"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti kaca di lempar ke batu
"Nggak Ariel, kau sama sekali nggak merepotkan kami," ucap Adam tersenyum kecil sembari membalas genggaman tangan Ariella.
"Benar sayang, kamu nggak perlu memikirkan hal yang membuat kamu terbebani," ucap Ana dengan lembut, mencoba membuat Ariella nyaman dan tidak merasa malu.
Di tengah pembicaraan itu, Mbok Ima pun kembali dengan membawa nampan air di tangannya. Dengan perlahan Mbok Ima meletakkan nampan air di atas meja kaca.
"Ini Tuan airnya," ucap Mbok Ima sembari menata tiga gelas di atas meja beserta teko yang berisi air.
"Terima kasih Mbok," ucap Adam tersenyum tipis pada Mbok Ima.
"Sama-sama Tuan," ucap Mbok Ima mengangkat sedikit kepalanya melihat Adam dan Ariella secara bergantian.
Selesai mengantar air minum, Mbok Ima kembali ke dapur untuk meletakkan nampan setelah itu pergi ke kamar tamu yang berada di lantai satu. Kamar tamu itu akan menjadi kamar pribadi Ariella selama tinggal di kediaman Alex.
Kembali ke ruang tamu, Adam membantu Ariella meminum obat nyerinya. Dengan sabar Adam membantu Ariella meminum air di dalam gelas.
"Sudah?" tanya Adam menatap Ariella memastikan wanita pujaan hatinya itu tidak kehausan.
"Sudah, makasih ya," ucap Ariella tersenyum lembut pada Adam.
Adam hanya mengangguk pelan menanggapi perkataan Ariella. Pria itu bahkan tak segan memperlihatkan perhatian dan kelembutannya di depan Ana. Seperti sekarang ini salah satunya, Adam memberikan usapan lembut di rambut merah Ariella.
Ariella yang merasakan kehangatan tangan Adam menutup matanya, seakan tengah menikmati sapuan kasih sayang itu.
"Mama sepertinya mengganggu ya sayang, kalau begitu Mama ke kamar dulu ya."
Perkataan Ana membuat Ariella reflek membuka matanya. Baik Adam dan Ariella menatap Ana tanpa ekspresi. Kini Ana sudah bangku dari sopa yang ia duduki.
"Nggak kok Tante, iya kan Adam?" tanya Ariella memperlihatkan tatapan meyakinkannya.
"Iya Ma," ucap Adam menyetujui perkataan Ariella.
"Ah ya sudah kalau begitu, tapi Mama tetap mau ke kamar. Mama risi karena tadi sedikit terkena percikan hujan," ucap Ana yang dipahami Adam.
"Baiklah Ma, hati-hati jalannya," ucap Adam dengan lembut.
"Baik sayang," ucap Ana memperlihatkan senyum manisnya.
"Selamat malam Tante dan selamat beristirahat," ucap Ariella melambaikan tangannya dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.
"Makasih sayang, kamu juga ya," ucap Ana membalas senyuman Ariella. "Ya sudah, Mama pergi dulu," ucap Ana yang ditanggapi Adam dan Ariella dengan anggukkan kecilnya.
Ana melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tamu, menyisakan Adam dan Ariella saja di sana. Anak dan menantu idamannya itu ia biarkan berduaan saja, tanpa memikirkan apa yang Aisyah rasakan ketika mengetahui suaminya berduaan dengan cinta pertamanya.
Di lantai dua saat ini, terlihat pintu kamar Aisyah terbuka. Wanita bercadar itu keluar dari kamarnya, ia membawa botol air kosong. Kakinya melangkah pelan menuruni anak tangga. Tujuan Aisyah saat ini adalah dapur untuk mengisi air minumnya yang habis.
Di saat berada di anak tangga terakhir, Aisyah tak sengaja berpapasan dengan Ana mama mertuanya. Ana yang melihat Aisyah, langsung memasang wajah angkuhnya.
Wanita paru baya itu berhenti sesaat lalu menatap Aisyah yang kini juga berhenti di anak tangga terakhir. Aisyah menatap tatapan menusuk Ana dengan tatapan sendunya.
"Kamu! Lihat apa yang kamu lakukan pada Ariella, tangannya terluka parah sampai harus di perban! Dia bahkan harus mengonsumsi obat anti nyeri hampir sebulan. Cepat minta maaf padanya sekarang! Dia ada di ruang tamu!" ucap Ana dengan tegas sembari menatap Aisyah dengan tatapan intimidasinya.
