NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Nindya mengerutkan kening.

“Lalu… mengapa kita harus membahasnya lagi sore ini?”

Andrew tersenyum tipis, lalu bersandar di kursi.

“Karena saya ingin ada alasan untuk bertemu denganmu.”

Kata-kata itu menggantung di udara. Nindya terdiam, merasa wajahnya memanas. Ia menunduk, pura-pura merapikan kertas di tangannya.

“Pak, sebaiknya kita tetap profesional,” ujarnya pelan.

Andrew mengangguk, tapi senyum itu tidak hilang.

“Profesionalitas tetap nomor satu, Nindya. Tapi, saya juga manusia. Dan saya ingin mengenalmu lebih dari sekadar rekan kerja.”

Hening sesaat. Hanya suara pendingin ruangan yang terdengar.

Nindya menghela napas panjang. Ia sudah menduga arah pembicaraan ini sejak pagi, sejak pesan Andrew masuk ke ponselnya. Namun menghadapinya langsung membuat hatinya berdebar tak karuan.

“Kenapa saya, Pak?” tanyanya akhirnya, suaranya nyaris berbisik.

Andrew mencondongkan tubuh ke depan, suaranya tenang tapi mantap.

“Karena kamu berbeda. Kamu punya cara melihat sesuatu yang tidak semua orang punya. Dan… saya merasa nyaman bersamamu.”

Nindya menatapnya sekilas, lalu mengalihkan pandangan. Kata-kata itu sederhana, tapi terasa tulus. Ia tidak tahu apakah harus mempercayainya. Pengalaman masa lalu membuatnya skeptis, tapi ada bagian dari dirinya yang ingin merespons kehangatan itu.

Andrew lalu berdiri, menutup map, dan melirik jam tangannya.

“Kamu setuju kan dengan undangan saya?."

Nindya menggigit bibir bawahnya, bimbang. Suara hati kecilnya memperingatkan agar tidak larut. Tapi pikirannya juga tahu, ia sudah semakin sulit mengabaikan kehadiran Andrew.

Ia menghela napas lagi, lalu menatap Andrew dengan senyum tipis.

“Baiklah tapi saya harus mempersiapkan Yudith."

Andrew tersenyum lega.

“Baik.”

Di luar ruang rapat, lampu-lampu mulai menyala. Batam bersiap memasuki malamnya. Dan Nindya tahu, keputusan kecil sore ini mungkin akan membuka pintu yang lebih besar di kemudian hari.

Restoran kecil di sudut Nagoya itu tidak mewah, tapi suasananya hangat. Lampu-lampu temaram menggantung di langit-langit, memantulkan cahaya ke dinding kayu yang sederhana. Aroma sup hangat bercampur dengan rempah-rempah memenuhi udara.

Andrew sudah tiba lebih dulu, duduk di meja dekat jendela. Ia menegakkan tubuhnya ketika melihat Nindya masuk. Nindya mengenakan blus biru lembut dan rok hitam selutut, tampak sederhana tapi rapi. Rambutnya ia biarkan terurai. Andrew terdiam sesaat, lalu berdiri untuk menyambutnya.

“Terima kasih sudah datang,” katanya sambil menarik kursi untuk Nindya.

Nindya mengangguk singkat.

“Saya yang mestinya berterima kasih”

Andrew tersenyum, tidak tersinggung.

“Kamu suka roasted duck.”Tanya Andrew.

Pelayan datang, memberikan menu. Mereka memilih makanan dan setuju untuk memesan roasted duck.

Selagi menunggu pesanan selesai di buat mereka terlibat percakapan ringan

Namun, Andrew perlahan menggeser arah. “Nindya, boleh saya jujur?”

Nindya menatapnya waspada.

“Silakan, Pak.”

“Berhentilah memanggil saya ‘Pak’. Setidaknya malam ini. Saya ingin kamu melihat saya bukan hanya sebagai atasan.”

Nindya menelan ludah.

“Maaf saya lupa” Timpal Nindya sambil menahan senyum

“Andrew .. A.N.D.R.E.W”

Ada jeda kecil. Nindya menunduk, memainkan sendok di tangannya.

“Baiklah, Andrew.”

Nama itu terdengar asing sekaligus akrab di bibirnya. Andrew menatapnya, seakan puas mendengarnya keluar dengan natural.

Makanan tiba, uap sup mengepul. Percakapan mereka kembali mengalir, kali ini lebih personal. Andrew bertanya tentang Yudith, bagaimana Nindya membesarkannya sendirian. Nindya menjawab dengan hati-hati, tapi matanya tetap berbinar saat menyebut nama putrinya.

