Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Setelah Jarwo melaporkan kegagalannya, Pak Broto semakin dipenuhi amarah. Ia menolak gentar pada ancaman Aryan. Namun, ia menyadari bahwa menyerang bisnis Aryan secara langsung selalu gagal karena perlindungan yang dimiliki Aryan. Pak Broto memutuskan untuk menyerang kelemahan pribadi Aryan.
Ia teringat pada istri Aryan yang cantik, Rina, yang sering muncul di media sosial dengan segala kemewahannya. Pak Broto yakin, Rina adalah kelemahan terbesar untuk Aryan. Jika Rina dalam bahaya, Aryan pasti akan menyerah.
"Dengar, Jarwo!" perintah Pak Broto di markasnya. "Lupakan soal bakso dan kios. Sekarang, target kita adalah Rina, istri Aryan!"
Jarwo dan teman-temannya terkejut. "Maksud, Bos? Kita culik?"
"Tepat! Cari orang yang belum pernah terlibat sama kita. Suruh mereka culik Rina. Kita jadikan Rina sebagai tawanan. Gue mau Aryan berlutut di kaki gue, setelah itu kita habisi dia!" tegas Pak Broto.
Jarwo yang masih trauma dengan tim Jaka, hanya bisa mengangguk pasrah.
Beberapa hari kemudian, Rina merasa bosan dengan rutinitas di rumahnya. Ia meminta izin pada Aryan untuk bertemu dengan dua sahabat lamanya, Laras dan Nirmala.
"Sayang, aku boleh ketemu Laras sama Nirmala, ya? Sudah lama banget kita nggak kumpul," pinta Rina dengan manja saat mereka sarapan.
Aryan, yang selalu menjaga topeng suami penyayang, tersenyum hangat. "Tentu boleh, Sayang. Kenapa nggak? Tapi biar ditemenin Dinda, ya."
"Ah, nggak usah, Sayang. Ribet. Laras nanti jemput aku ke rumah bawa mobilnya. Kita cuma mau ngobrol santai di kafe," tolak Rina.
Aryan mengangguk, meskipun dalam hati ia merasa khawatir. Ia tahu, bahaya yang selalu mengintai, terutama setelah serangan Broto. Namun, ia tidak mau terlihat terlalu posesif di depan Rina.
Satu kam kemudian, suara klakson mobil terdengar di depan pagar rumahnya, dan itu adalah mobil Laras. Setelah Rina berpamitan, mobil Laras berjalan meninggalkan rumah itu, dan menjemput Nirmala di rumahnya. Ketiganya memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe di pusat kota, kafe yang sama tempat dulu Rina pernah menghina Aryan, saat ia masih menjadi pengemudi ojek online.
Di kafe itu, Rina dengan bangga menceritakan tentang pernikahan dan kehidupannya dengan Aryan. Di mata Rina, Aryan adalah suami yang baik dan sangat tulus. Laras dan Nirmala hanya bisa kagum dan iri.
"Gila ya, Rin! Kamu beruntung banget ya. Dulu kamu hina-hina dia, sekarang malah jadi suamimu, dan lebih gila lagi, dia jadi orang sukses, dunia emang kejam ya," kata Laras sambil tertawa.
"Iya, Rin. Kapan-kapan ajak kami shopping di luar negeri, ya," tambah Nirmala.
Rina tertawa puas. Ini adalah pembalasan terbaik bagi ego dan masa lalunya.
Setelah puas mengobrol dan menghabiskan waktu, sore itu Laras berencana mengantar Rina dan Nirmala pulang. Mereka melewati sebuah jalan kecil yang cukup sepi, sebagai jalan pintas.
Tiba-tiba, mobil Laras dihadang oleh sebuah mobil hitam yang terparkir melintang di tengah jalan. Dari mobil itu, keluar empat orang pria bertubuh besar dan terlihat sangar. Salah satu dari mereka, yang bertubuh paling tinggi, adalah Beni, orang yang dibayar khusus oleh Broto, dengan bantuan Jarwo.
Laras panik. "Aduh, ada apa ini?!"
Beni dan anak buahnya mendekati mobil Laras. Dengan kasar, Beni memukul kaca jendela mobil Laras hingga pecah.
"Keluar! Kalian semua keluar!" teriak Beni dengan suara keras.
Laras, Rina, dan Nirmala berteriak ketakutan. Mereka tidak bisa melawan. Beni membuka kunci mobil dari luar dan dengan paksa menyeret ketiganya keluar.
"Tolong! Siapa kalian?! Lepasin kami!" teriak Rina.
"Diam! Kalian ikut kami!" perintah Beni.
Meskipun Rina, Laras, dan Nirmala berusaha melawan, tenaga mereka tidak sebanding dengan empat preman bertubuh besar itu. Dalam waktu singkat, ketiga wanita itu diseret masuk ke dalam mobil hitam itu. Pintu ditutup rapat, dan mobil itu melaju kencang meninggalkan mobil Laras yang masih terparkir di pinggir jalan.
