan Nyonya Anderson. Ini adalah menu andalan kami disini Pak William."

William mengangguk samar, ia menoleh ke arah Bodyguard yg selalu mengiringi langkah William. Melalui kedipan mata, sang bodyguard mengerti apa yg harus ia lakukan. Ia berjalan maju menerima beberapa buah tangan dari Pak Sudirja. Disana terdapat 3 box besar terpisah. Tampak jelas, disana Marsel dan juga Darren juga menerima buah tangan tersebut.

"Terimakasih Pak Sudirja sudah mau repot-repot memberikan buah tangan seperti ini." Marsel berucap demikian, mengingat Boss sekaligus sepupunya itu tidak ada tanda-tanda akan mengeluarkan sepatah kata apapun.

"Sama-sama Pak Marsel. Semoga kerja sama kita berjalan lancar ya." Sahut Sudirja menjabat tangan Marsel dan yg lain.

***

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!