“Kamu kuat sekali,saya tahu itu tidak mudah.” Ucap Andrew

Nindya tersenyum kecut.

“Saya kuat ..karena saya tidak pilihan lain selain menjadi kuat..”Ucap Nindya bibirnya bergetar dan airmata mengalir di pipinya.

Andrew terkejut melihat hal itu, buru buru ia menyodorkan tissue kearah Nindya, dalam hatinya ia yang ingin mengusap air mata itu namun ia urungkan niatnya.

"Tolong jangan menangis, saya tidak bisa melihat perempuan menangis."Bisik Andrew sambil memandang prihatin kearah Nindya

Ucapan itu membuat udara mendadak berat. Nindya menatap Andrew, hendak membantah, tapi kalimatnya tertahan.

“Mm..maaf, saya pun tidak ingin menangis."Ucap Nindya demgan suata masih bergetar sambil menyeka airmatanya.

Andrew mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya lebih lembut.

“Menangis itu manusiawi, ada kalanya airmata yang mewakili perasaan hati .”

Nindya terdiam. Hatinya bergejolak. Di satu sisi, ia tahu Andrew pria dengan masa lalu yang tidak sederhana. Ia tahu ada risiko besar jika ia membuka pintu ini.

Tapi di sisi lain, tatapan Andrew membuatnya percaya bahwa mungkin—hanya mungkin—ia bisa menemukan sesuatu yang hilang sejak lama rasa aman.

Malam itu berakhir tanpa janji manis. Mereka hanya menyelesaikan makan, lalu berjalan keluar bersama. Di depan restoran, angin malam Batam bertiup lembut. Andrew menawarinya tumpangan, tapi Nindya menolak.

“Saya naik taksi saja.”

Andrew mengangguk, meski jelas ada kekecewaan kecil.

“Baiklah terimakasih, untuk malam ini.”

Nindya hanya tersenyum singkat sebelum masuk ke dalam taksi. Dari jendela, ia melihat Andrew masih berdiri, menatapnya pergi. Dan di dadanya, sesuatu berdenyut pelan—campuran rasa takut dan harapan.

Taksi berhenti di depan rumah tempat Nindya dan Yudith tinggal. Lampu-lampu kota Batam berkelip di kejauhan, tapi pikirannya masih tertinggal di restoran kecil yang baru saja ia tinggalkan.

Senyum Andrew, tatapan matanya yang seolah menembus pertahanannya, masih melekat jelas.

Nindya membuka pintu pelan, takut membangunkan Yudith yang sudah terlelap.

Begitu masuk, ia mendapati anak itu memang sudah tidur nyenyak di kamarnya, boneka kelinci putih tergenggam erat di pelukan. Pemandangan itu membuat dada Nindya sedikit lega.

Ia mengganti pakaiannya, lalu duduk di tepi ranjang sambil menatap langit-langit. Wajah Andrew muncul lagi dalam pikirannya, kali ini bercampur dengan kenangan yang tak ingin ia ingat—Armand.

Armand dulu juga pandai berkata manis. Janji-janji yang ia ucapkan terdengar masuk akal saat itu rumah yang hangat, keluarga yang bahagia, masa depan yang terjamin.

Tapi semua runtuh begitu kebiasaannya bermain dengan wanita lain terbongkar. Kata-kata yang dulu membuat hati luluh, kini hanya meninggalkan luka.

Nindya menghela napas panjang.

“Semoga aku tidak mengulang kesalahan yang sama?” bisiknya.

Ia tahu Andrew berbeda dari Armand dalam banyak hal. Andrew tidak kasar, tidak meremehkannya, justru sering mendengarkan.

Tapi, ia juga tahu Andrew bukan pria yang benar-benar bebas. Aura misteri itu tidak bisa ia abaikan. Ada rahasia besar di balik tatapan yang begitu mantap.

Nindya menegakkan tubuh, mencoba mengalihkan pikiran dengan menyalakan laptop dan membuka beberapa dokumen kantor. Tapi setiap kata di layar terasa kabur, tak mampu menyingkirkan bayangan Andrew.

Ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan singkat masuk

“Sudah sampai rumah? Semoga kamu dan Yudith tidur nyenyak. Terima kasih untuk malam ini, Nindya Itu berarti banyak bagi saya.”

Hanya itu. Tanpa embel-embel rayuan, tanpa janji kosong. Tapi justru kesederhanaannya yang membuat Nindya gelisah. Ia menatap layar cukup lama sebelum akhirnya mengetik balasan singkat.

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!