Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunuh diri
Sudah hampir setengah jam Gerald terjebak macet dan dia sedikit lagi mendekati alasan kenapa terjadi kemacetan begitu lama. Ia menurunkan kaca mobilnya dan bertanya pada pengendara lain.
"Ada kecelakaan di depan Pak?"
"Sepertinya iya Pak, seorang wanita hendak bunuh diri dan merugikan pengendara lain."
"Terimakasih." Gerald menaikkan kaca mobilnya dan melaju perlahan sampai akhirnya tiba di lokasi kejadian.
Keningnya mengerut melihat seorang wanita yang tampak berantakan di kerumuni banyak orang.
"Bu guru?" gumamnya.
Dia langsung turun dari mobil dan membelah kerumunan.
"Lain kali kalau mau bunuh diri jangan nyusahin orang. Semua orang punya masalah tapi nggak selebay mbaknya!"
"Egois banget sampai menyebabkan kecelakaan."
Ocehan itu masuk ke indera pendengaran Gerald begitupun Diandra. Bedanya Diandra menganggapnya angin lalu, ia tidak bisa menangkap omongan jahat semua orang, hatinya sudah terluka parah karena pengkhianatan dua orang kepercayaanya.
Alih-alih membela diri, Diandra mematung di pinggir jalan dengan air mata berderai.
"Ada apa ini?"
"Itu tuh ada mbak-mbak yang mau bunuh diri sampai berdiri di tengah jalan. Akibatnya pengendara mobil itu nabrak tiang lampu dan menyebabkan kemacetan."
Gerald beralih pada mobil yanh ditunjuk warga, menghampiri pemiliknya. "Ini kartu nama saya, hubungi saya untuk biayanya. Maaf sebelumnya karena merepotkan anda."
"Dia istri bapak ya? Kalau istrinya ada masalah jangan dibiarkan pergi sendiri. Saya terima kartu nama bapak." Pemilik mobil mengambil kartu nama Gerald.
Sedangkan Gerald sendiri beralih pada Diandra yang terus mengeluarkan air mata tanpa mengucapkan satu kata pun.
"Bu guru baik-baik saya? Saya antar pulang mau?" tawar Gerald.
"Kalau kenal sama mbaknya dibawa kerumah sakit saja Pak, sepertinya jiwanya terganggu."
"Ah ya terimakasih informasinya."
Tidak kunjung mendapatkan jawaban dari guru putranya, Gerald memutuskan mengendong Diandra dan membawa ke mobilnya. Mendudukkan dengan aman di samping kemudi dan dia mulai melaju usai memasangkan sabuk pengaman.
"Bu guru baik-baik saja?" tanya Gerald sekali lagi.
Tatapan Diandra kosong, bulir-bulir bening semakin deras berjatuhan membuat Gerald memutuskan untuk menepi.
"Maaf jika saya lancang." Gerald mengambil tisu dan mengusap pipi Diandra pelan.
"Kalau begini terus bu guru bisa sakit dan tidak masuk sekolah. Kalau nggak masuk sekolah kasian anak-anak terutama Bian," lirih Gerald, kali ini dia sedikit merapikan rambut Diandra yang berantakan
Sudut bibirnya tertarik melihat bola mata Diandra bergerak seolah jiwa yang sempat hilang kembali pada raga semestinya.
"Pak-pak Gerald?" Diandra langsung menyingkirkan tangan Gerald dari rambutnya. "Mobil saya?"
"Saya nggak tahu, saya menemukan bu Guru di depan apartemen di jalan Anggrek. Sepertinya bu guru mengalami masalah sangat besar sampai nekat bunuh diri."
"Saya?" Diandra menunjuk dirinya.
"Hm, kata orang di sana bu Guru berniat untuk bunuh diri."
"Sepertinya saya sudah gila karena pengkhianatan." Diandra terkekeh sembari menundukkan kepalanya.
"Kita kerumah sakit ya Bu? Lutut bu Diandra terluka."
Diandra mengangguk ragu, bukan karena luka di kakinya tetapi luka di hati sehingga untuk pulang ke rumah saja rasanya ia tidak punya tenaga.
"Jika Bian tau bu gurunya selemah ini, dia pasti sangat sedih, terlebih di mata Bian bu guru Diandra adalah pahlawan." Gerald terkekeh untuk mencairkan suasana, mendorong kursi roda yang Diandra duduki menuju ruang perawatan di kawal oleh suster.
Sebenarnya luka yang di derita Diandra tidak memenuhi syarat untuk dirawat inap, tetapi wanita itu meminta agar dirawat beberapa hari.
"Kak Jovin!"
Suara seseorang berhasil menghentikan langkah Gerald, keduanya menoleh ke sumber suara.
"Grace?" gumam Diandra.
"Kamu mengenal adik saya?"
.
.
.
.
.
lanjut tz kak...
diandra smga proses cerainya brjlan lncar,, ayo donk gerald move on dngan msalalu,, agar kamu bisa memnangkan proses klaien kamu...
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