NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13.Sang Manipulator

Langit kota berubah kelam lebih cepat dari biasanya, seolah ikut menutup rapat rahasia busuk yang mengendap di balik senyum-senyum manis para tokoh di layar kaca.

Di rumah sakit kecil di pinggiran kota, aroma obat antiseptik bercampur samar dengan bau kopi dingin di meja samping. Lampu neon di langit-langit memantulkan cahaya putih pucat, membuat lingkar hitam di bawah mata Kayla semakin jelas. Ia masih duduk di sisi ranjang Revan, jarinya sesekali merapikan selimut, meski Revan sudah tidur pulas.

Kayla tidak lagi menghitung hari. Tidak lagi mengeluh. Karena kali ini, ia sudah bertekad: tidak akan lari.

Sementara itu, di sudut lain kota, Leo duduk di kursi kulit hitam di ruang kerjanya. Suasana di sana seperti di dalam lemari es—dingin, kaku, tanpa kehidupan. Jemari Leo bergerak pelan di atas touchpad laptop, membuka file demi file: foto, cuplikan video, draft narasi berita. Semua hasil rekayasa yang nyaris sempurna.

Plan A—menghantam Keira dengan emosi—gagal. Perempuan itu ternyata terlalu cerdas untuk terpancing. Terlalu kuat untuk runtuh hanya karena kemarahan. Jadi sekarang, giliran Plan B. Bukan lagi soal hati. Ini soal kendali.

Leo mengangkat ponsel, menempelkan ke telinganya. Tatapannya lurus ke layar, nyaris tanpa berkedip.

“Sebarkan sekarang,” ujarnya datar, seperti membacakan vonis.

___

Hanya butuh beberapa menit sebelum dunia maya bergemuruh.

Video berdurasi dua menit melesat dari satu gawai ke gawai lain. Di layar, Keira—yang publik kenal sebagai putri Gunawan sekaligus istri Leonard—tampak berjalan di mall bersama seorang pria. Kamera mengikuti dari jarak yang diatur rapi, memotong momen tertentu sehingga gerakan mereka terlihat terlalu dekat, terlalu intim. Wajah Revan jelas sekali.

Narasinya beracun:

“Putri Gunawan, pewaris imperium keluarga, tertangkap berselingkuh dengan pria lebih muda. Leonard Hadiwijaya dikabarkan terpukul dan mempertimbangkan gugatan cerai. Keluarga besar Gunawan terancam hancur akibat skandal ini.”

Komentar publik bermunculan bak hujan batu. Fitnah, caci maki, teori konspirasi. Semua diarahkan untuk satu tujuan—menghancurkan nama Keira.

 ___

Di rumah sakit, Revan yang sedang membuka ponselnya mulai terganggu oleh deretan notifikasi. Grup keluarga, teman kuliah, rekan kerja—semua mengirim link video dan tangkapan layar.

“Ini... apa?” gumamnya. Suaranya rendah, tapi kaget. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat.

Ia memutar video itu. Mata Revan melebar, napasnya tertahan. Bahunya menegang. Kayla, yang tengah menuang sup ke mangkuk, langsung menoleh. Ia mengenali bahasa tubuh itu: kaget bercampur marah.

“Ada apa, Van?” tanyanya, nada suaranya panik.

Revan mengangkat ponsel, memperlihatkan layar.

Kayla melangkah mendekat, lalu dunia di sekelilingnya seperti kehilangan warna. Itu memang dia dan Revan di mall. Tapi sudut kamera yang dipilih, cara video itu diedit, dan narasinya—semuanya dirancang untuk menjerat.

“Ini... Leo,” desisnya, matanya mengeras. “Ini semua kerjaan dia. Dia tahu rencana kita. Dia mau kita pisah. Dia—”

“Sepertinya dia punya mata-mata,” potong Revan, matanya berputar cepat seolah memindai setiap sudut ruangan, curiga.

Tiba-tiba, ponsel Kayla berdering. Nama di layar membuat darahnya seolah berhenti mengalir: Papa.

Jari-jarinya gemetar saat menekan tombol terima.

“Papa—”

“Apa yang baru saja kau lakukan, Keira?” Suara di seberang dingin, nyaris asing. “Kau tak pernah bilang soal ini.”

“Papa, itu bukan—itu video editan! Itu semua ulah Leo—”

“Kenapa semua orang selalu menyalahkan Leo? Apa tak ada yang bisa mengakui kesalahan sendiri?” Nada papanya meninggi, memotong tanpa memberi ruang.

“Papa, tolong dengar aku dulu—”

“Papa tak peduli. Yang kulihat sekarang: saham perusahaan jatuh, media menyerbu, investor panik. Semua karena ulahmu.” Napas berat terdengar dari seberang, seperti sedang menahan amarah yang menggelegak. “Aku cuma minta satu hal sejak awal: patuhi Leo. Diam. Tunduk. Jangan bikin ribut. Tapi kau malah—”

“Papa—”

“Kau malah makin membuat keributan!” bentaknya. “Kau membuat kami makin tenggelam dalam utang. Dan itu artinya kau akan semakin lama tinggal bersama Leo.”

Bibir Kayla bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

“Jauhi Revan. Dan patuhi Leo. Jangan paksa papa... menghukum mu.”

Klik. Sambungan terputus.

Kayla menurunkan ponsel perlahan, seolah beratnya bertambah sepuluh kali lipat. Air mata mengalir tanpa ia sadari.

“Jadi... selama ini aku nggak pernah benar-benar berarti ya?” suaranya pecah, nyaris berbisik. “Bahkan buat keluarga aku sendiri...”

