Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
Tangis Anya pecah di bahu Adrian. Tubuh mungilnya bergetar, kedua tangannya mendorong dada pria itu, tapi genggaman Adrian di pergelangan tangannya terlalu erat untuk sekadar dilepas.
“Lepaskan aku, Adrian…” suaranya pecah, hampir tertelan isak.
Adrian memeluknya lebih erat, seakan takut jika melepas, gadis itu akan benar-benar hilang dari hidupnya. “Aku tidak bisa… aku tidak bisa membiarkanmu pergi tanpa tahu alasan sebenarnya.”
Anya meronta, tapi lelah, lalu terkulai dalam pelukan itu. Bahunya basah oleh air mata yang terus mengalir. “Kenapa harus aku, Adrian? Kenapa kau menyamarkan dirimu… di tempatku?”
Adrian menunduk, bibirnya bergetar menahan kata-kata yang terlalu lama ia simpan. “Karena di dunia asliku, aku tidak bisa bernapas. Semua orang melihatku bukan sebagai manusia, tapi sebagai nama besar, sebagai pewaris… bukan Adrian yang sebenarnya. Dan saat aku bertemu denganmu, Anya… aku ingin merasakan sekali saja bagaimana rasanya dilihat apa adanya.”
Anya mendongak, wajahnya merah karena tangis, matanya sembab menatap lurus ke arah pria itu. “Tapi tetap saja kau bohong. Kau membuatku percaya pada ‘Raka’… seseorang yang bahkan tidak ada.”
“Raka memang tidak ada,” ucap Adrian lirih. “Tapi perasaanku padamu… nyata. Itu satu-satunya hal yang tidak pernah bohong.”
Hening menggantung. Hanya suara napas berat keduanya yang memenuhi dapur sempit itu.
Anya menggigit bibirnya, hatinya bimbang. Ia ingin marah, ingin membenci Adrian karena telah menipunya, tapi di saat yang sama, pelukan pria itu membuatnya merasa… aman.
“Anya…” suara Adrian nyaris bergetar, tangannya mengusap lembut punggung gadis itu. “Kumohon, beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Aku akan cerita siapa aku, kenapa aku di sini, apa yang sebenarnya terjadi. Tapi jangan pergi dariku. Jangan tinggalkan aku dengan salah paham.”
Air mata Anya jatuh lagi, membasahi kemeja Adrian. “Aku tidak tahu, Adrian… aku tidak tahu apakah aku bisa percaya lagi.
Adrian terdiam, lalu menarik wajah Anya pelan agar menatapnya. Tatapan mata itu begitu dalam, penuh luka sekaligus ketulusan.
“Kalau aku harus membuktikan dengan seluruh hidupku, aku akan lakukan. Tapi tolong… jangan tolak aku sekarang.”
Suasana hening kembali, hingga suara panggilan pelanggan dari ruang depan memecah keintiman mereka.
“Anya, ada tambahan pesanan!” teriak salah satu pegawai magang baru
Gadis itu segera menyeka air matanya, berusaha melepaskan diri dari pelukan Adrian. “Aku… aku harus kerja,” ucapnya singkat, suaranya parau.
Tanpa menoleh lagi, ia melangkah keluar dapur, meninggalkan Adrian yang masih berdiri di sana, kedua tangannya mengepal, wajahnya menegang menahan gejolak.
Adrian tahu dinding kepercayaan yang sudah ia bangun dengan susah payah, kini retak parah. Dan untuk memperbaikinya… mungkin ia harus membuka seluruh kebenaran, meski risikonya bisa menghancurkan segalanya.
...----------------...
Adrian berdiri di dapur cukup lama, pikirannya berperang. Suara tawa pelanggan di luar tak mampu menutupi dentuman keras di dadanya.
Akhirnya, ia melangkah keluar. Langkahnya pelan, namun penuh tekad. Anya sedang sibuk menata minuman di nampan, matanya masih merah, jelas ia baru saja berusaha menyembunyikan bekas tangis.
“Anya…” suara Adrian terdengar berat.
Gadis itu sempat berhenti, namun tak menoleh. “Jangan sekarang, Adrian. Aku masih kerja.”
