Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Ancaman Dari Utara~
Pagi berikutnya, Ironford diselimuti kabut tipis. Edrick berdiri di atas tembok barat bersama Darius, mengamati ladang dan jalan setapak menuju benteng. Ashenlight tergenggam erat di tangan Edrick, cahayanya lembut, seolah memberi energi tambahan pada keduanya.
Darius menunjuk ke arah utara. “Ada gerakan. Lima prajurit, berjalan pelan tapi terlihat hati-hati. Bisa jadi pengintai Garrick lagi.”
Edrick mencondongkan tubuh. “Kita tidak bisa menunggu mereka lebih dekat. Kita harus membuat mereka ragu sebelum sampai ke benteng.”
Selene dan Mira mengambil posisi di sisi utara dan timur, masing-masing menyiapkan busur. “Jika mereka menyerang frontal, mereka akan menyesal,” kata Selene.
Rolf dan Maren mengawasi para pengungsi dari menara barat. “Kita harus tetap tenang. Jangan biarkan mereka panik,” ujar Rolf kepada para pengungsi.
Edrick menggerakkan Ashenlight sedikit, kilatan pedang membuat para pengintai berhenti sejenak. Dua dari mereka menunduk dan mundur. Namun tiga lainnya tetap maju, pedang mereka siap menghadapi peringatan.
Darius memberi isyarat. “Selene, Mira… lepaskan sekarang!”
Dua anak panah melesat tepat mengenai musuh, menumbangkan dua pengintai. Yang terakhir berhasil melarikan diri sambil menjerit, menandakan bahwa lebih banyak pasukan mungkin akan datang.
Edrick menegakkan tubuhnya. “Ini baru pengintai. Kita harus bersiap menghadapi kelompok lebih besar. Segera periksa jebakan dan posisi pengintai tambahan.”
Para pengungsi menatap Edrick dan rombongan inti dengan campuran kagum dan ketakutan. Anak-anak yang selamat dari Brimvale menatap Ashenlight, seakan memahami bahwa pedang itu menjadi simbol keselamatan mereka.
Darius menepuk bahu Edrick. “Kita tidak bisa lengah. Ancaman Garrick nyata, dan kita harus menjaga benteng ini.”
Selene menambahkan, “Besok kita akan melakukan patroli ke sisi selatan. Kita harus tahu jika ada pasukan yang mencoba menyusup dari arah itu.”
Mira memandang ke ladang terbuka di depan benteng. “Kita harus siap untuk apapun. Setiap langkah mereka bisa menentukan siapa yang hidup dan siapa yang mati.”
Edrick menatap horizon utara, menyadari tanggung jawabnya semakin berat. “Ashenlight bukan sekadar pedang. Ini peringatan bagi siapa pun yang mencoba menyerang Averland. Kita tidak bisa gagal.”
---
Siang itu, kabut mulai menghilang, memperlihatkan ladang luas di utara benteng. Edrick dan Darius kembali meninjau tembok barat, memastikan setiap jebakan berada di posisi yang benar.
“Setiap jebakan harus efektif,” kata Darius sambil memeriksa parit yang digali di sisi gerbang. “Jika pasukan Garrick menyerang frontal, mereka harus menyesal.”
Edrick mengangguk, menatap Ashenlight. “Aku akan berada di titik yang terlihat dari semua sisi. Jika musuh mendekat terlalu dekat, aku akan menghentikan mereka.”
Selene dan Mira bergerak ke sisi utara dan timur. Selene memeriksa menara pengintai. “Kita harus menempatkan pengintai tambahan di sisi selatan. Mereka bisa memberi peringatan jika ada gerakan mendekat.”
Mira menambahkan, “Aku akan tetap di utara dengan busur. Jika ada yang mencoba menyusup, mereka tidak akan lolos begitu saja.”
Rolf dan para pengungsi membantu menyiapkan jebakan tambahan, menata batu di parit, dan memperkuat gerbang kayu. Anak-anak dan wanita diajari untuk tetap tenang dan tidak membuat suara.
