Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEBENARNYA SIAPA DIRIMU?
Amanda langsung bergegas keluar dari kamarnya dan entah dorongan dari mana Amanda berani mengetuk pintu kamar Alvaro yang berada tepat di sebrang kamarnya.
"Alvaro!! Buka pintunya!!" Ucap Amanda sedikit berteriak.
Tidak ada tanggapan dari dalam. Amanda pun mencoba membuka pintu itu dan beruntungnya pintunya tidak dikunci. Amanda pun langsung bergegas masuk ke dalam kamar Alvaro.
"Dimana Alvaro?" Gumam Amanda yang masih ketakutan.
Amanda langsung mengedarkan padangannya ke sekitar kamar milik Alvaro. Setelah diperhatikan ternyata Alvaro memiliki kamar yang sangat luas. Kamar Alvaro juga di dominasi oleh warna hitam dan abu-abu. Amanda benar-benar kagum dengan mewahnya kamar Alvaro. Tiba-tiba saja pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto yang berada di atas nakas.
Amanda mulai mendekat untuk melihat foto itu. Terus berjalan mendekat sampai Amanda tidak menyadari kehadiran Alvaro yang baru saja keluar dari kamar mandi. Saat Amanda baru memegang bingkai foto itu, tiba-tiba suara Alvaro mengejutkannya.
"Sedang apa kau di dalam kamarku?"
"Oh astaga." Amanda langsung berbalik dan melihat Alvaro sudah berada di belakang tubuhnya.
"Aaaaa!!" Teriak Amanda sambil menutup matanya.
Bagaimana Amanda tidak berteriak, saat ini Alvaro berada di hadapannya hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggang nya saja. Alvaro yang sudah terlihat marah pun langsung menggenggam tangan Amanda agar wanita itu tidak menutupi matanya.
"Lihat aku!" Geram Alvaro.
Amanda langsung menatap Alvaro. Saat melihat tatapan Alvaro, Amanda sudah bisa melihat kilat amarah yang menyelimuti Alvaro.
"Sedang apa kau di kamarku tanpa izin?!"
"Sakitt." Amanda mengaduh kesakitan karena kini Alvaro mencengkram tangannya.
"Jawab pertanyaanku!" Bentak Alvaro.
Amanda sangat takut saat Alvaro membentaknya. "A—Aku itu ... Ta-Tadi di dalam kamarku ada—"
"Jangan pernah masuk ke dalam kamarku tanpa izin dariku apalagi sampai menyentuh barang-barang yang ada disini!!" Bentak Alvaro.
Tanpa sadar, air mata Amanda menetes begitu saja tanpa diminta oleh sang pemilik mata. Hatinya tak terima saat Alvaro membentaknya seperti itu.
"Ma-Maaf." Ucap Amanda berusaha menahan tangisnya.
"Keluar dari kamarku!" Ucap Alvaro sambil menarik Amanda agar keluar dari kamarnya.
"Jangan pernah masuk ke dalam kamarku tanpa izin!!" Ucap Alvaro sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.
Tangis Amanda pecah saat Alvaro sudah menutup pintunya. Entah kenapa hatinya sesakit ini saat Alvaro membentaknya seperti tadi.
Seharusnya aku tidak perlu masuk ke dalam kamarnya apalagi menyentuh barang-barang miliknya. Batin Amanda.
Amanda pun pergi menuju lantai bawah. Ia tidak pergi ke kamarnya karena merasa takut. Jadi Amanda memutuskan untuk pergi menuju ruang keluarga.
Berbeda dengan Amanda yang tengah menangis, Alvaro kini masih diliputi oleh amarahnya. Entah kenapa dirinya bisa semarah ini kepada Amanda hanya karena wanita itu masuk ke dalam kamarnya dan menyentuh foto keluarganya. Ya, foto itu adalah foto keluarga Alvaro. Ia tidak suka jika ada orang lain yang menyentuh foto itu.
Tetapi tak berselang lama, rasa bersalah mulai menguasai Alvaro. Bayang-bayang Amanda tengah menangis saat dirinya membentaknya terus berkeliaran dalam benaknya.
"Aarrgghhh!!
Alvaro mengusap wajahnya gusar. Alvaro benar-benar bingung dengan dirinya sendiri.
"Kenapa aku harus merasa bersalah seperti ini kepada wanita itu?" Gumam Alvaro.