Adrian menghela napas, lalu melangkah lebih dekat. “Kalau aku tidak bilang sekarang, mungkin kau tidak akan pernah mau dengar lagi.”
Anya menoleh, tatapannya tajam meski sembab. “Apa lagi yang mau kau bohongi?”
Adrian menggeleng pelan. “Bukan kebohongan. Ini… kebenaran yang selama ini aku simpan.”
Anya terdiam. Jari-jarinya meremas nampan erat-erat.
Adrian menarik napas panjang, suaranya lirih namun penuh getaran. “Alasan kenapa aku ada di sini… alasan kenapa aku rela menyamar jadi orang biasa dan bekerja di kafe ini… semua karena aku ingin dekat denganmu. Aku ingin mengenalmu lebih dalam, Anya.”
Anya mengerutkan kening, ragu. “Apa maksudmu?”
Tatapan Adrian mengunci mata gadis itu. “Kau ingat beberapa tahun lalu? Waktu kau masih kecil. Ada seorang anak laki-laki yang hampir di kejar oleh penculik saat hujan turun, lalu tanpa rasa takut kau menyembunyikan aku di rumah kosong?”
Tubuh Anya menegang. Ingatan samar itu langsung muncul seorang anak laki-laki dengan wajah pucat, berlari ketakutan, lalu dirinya kecil yang berani menarik anak itu kerumah kosong, hingga penculik itu kabur.
“Mungkin kau lupa detailnya…” lanjut Adrian, suaranya serak. “Tapi anak laki-laki itu… adalah aku.”
Anya terbelalak.
“Aku tidak pernah lupa, Anya. Kau yang menyelamatkan hidupku saat semua orang hanya menonton. Dan sebagai tanda terima kasih… aku memberikanmu sebuah kalung kecil. Kalung berbentuk bintang agar aku tau siapa kamu dan kamu bilang jika kamu suka” kue keju" ujar Adrian
Anya terhenyak. Tangannya refleks menyentuh kalung bintang perak yang selalu ia kenakan di lehernya, benda yang bahkan sudah kekecilan tapi tak pernah ia lepas sejak kecil.
Air matanya kembali menggenang. “Jangan bilang… kalung ini…”
Adrian tersenyum getir. “Itu milikku dulu. Dan aku memberikannya padamu sebagai janji. Bahwa suatu hari aku akan mencarimu lagi… dan melindungimu dengan seluruh hidupku.”
Anya mundur setapak, tubuhnya gemetar. “Jadi selama ini… semua kebetulan itu… bukan kebetulan?”
Adrian mengangguk pelan. “Aku mencarimu bertahun-tahun, Anya. Dengan kalung dan kue keju yang menjadi ciri-ciri, dengan ingatan samar yang kupunya. Dan saat akhirnya aku menemukanmu di sini… aku tahu aku tidak boleh salah langkah. Aku harus memastikan kau menerima aku apa adanya. Itulah kenapa aku memilih menyamar. Aku ingin kau mengenal Adrian sebagai manusia… bukan sebagai nama besar atau pewaris siapa pun.”
Suasana hening. Air mata mengalir di pipi Anya, membasahi kalung bintang yang ia genggam erat.
“Anya…” suara Adrian pecah. “Aku tidak pernah berniat membohongimu soal perasaan. Setiap senyum, setiap perhatian, itu semua tulus. Dan aku mohon… jangan buang aku hanya karena aku terlalu pengecut untuk jujur dari awal.”
Tangis Anya pecah kembali. Tapi kali ini bukan hanya marah melainkan campuran antara haru, rindu yang tak pernah ia sadari, dan luka yang belum sembuh.
Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, tubuhnya bergetar hebat.
Adrian mendekat, menggenggam bahu gadis itu lembut. “Kau adalah alasan aku bertahan, Anya. Sejak kecil sampai sekarang. Kumohon… percayalah padaku sekali lagi.”
Anya menurunkan tangannya, menatap Adrian dengan mata basah. “Kalau semua itu benar… kenapa sekarang baru kau katakan?”
Adrian terdiam, suaranya nyaris berbisik. “Karena aku takut kehilanganmu lebih cepat dari menemukanmu.”
Bersambung
lgian,ngpn msti tkut sm tu nnek shir....
kcuali kl ada rhsia d antara klian....🤔🤔🤔