Rina, Laras, dan Nirmala dibawa ke sebuah gudang tua, bukan markas lama Broto, melainkan gudang lain yang lebih tersembunyi.
Di dalam gudang itu, Pak Broto sudah menunggu. Ia duduk di sebuah kursi kayu, menyeringai penuh kemenangan saat melihat Rina dan teman-temannya diikat dan dibungkam.
"Selamat datang, Nona-nona, khususnya Nyonya Aryan. Kita akhirnya bisa bertemu," sapa Pak Broto dengan nada sinis.
"Kalian cantik sekali nona-nona," kata Broto sambil mencolek pipi Nirmala.
"Lepaskan kami, tua bangka," teriak Nirmala. "Pasti nona, nanti pasti aku lepaskan kalian, tapi setelah suamimu aku habisi." jawab Broto, dengan jari telunjuk yang mengarah ke arah Rina.
Rina menatap Pak Broto dengan mata penuh ketakutan dan kebencian.
"Lepasin kami! Siapa kamu?! Suamiku akan menghabisi kalian semua!" ancam Rina, suaranya tercekat.
Pak Broto tertawa terbahak-bahak. "Suami kamu? Tentu saja. Aku tahu dia pasti akan datang. Tapi sekarang, kamu adalah tamu istimewa saya. Kamu adalah alat saya untuk menghancurkan si tukang ojek yang sekarang sok kaya itu."
Pak Broto menyuruh Beni untuk mengamankan ketiganya.
"Beni, bawa mereka ke kamar, pastikan mereka aman. Terutama si Rina. Dia aset paling berharga kita," perintah Pak Broto.
Beni membawa ketiga wanita itu, ke dalam kamar di gudang itu. Sesekali, pikiran kotor merasuki otaknya. Ia tidak tahan melihat kecantikan mereka. Sesuatu di dalam celananya terasa berdenyut, dan menegang, ingin sekali rasanya, ia lepaskan hasrat itu, tapi ia takut kepada Broto.
Beni memberanikan diri mengecup bibir Nirmala, dan meraba bagian dadanya yang menonjol dan menggairahkan. Nirmala berontak, "kurang ajar kamu." Ia menendang Beni. Beni mundur karena teriakan Nirmala, ia takut kepada Broto.
"Gagal Cup," ucap Beni kepada salah satu anak buahnya, Ucup.
Di luar kamar, Pak Broto kemudian mengambil ponselnya. Ia menghubungi Aryan.
Di rumah mewahnya, Aryan baru saja keluar dari kamar ritualnya. tiba-tiba ponselnya berdering, sebuah panggilan dari nomor yang ia tidak kenal. Itu adalah panggilan dari Broto.
Aryan mengangkatnya dengan waspada. "Halo, siapa ini?"
"Selamat malam, Tuan Aryan yang terhormat," terdengar suara berat dan sinis dari seberang telepon.
Aryan langsung mengenali suara itu. "Broto? Apa maumu?!"
"Santai, Tuan Aryan. Saya cuma mau memberitahu, istri cantik Anda, Nyonya Rina, dan teman-temannya, sekarang sedang menikmati liburan bersama saya. Mereka cantik-cantik sekali. Mereka terlihat ketakutan dan kedinginan, aku mau selamatkan mereka, biar tidak kedinginan, Tuan Aryan." Kata Broto, tertawa puas.
Jantung Aryan serasa berhenti berdetak. Amarahnya memuncak hingga ke ubun-ubun, tetapi ia berusaha keras mengendalikan suaranya agar tetap tenang.
"Lepaskan istri saya, lepaskan mereka. Berapa pun uang yang kamu mau, pasti saya bayar," kata Aryan, dengan nadanya yang datar dan mematikan.
"Uang? Saya nggak butuh uang receh Anda. Saya cuma mau ketemu dengan Anda. Anda pengusaha sukses, saya sangat merasa dihormati, jika Anda mau datang ke sini. Datanglah sendiri, dan saya akan kembalikan istri Anda dalam keadaan utuh. Jangan coba-coba hubungi Polisi, atau Anda akan menemukan mayat istri Anda, dan kedua temannya, di tengah jalan." Ancam Broto.
Aryan mengepalkan tangannya di bawah meja, bergetar menahan amarah. "Jangan pernah main-main denganku, Broto. Jangan pernah sentuh istriku. Tunggu saja, aku akan datang."
Aryan menutup teleponnya. Wajahnya yang semula santun kini berubah menjadi wajah Iblis yang haus darah. Ia tahu, ancaman Broto bukan main-main. Ia harus bergerak cepat. Ia harus menghubungi Jaka dan melepaskan seluruh kekuatan gelapnya untuk menyelamatkan Rina.