"Ini tidak bisa di biarkan. Semakin aku berusaha untuk menghilangkannya dari benakku, justru bayang-bayang wajahnya malah semakin berkeliaran." Ucap Alvaro.
Alvaro memutuskan untuk mengambil ponselnya untuk menghubungi Dennis.
"Bagaimana? Apakah kau sudah menemukan semua informasi tentang Amanda?"
"Emm ... Itu, Tuan. Sebenarnya aku sudah menemukannya. Tetapi ... "
"Tapi apa? Kenapa kau tidak memberitahuku?!"
"Tapi ... Tapi ada satu informasi yang masih harus aku cari kebenarannya."
"Apa maksudmu, Dennis? Besok berikan informasi itu kepadaku atau kau akan tahu akibatnya."
Tut!!
Alvaro langsung memutuskan sambungan telfonnya secara sepihak. Sementara di sebrang sana, Dennis benar-benar bingung harus bagaimana. Apakah dirinya harus memberitahu tentang informasi yang menyatakan bahwa Amanda adalah seorang pembunuh? Tetapi Dennis tidak yakin dengan informasi itu makanya dia ingin mencari tahu dulu tentang informasi itu.
Tapi sayangnya Alvaro tidak sabaran, jadi Dennis sedikit kesulitan mencari informasi yang sebenarnya.
***
Di negara yang berbeda, saat ini Luna begitu frustasi karena dia belum bisa menemukan keberadaan Amanda. Kedua orang tua Malvin terus mendesak nya agar bisa menemukan Amanda dan membawa wanita itu kehadapan mereka.
"Bagaimana ini? Sudah dua minggu berlalu tetapi aku belum bisa menemukan wanita itu? Bagaimana jika semuanya terbongkar? Habislah aku." Gumam Luna.
"Sepertinya aku harus mendesak Melani agar dia mau memberitahuku tentang keberadaan Amanda." Ucap Luna.
Tanpa berpikir panjang, Luna memutuskan untuk menghampiri Melani.
Sesampainya di depan rumah Melani, Luna langsung mengetuk pintu rumah itu. Tak lama, Melani pun keluar.
"Luna ... Ada apa lagi kau datang kemari? Jika kau kemari hanya untuk menanyakan di mana keberadaan Amanda, jawabanku akan tetap sama. Aku tidak mengetahuinya." Ucap Melani.
"Kau pasti berbohong! Kau pasti yang sudah menyembunyikan Amanda. Cepat beri tahu aku dimana Amanda?!" Tanya Luna penuh emosi.
Melani langsung menarik tangan Luna agar wanita itu menjauh dari rumahnya karena takut Ibu nya mendengar perbincangannya dengan Luna.
"Aku tidak menyembunyikannya, Lun. Aku benar-benar tidak mengetahui dimana Amanda berada." Balas Melani.
"Kenapa kau terus menuduhnya seperti ini? Aku yakin bukan Amanda pelakunya. Pasti ada seseorang yang sengaja menjebak Amanda agar datang ke apartment-mu itu" Lanjut Melani.
"Tidak mungkin, semua ini pasti kelakuan Amanda. Dia tidak rela Malvin bertunangan denganku sehingga dia rela melakukan apapun agar aku tidak bersama dengan Malvin." Ucap Luna berbohong.
"Ya, memang Amanda masih mencintai Malvin. Tetapi perasaannya saat ini tidak sebesar dulu. Dia sudah mencoba melupakan Malvin dan merelakan Malvin untukmu. Jadi tidak mungkin Amanda melakukan hal sekeji itu kepada pria yang dicintai nya." Balas Melani.
"Kau terus membela pembunuh itu. Seharusnya kau membelaku, Mel. Kau adalah sahabatku. Di saat seperti ini aku sangat membutuhkan seorang sahabat yang bisa menghiburku. Aku baru saja kehilangan tunangan-ku." Ucap Luna sambil menangis.
"Maaf, Lun. Tetapi semenjak kau bersama Malvin satu tahun yang lalu, aku sudah tidak menganggapmu sebagai sahabatku. Saat ini sahabatku hanya-lah Amanda." Ucap Melani.
"Kenapa?! Apa salahku kepadamu? Kenapa kau memperlakukan-ku seperti ini, Mel? Apakah kau tidak ingat bagaimana kita berteman sejak kau bekerja di restoran?" Tanya Luna disela tangisnya.
