“Anak? Aku tak pernah berharap memiliki seorang anak denganmu!”
Dunia seolah berhenti kala kalimat tajam itu keluar dari mulut suaminya.
.
.
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
“Saya Carla, pengacara yang akan mendampingi Anda.” Wanita berusia matang itu pun mengulurkan tangan.
“Ah, saya Kayuna.” Kemudian menjabat uluran tangan sang pengacara.
“Silakan duduk.” Carla tersenyum tipis, sambil menunjuk ke arah kursi.
“Baik, terima kasih.”
Tanpa basa-basi, pengacara wanita berpengalaman itupun langsung membuka perbincangan dengan pertanyaan.
“Sudah berapa lama Anda menikah?” Tangannya memegang buku kecil dan sebuah bolpoin.
“Sudah lebih dari dua tahun.” Kayuna menjawab tanpa gugup.
Carla manggut-manggut, tangannya cekatan mencatat dengan rinci.
“Apa alasan Anda menggugat suami Anda?” Ia kembali melempar tanya.
“Suami saya kasar dan tempramental, sama sekali tak memberi celah. Sedikit saja saya berbuat salah, dia akan menghukum — menghujani saya dengan serangan fisik, pukulan dan tamparan. Dia … juga berselingkuh,” jawab Kayuna dengan jelas.
Carla diam sejenak, memainkan bolpoin dengan jemari lentiknya. Bola matanya tak tenang, tampak berpikir dalam.
“Bagaimana dengan nafkah lahir dan batin?” tanya Carla lagi.
Kayuna tak langsung menjawab, ia pun tampak menimbang sesuatu di kepala. Lalu mengangkat wajah yakin.
“Nafkah lahir… dia memenuhi kebutuhan saya, tidak kurang sedikitpun. Nafkah batin … dia juga tak melewatkan itu. Hanya saja … dia selalu menyiksa saya setiap kali kami berhubungan intim.”
Kayuna menelan ludah.
“Apakah suami Anda memiliki kelainan s*ks? Cenderung melakukan penyiksaan saat berhubungan, demi memuaskan hasratnya?” tanya Carla memastikan.
“Saya kurang mengetahuinya. Tapi … itu yang selalu dia lakukan,” sahut Kayuna.
“Bagaimana dengan bukti? Anda membawa barang bukti? Itu bisa membantu proses gugatan kita.” Carla menutup buku catatannya, kini bahunya tegak di atas kursi.
“Saya membawa hasil visum, untuk perselingkuhan … saya memergokinya langsung, tapi tidak ada bukti rekaman atau apapun.” Kayuna menunduk, jemarinya saling meremas erat.
Carla menarik napas dalam, kembali berpikir keras.
“Saya harap Anda bisa mengumpulkan bukti, saya akan ikut membantu nanti. Karena … lawan kita cukup kuat, saya tahu betul siapa Niko Mahendra. Kuasa hukum yang akan membelanya pun pasti dari kalangan elit, tidak bisa diremehkan. Satu saja bukti kuat tentang perselingkuhan, itu akan sangat menguntungkan kita untuk memenangkan gugatan ini.”
Carla kembali menghembuskan napas berat.
“Hasil visum saja tidak cukup?” tanya Kayuna dengan kehati-hatian.
Carla mengulum bibirnya sambil menggeleng pelan. “Kita butuh bukti yang lebih kuat.”
Kayuna termenung sejenak. Isi kepalanya kembali riuh oleh pertanyaan berat.
‘Bagaimana caraku mendapatkan bukti itu? Aku bahkan sudah pisah rumah sekarang,’ keluhnya dalam hati.
“Ny. Kayuna ….”
“Kami sudah pisah rumah. Apa itu belum cukup jadi alasan tambahan dalam gugatan?” Kayuna kembali bertanya.
Carla masih menggelengkan kepalanya. “Pihak lawan … pasti sudah menyiapkan sesuatu yang lebih besar. Kita harus menyusun rencana dan mengumpulkan bukti yang kuat, agar tak terjebak dalam skenario licik mereka.”