"Baik Ma," ucap Aisyah dengan tatapan teduhnya yang menyimpan banyak air mata di dalamnya.
"Ya sudah cepat sana!" ucap Ana dengan ketus membuat Aisyah segera pergi ke ruang tamu.
Ana memperhatikan Aisyah yang perlahan meninggalkannya. Di sana, Ana tersenyum sinis melihat Aisyah yang semakin menjauh.
Setelah puas memperhatikan Aisyah, Ana pun kembali melanjutkan langkahnya ke kamarnya yang berada di lantai satu.
Aisyah menolehkan wajahnya kebelakang, ia mencari sosok Ana. Wanita itu menghela nafas lega dengan tangan yang memegang dadanya.
Syukurlah, Mama sudah nggak ada.
Aisyah menghirup udara sebanyak-banyaknya, agar dirinya bisa lebih percaya diri dan berani bertemu dengan sumber masalahnya.
Aisyah kembali melanjutkan langkahnya tanpa memikirkan apa pun. Ia begitu percaya diri menuju ruang tamu.
Di tengah kesunyian, ia sesekali bersenandung kecil sembari tersenyum. Guratan senyumannya itu terlihat jelas di sekitar kelopak matanya.
Masa lalu tak membuatnya goyah, apalagi tumbang. Aisyah sangat pandai mengelola perasaannya, dan itu semua ia dapatkan dari kasih sayang Allah.
Senandung lirih Aisyah (Nasheed Ya Adheeman by Ahmed Bukhatir)
Ashraqat nafsi bi noorimin fuaadi
Jiwaku dibersihkan oleh cahaya iman dihatiku
Hinama ra dattu Ya Rabal ibaadi
Bila ku memuji Tuhanku
Wan tashat ruhi wasara damu yajri
Dan hatiku terhibur dan bergelinangan air mata
Ya Ilaahi khuz bi Qalbi lirrashadi
Wahai tuhanku, bimbing hatiku ke jalan rosyada petunjukmu
Fi sukoon il ili ad'oo fis sujoodi
dalam ketenangan malam, daku berdoa di dalam sujudku
Waddoo jahouli sawaadun fis sawaadi
Walau ia dalam kegelapan, di sekelilingku
Ya Raoofun , Ya Raheeman , Ya Haleeman
Wahai Sang Kebaikkan, lagi Maha Penyayang, lagi Maha Penyabar!
Ya Kareeman , Malilfadhlika min nafaadi
Wahai Tuhanku Maha Kemuliaan, Khazanahmu tidak pernah berkesudahan
Ya Samee'an , Ya Mujeeban , Ya Adheeman.
Wahai Maha Mendengar, lagi Maha Pemberi, wahai Maha Agung
Ihdini ya Khaliqas Saba' Ashshidadi
Tunjukan kami, wahai pencipta sekalian makhluk
Ashraqat nafsi bi noorimin fuaadi
Jiwaku dibersihkan oleh cahaya iman dihatiku
Hinama radattu Ya Rabal ibaadi
Bila ku memuji Tuhanku
Wantashat ruhi wasara damu yajri
Dan hatiku terhibur dan bergelinangan air mata
Ya Ilaahi khuz bi Qalbi lirrashadi
Wahai tuhanku, bimbing hatiku ke jalan rosyada petunjukmu
Beberapa menit menit berjalan, Aisyah pun tiba di ruang tamu. Wanita itu yang memperhatikan marmer lantai mengangkat kepalanya guna melihat orang yang ia cari.
Aisyah menghentikan langkah dan senandungnya. Guratan senyum di wajahnya memudar perlahan. Matanya yang indah dan teduh menatap lurus ke depan.
"Deg!" Jantungnya seakan berhenti berdetak, bersamaan dengan waktu yang seperti berhenti sesaat.
Aisyah membuka mulutnya sedikit namun tak mampu mengutarakan apa pun. Di depan matanya, ia melihat suaminya begitu mesra dengan wanita masa lalunya.
Dengan mata kepalanya sendiri, Aisyah melihat Ariella menyandar manja di dada Adam, dengan Adam yang memeluk Ariella. Bahkan, kedua pasangan non halal itu tersenyum tanpa melihat satu sama lain.
Hati Aisyah yang membaik, kembali hancur seperti kaca di lempar ke batu. Kaca itu hancur lebur dengan serpihan yang bertebaran. Luka, terobati, lalu kembali terluka, seperti itulah gambaran hati Aisyah.