"Aku ingat, sangat ingat. Tetapi aku juga ingat bagaimana kau melupakanku dan Amanda hanya karena Malvin. Aku tahu kau sangat mencintai Malvin, tetapi apakah kau sadar, setelah kau menjalin hubungan dengan Malvin kau berubah, Lun. Kau bukan lagi Luna-sahabat yang aku kenal. Kau tidak pernah mau lagi menghabiskan waktu bersamaku dan Amanda. Kau tidak mau berbincang ataupun bertegur sapa lagi denganku dan Amanda. Apakah kau sadar akan hal itu? Sebenarnya sudah lama aku ingin membahas hal ini denganmu tetapi Amanda selalu mencegahku karena dia tidak ingin persahabatan kita hancur." Jelas Melani.
Luna langsung terdiam saat mendengar ucapan Melani. Memang benar apa yang di ucapkan Melani barusan. Dirinya berubah semenjak perjodohannya dengan Malvin terjadi.
"Semua sudah jelaskan untukmu, Luna? Jadi sebaiknya kau pergi. Jangan pernah menanyakan lagi dimana keberadaan Amanda karena aku tidak mengetahuinya. Sekalipun aku mengetahui dimana keberadaan Amanda, aku tidak akan pernah memberitahumu." Ucap Melani.
Setelah itu, Melani segera pergi meninggalkan Luna yang masih terdiam.
Ditempat yang berbeda, Amanda saat ini masih berada di ruang keluarga. Sudah hampir jam sebelas Amanda masih berada di ruangan itu sendirian. Tangis nya pun sudah berhenti, tetapi Amanda masih merasakan sakit di hatinya karena Alvaro membentaknya.
"Lihat saja nanti, dia pasti membutuhkanku." Gumam Amanda.
Entah kenapa Amanda sangat percaya diri sekali bahwa nanti Alvaro pasti akan membutuhkannya dan mengharuskan pria itu meminta maaf terlebih dahulu.
"Tapi kenapa hatiku sesakit ini di marahi olehnya? Padahal dulu aku sudah sering dibentak oleh tamu-tamu di restoran." Gumam Amanda.
Amanda berusaha mengenyahkan pikirannya tentang Alvaro. Ia berusaha memikirkan hal lain yang bisa membuat suasana hatinya Kembali membaik.
"Huffft ... Aku mengantuk." Ucap Amanda.
Amanda pun akhirnya merebahkan tubuhnya di sofa yang ia tempati dan tak lama ia sudah memasuki alam mimpinya. Amanda terpaksa tidur di sofa karena masih merasa takut jika kembali ke kamarnya.
Alvaro tiba-tiba saja terbangun karena ia merasa haus. Ia pun memutuskan pergi ke dapur untuk menghilangkan rasa dahaganya. Saat keluar dari kamarnya, Alvaro melihat pintu kamar Amanda terbuka. Dengan langkah pelan, Alvaro berjalan untuk menutup pintu kamar itu karena ia pikir Amanda lupa menutup pintunya. Saat akan menutup pintu, pandangannya tertuju pada tempat tidur yang kosong.
"Dimana wanita itu?" Gumam Alvaro.
Alvaro akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Amanda dan mencari keberadaan wanita itu. Alvaro mencoba mencari di walk in closet tetapi Amanda tidak ada disana, di kamar mandi pun tidak ada. Ada rasa khawatir yang menjalar dalam diri Alvaro saat tidak menemukan keberadaan Amanda. Apa karena dirinya membentak wanita itu tadi sehingga membuat Amanda pergi? Pikir Alvaro.
"Kemana dia?" Gumam Alvaro.
Alvaro mencoba mencari Amanda di lantai bawah. Mulai dari dapur, kamar tamu, kamar mandi hingga halaman belakang, tetapi Alvaro tidak menemukan Amanda di mana pun. Ia pun memutuskan untuk pergi menuju paviliun yang terletak di halaman belakang mansionnya dimana para pekerja nya ada disana.
Setibanya di paviliun, Alvaro langsung menekan bel. Walaupun ia adalah bosnya, Alvaro tidak ingin membuat keributan di jam-jam seperti ini. Tak lama, pintu pun terbuka. Mery sedikit terkejut saat melihat Tuannya berada di depan pavilion malam-malam begini.