“Oh. Baiklah, Bu Carla. Saya akan usahakan untuk mendapatkan bukti itu,” ujar Kayuna penuh keyakinan.
“Baiklah, saya akan membantu mengumpulkan bukti terdata lainnya.”
***
‘Di bar kawasan elit, dia pergi bersama Airin.’
Kayuna kembali menerima pesan anonim. Entah siapa pengirimnya, selama dua tahun dia menikah dengan Niko, pesan itu terus muncul memberi clue dan info penting tentang Niko.
Wanita berbulu mata lentik itu berbaring di ranjangnya. Selama ini ia selalu mengabaikan pesan itu dan hanya mencatatnya di sebuah buku — jaga-jaga, kalau memang dibutuhkan di lain waktu. Ia takut, itu hanya pesan iseng atau jebakan yang justru akan melukainya.
Tapi, entah mengapa malam ini ia sedikit terpengaruh. Seolah ada yang mendorongnya untuk datang ke alamat tersebut.
Perempuan berambut lurus nan panjang itu beranjak dari kasur. Lalu keluar kamar, hendak menghampiri kakaknya. Tapi, di ruang tengah ia mendapati sang kakak tertidur di atas sofa.
Wajah kakak perempuannya tampak sayu.
“Kak Nita … pasti kelelahan. Aku nggak bisa terus-terusan nyusahin dia,” gumam Kayuna.
Mengingat pesan dari sang pengacara, akhirnya ia memutuskan akan bergerak sendiri malam ini, demi mendapat bukti kuat perselingkuhan Niko dan Airin.
.
.
.
Di sebuah club bar elit di kawasan Nusa Indah. Adrian bersama gengnya sudah bersiaga pada posisi masing-masing, setelah mendapat bocoran targetnya akan mengunjungi bar tersebut.
Mereka tengah menjalankan misi.
Danar dan Laudia sudah masuk untuk memulai misi mengumpulkan informasi. Sementara Adrian dan Reza memantau melalui monitor di dalam mobilnya.
“Ke mana arahnya?” bisik Laudia pada Danar.
Tak merespon, Danar malah fokus menikmati pemandangan mewah di sana. Ia mengelus dagunya sambil cengar-cengir, menatap para wanita cantik nan seksi yang terus mencuri perhatiannya. “Pantesan Adrian bersikeras ingin masuk, ini alasannya.”
Plak!
Laudia menepuk kasar leher belakang pria itu. “Fokus!”
Danar memejamkan mata sejenak setelah tengkuknya dihantam keras. “Aish! Sial!” Namun segera menoleh dengan senyum tipis, tak berani balik melawan. “Siap, Nyonya.”
“Seharusnya kuijinkan saja Rey yang masuk tadi.” Laudia menghela napas menyesal.
“Nggak ada yang lebih baik dariku sebagai partnermu. Rey belum tentu bisa memahamimu,” ucap Danar.
Laudia menyunggingkan bibirnya. “Ck.”
Gadis berparas cantik namun tegas itu pun sibuk menyentuh liontin kalungnya yang sudah disetting berisi kamera tersembunyi. Ia terus memutarnya ke arah berbeda.
“Berhenti, hadap ke arah jam sembilan.” Adrian memberi arahan dari seberang.
Di dalam mobil, mata jernih Adrian membulat lebar. “Dia …,” gumamnya sambil menatap monitor. Ia melihat seorang wanita misterius, memakai topi hingga menutupi sebagian wajahnya.
“Why? Kau mengenal seseorang?” tanya Laudia melalui earphonenya.
Tak menjawab, Adrian justru buru-buru turun dari mobil. Tanpa sepatah katapun.
“Rey …,” bisik Laudia.
“Bang Rey keluar, nggak tau mau ke mana.” Reza menjawab sambil mengawasi wanita yang baru saja memecah fokus bosnya itu.