Beberapa jam kemudian, suara langkah berat terdengar dari utara. Sekelompok pasukan Garrick muncul dari kabut, sekitar dua puluh orang, bersiap menyerang benteng.
Edrick mengangkat Ashenlight, cahaya pedang itu menyilaukan mata musuh. “Darius, Selene, Mira… bersiaplah. Mereka datang!”
Darius menggerakkan pedangnya, Selene menyiapkan busur, dan Mira mengambil posisi strategis. Para pengintai di sisi selatan memberi aba-aba bahwa musuh mendekat.
Pertempuran kecil pun terjadi. Anak panah Selene dan Mira menumbangkan beberapa musuh pertama. Edrick dan Darius menahan serangan frontal, menggunakan Ashenlight dan pedang Darius untuk menangkis lawan.
Pasukan Garrick terlihat ragu ketika melihat kilatan Ashenlight dan pertahanan benteng yang teratur. Beberapa mundur sementara yang lain mencoba menyerang dengan lebih hati-hati.
Rolf memberi aba-aba pada para pengungsi. “Tetap di menara, jangan keluar! Kita harus bertahan!”
Edrick menatap musuh yang mencoba maju lagi. “Kita harus membuat mereka mundur lebih jauh. Setiap langkah mereka bisa menjadi jebakan.”
Pertempuran berlangsung sengit selama beberapa menit. Beberapa musuh jatuh karena jebakan, anak panah, dan pertahanan Edrick serta Darius. Musuh yang tersisa akhirnya mundur, meninggalkan ladang terbuka.
---
Setelah pasukan Garrick mundur, Edrick menegakkan tubuhnya di atas tembok barat, napasnya berat tetapi matanya tetap fokus. Ashenlight masih tergenggam erat, cahayanya menandakan kemenangan kecil mereka.
Darius menepuk bahunya. “Kita berhasil menahan mereka, tapi ini baru awal. Mereka pasti akan kembali dengan pasukan lebih banyak.”
Selene menunduk, memeriksa busurnya. “Kita harus menata ulang jebakan dan memeriksa posisi pengintai. Jika mereka datang lagi, kita harus lebih siap.”
Mira menatap ladang utara yang kini sepi. “Musuh ragu karena Ashenlight. Kita punya keuntungan itu. Tapi kita tidak bisa terlalu lama berdiam diri.”
Rolf dan Maren menengok dari menara barat. “Para pengungsi mulai merasa aman, tapi kita tetap harus memberi pengawasan ketat. Setiap gerakan di sekitar benteng bisa menjadi ancaman.”
Edrick menatap horizon utara, membayangkan langkah selanjutnya. “Kita harus melakukan patroli rutin. Setiap hari, setiap sudut benteng harus diperiksa. Garrick tidak akan menyerah begitu saja.”
Darius menambahkan, “Kita juga harus mengirim pengintai jarak jauh ke reruntuhan Brimvale. Mereka bisa memberi informasi terbaru tentang pergerakan pasukan Garrick.”
Selene mengangguk. “Dan kita harus siapkan strategi untuk evakuasi cepat jika mereka menyerang dengan pasukan besar. Benteng ini harus bisa bertahan minimal sampai bantuan datang atau sampai kita menemukan cara menghentikan Garrick.”
Mira menatap Ashenlight yang kini bersinar lembut di tangan Edrick. “Pedang itu bukan hanya senjata. Itu simbol perlindungan. Setiap langkah kita sekarang ditentukan oleh keberanian kita.”
Malam itu, Benteng Ironford tetap siaga. Para pengungsi beristirahat dengan cemas, sementara Edrick, Darius, Selene, dan Mira berjaga di titik strategis. Cahaya Ashenlight menembus gelap malam, menjadi peringatan bagi siapa pun yang berani mendekat.
Edrick menutup mata sejenak, menenangkan diri. “Garrick akan datang lagi. Kita harus lebih siap, lebih cepat, dan lebih cerdas. Tidak ada ruang untuk kesalahan.”
Dengan tekad itu, malam di Ironford berakhir, namun ancaman dari utara masih membayang.