"Tuan ... Ada apa?" Tanya Mery.
"Apakah Amanda ada di dalam?" Tanya Alvaro.
"Nona Amanda? Bukankah Nona ada di kamarnya?" Ucap Mery kebingungan.
"Jika dia ada di kamarnya, tidak mungkin aku akan pergi kemari untuk menanyakan keberadaan wanita itu." Balas Alvaro datar.
"Tapi Nona Amanda tidak ada disini, Tuan. Biar saya bantu mencari Nona." Ucap Mery.
Alvaro langsung pergi menuju mansionnya kembali diikuti oleh Mery. "Apakah Tuan sudah mencoba mencari Nona Amanda di semua ruangan yang ada disini?" Tanya Mery.
Alvaro langsung menghentikan langkah nya saat mendengar pertanyaan Mery barusan. Tiba-tiba saja ia teringat dua ruangan yang belum ia periksa. Yaitu ruang keluarga dan ruang tamu. Alvaro sedikit berlari menuju mansionnya. Tempat yang pertama ia tuju adalah ruang keluarganya.
Betapa leganya Alvaro saat tiba di ruangan itu, ia melihat Amanda sedang tertidur pulas di sofa. Mery yang baru saja tiba pun hendak mengeluarkan suaranya tetapi Alvaro langsung menyuruhnya untuk diam.
"Ya ampun, Nona. Kenapa Nona bisa tidur di sofa?" Bisik Mery karena tidak ingin membangunkan Amanda yang sedang tertidur pulas.
"Kau tunggu disini." Ucap Alvaro sambil berlalu pergi menuju kamar Amanda.
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Alvaro langsung kembali menuju ruang keluarganya. Ia langsung memakaikan selimut yang ia bawa ke tubuh Amanda yang terlihat kedinginan. Mery yang melihat Tuannya memakaikan selimut kepada Amanda pun segera bertanya.
"Kenapa Tuan tidak menggendong Nona saja ke kamarnya?" Tanya Mery.
"Jika aku membawanya ke kamar, besok pagi dia pasti bertanya-tanya siapa yang memindahkannya." Jawab Alvaro.
"Memangnya kenapa jika Nona bertanya seperti itu, Tuan?" Tanya Mery.
"Sudahlah, kau tidak perlu tahu. Besok pagi, jika dia bertanya siapa yang membawa selimut untuknya, bilang saja itu kau." Jawab Alvaro datar.
"Ba-Baik, Tuan." Ucap Mery.
"Kau bisa kembali ke paviliun." Ucap Alvaro.
"Baik, Tuan. Saya permisi." Ucap Mery
Mery pun segera kembali ke paviliun meninggalkan Tuannya Bersama Amanda. Senyum Mery mengembang saat mengingat bagaimana raut wajah khawatir tuannya saat tidak menemukan Amanda di mana pun.
"Sepertinya Tuan sedang jatuh cinta." Ucap Mery.
Sementara Alvaro, setelah memastikan Amanda sudah tidak kedinginan lagi dia memutuskan untuk ke dapur untuk mengambil minum.
Baru saja Alvaro berdiri, suara Amanda membuatnya menoleh.
"Ayah ... Ibu... Biarkan aku ikut bersama kalian." Gumam Amanda dengan mata yang masih terpejam.
Alvaro terus memperhatikan Amanda yang sedang mengigau memanggil Ibu dan Ayahnya.
"Se-menyedihkan itu kah hidupmu sampai-sampai kau menangis dalam mimpimu?" Gumam Alvaro saat melihat Amanda mengeluarkan air matanya.
Alvaro tak mau terlalu memikirkan Amanda, ia segera pergi menuju dapur. Tetapi saat baru beberapa langkah, suara Amanda kembali membuatnya terdiam.
"Aku bukan seorang pembunuh, Ayah ... Ibu ..."
Ucapan Amanda kali ini mampu membuat Alvaro terdiam cukup lama.
Pembunuh? Apakah dia sudah membunuh seseorang? Batin Alvaro.
Alvaro semakin penasaran dengan identitas Amanda. Besok pagi Dennis harus memberikan informasi mengenai wanita itu kepadanya.
"Sebenarnya siapa dirimu?" Gumam Alvaro sambil menatap Amanda yang masih tertidur pulas.
*****
To be continue ...