Reza memperbesar objeknya. “Siapa dia? Sial nggak keliatan mukanya.”
Di dalam clubbing malam, seorang wanita misterius terus merapatkan topi dan maskernya, berusaha menutupi wajahnya.
Dia Kayuna, ia mendatangi club tersebut setelah mendapat pesan anonim itu. Matanya tampak gelisah, berulang kali menatap ke arah lantai dua — ruang VIP, tempat suaminya berjanji temu dengan wanita simpanannya.
“Sial, kenapa Kevin terus menatap ke arahku? Dia tahu ini aku?” gumamnya pelan.
Mata elang Kevin terus menyipit ke arah wanita yang duduk di depan meja bar, “Penampilannya aneh, gerak-geriknya seperti gelisah, mencurigakan. Siapa dia?” bisiknya sambil memegang railing lantai dua.
Kayuna cukup gegabah dan tak berpikir matang saat memata-matai suaminya, penampilannya yang mencolok dan mencurigakan cukup membuatnya menjadi pusat perhatian.
Dia memakai jaket bertudung dan topi, lalu wajahnya dibalut masker — persis seperti teroris.
“Kenapa orang-orang terus menatapku? Penampilanku … bukankah memang begini biasanya, pakaian para mata-mata di film-film yang kutonton,” ujarnya setelah memperhatikan bajunya, lalu menatap penampilan orang-orang di sekitarnya.
“Memang sedikit mencolok sih,” gumamnya lagi.
Netra beningnya langsung membulat saat ia mendongak ke arah lantai dua. “Di mana Kevin? Cepet banget ngilangnya.”
Kayuna lalu beranjak dari kursinya. Melangkah menaiki tangga, ia menyusuri koridor menuju ruang VIP.
Sementara itu, Kevin membuka kasar pintu. Ia melebarkan mata kala melihat bosnya yang bertelanjang dada — tengah melumat brutal bibir wanita yang dikenalnya. “Maaf, Pak.” Ia langsung berbalik badan, mengalihkan pandangan.
Niko dan Airin tampak gelagapan, pria beristri itupun langsung menyambar kemejanya yang tergeletak di lantai. “Kau ini!” bentaknya pada Kevin. “Nggak bisa ketuk pintu?!”
Kevin menelan ludah. “Maaf, Pak. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang mendesak,” ujarnya.
“Apa itu?!” tanya Niko sembari merapatkan resleting celananya.
Sementara Airin masih sibuk membenahi pakaiannya yang berantakan. “Ganggu aja,” gerutunya geram.
“Sepertinya ada seseorang yang mengintai Anda, saya curiga dia … adalah istri Anda,” jelas Kevin yang masih berdiri membelakangi bosnya. Ia menghela napas pelan saat sekilas pandangannya menangkap Airin dari pantulan dinding kaca.
Rambutnya acak-acakan, lipstiknya belepotan sampai ke pipi. ‘Dasar gadis bodoh.’
“Benarkah? Kayuna … nggak mungkin,” ujar Niko lalu berdiri. Wajahnya setengah panik. “Airin, aku keluar dahulu menyiapkan mobil, kau menyusul setelahnya.”
Airin mengangguk sambil menutupi buah dadanya yang sudah terbuka, “Iya, Pak.”
“Kevin, periksa siapa wanita itu,” perintahnya pada asistennya.
“Baik, Pak.” Kevin menunduk hormat.
Setelah Niko keluar, Kevin menoleh — menatap sinis Airin sambil berdecak pelan. “Ck.” Ia menyunggingkan bibirnya.
Airin menyadari itu. Matanya melotot pada Kevin yang baru saja menatap rendah dirinya.
“Tatapan apa itu barusan? Pria itu ….” Airin semakin geram saat laki-laki itu menutup pintu dengan keras.
“Sialan! Lihat saja, kalau aku berhasil menjadi nyonya dan menikah dengan bosmu. Kau … orang pertama yang akan kusingkirkan,” desisnya tajam.
*
*
Bersambung.