Revan bergeser, nyaris mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Kayla, tapi ia mengurungkan. Ada keraguan di matanya. Ada rasa takut, juga rasa bersalah.

“Mungkin... kita memang harus jaga jarak dulu, Kei,” katanya pelan, nyaris tak terdengar. “Untuk sementara, sampai semuanya tenang.”

Seolah semua tulang di tubuh Kayla runtuh. Revan—satu-satunya orang yang ia pikir akan bertahan—ikut menjauh.

____

Di tempat lain, Leo duduk di kursinya. Cahaya dari layar laptop memantulkan kilau dingin di matanya. Di monitor, feed kamera tersembunyi dari ruang rawat ,tidak sia -sia Leo membayar salah satu perawat untuk meletakkan kamera tersebut tampilan Keira yang membeku di tempat, dan Revan yang perlahan mundur. Senyum tipis merayap di bibirnya.

“Game, set, match,” gumamnya.

Revan menjauh. Keluarga memusuhi. Media membantai. Dan Keira kembali jadi bidak di papan catur milik Leo.

Untuk membuatnya tunduk sepenuhnya... hanya tinggal satu langkah lagi.

$$$$$

Langkah Kayla terasa seperti menginjak lumpur berat saat meninggalkan bangsal rumah sakit. Di belakangnya, Revan masih terbaring—wajah pucat dibingkai perban, tubuhnya terhubung ke selang infus dan mesin pemantau yang berdetak pelan. Bunyi beep teratur itu adalah denyut buatan, pengganti detak hidup yang kini bergantung pada perawatan.

“Mungkin… kita memang harus jaga jarak dulu, Kei,” suara Revan lirih, nyaris seperti permintaan maaf yang tak sanggup diucapkan penuh. “Untuk sementara, sampai semuanya tenang.”

Kayla menelan ludah, tapi kata-kata tersangkut di tenggorokan. Tidak ada protes. Tidak ada ‘jangan’. Hanya anggukan kecil—gerakan mekanis yang tak sebanding dengan rasa sakit yang memelintir dadanya.

Setiap langkah yang ia ambil menjauh dari ranjang itu terasa seperti tikaman pelan, berulang, menusuk sampai dasar jantung.

Lorong rumah sakit panjang dan sepi, tapi pintu keluar seperti gerbang menuju neraka yang terbuka lebar.

Begitu kaki Kayla menjejak trotoar luar—neraka itu menerkam.

Kilat kamera meledak di wajahnya. Berkali-kali. Menyilaukan. Membutakan. Seolah hujan petir yang tidak memberi jeda untuk bernapas.

“Keira! Benarkah kamu berselingkuh dengan pria muda?!”

“Kamu istri Leonard, kenapa mesra dengan Revan—karyawan magang Pak Leo sendiri?!”

“Apa ini strategi busuk untuk bangkitkan bisnis keluarga Gunawan?!”

Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur seperti peluru dari segala arah. Mikrofon, ponsel, dan kamera didorong begitu dekat hingga ujungnya nyaris menyentuh kulit pipi Kayla. Beberapa bahkan merekam sambil menyoraki. Ada yang tertawa sinis, ada yang memelototi mata penuh cemooh.

Langkah Kayla terhuyung. Napasnya tersendat.

Tatapan-tatapan itu… bukan hanya asing, tapi beringas. Mata-mata yang lapar akan drama, menginginkan darahnya, membedah reputasinya di depan publik.

Dia ingin teriak—Itu bohong! Itu jebakan!—tapi Kayla tahu, tidak ada yang mau mendengar kebenaran dari ‘tokoh antagonis’ dalam cerita yang sudah diskenariokan media.

Dan tiba-tiba, kenangan lama mencuat.

Pasar desa, bertahun-tahun lalu. Kayla—usia tujuh—terlepas dari genggaman tangan neneknya.

Kerumunan mengerubungi. Wajah-wajah asing menunduk, mulut-mulut mereka bertanya sekaligus menuduh.

“Anak siapa ini? Kenapa nangis? Di mana orang tuamu?!”

Sebelum sempat menjawab, tuduhan datang bertubi-tubi. Ada yang bilang dia nakal, ada yang bilang dia anak yang dibuang. Teriakan semakin bising. Tubuh kecil Kayla terdorong, hampir terjatuh.

Lalu—“Kayla!”

Suara neneknya membelah kebisingan, tapi hanya sebentar sebelum semuanya kembali gelap dan bising.

 ___

Kepala Kayla berdenyut keras. Napasnya terengah. Dunia di sekeliling berputar, wajah-wajah di hadapannya berganti-ganti bentuk seperti bayangan buruk yang memburu.

Tubuhnya goyah, hampir terjatuh—sampai sebuah tangan menahan bahunya.

Pegangan itu kuat, tapi tidak kasar. Ada wangi parfum maskulin yang ia kenal terlalu baik.

Suara itu memecah riuh dengan nada yang tegas dan tak terbantahkan.

“Keira!”

Kerumunan sontak terdiam. Sorotan kamera beralih ke sumber suara.

Leonard berdiri di sana. Setelan gelapnya rapi tanpa setitik debu. Kacamata hitam menutupi matanya, tapi senyum tipis di bibirnya terlalu tenang—terlalu sempurna untuk situasi seperti ini.

Dia merangkul bahu Kayla, menundukkan sedikit kepala seolah melindungi. Gerakannya memayungi, tapi genggamannya mencengkeram.

“Tolong beri jalan. Keira mengalami tekanan mental. Kami akan beri klarifikasi resmi nanti,” ucap Leo datar namun lugas, persis pahlawan dalam opera yang sudah hafal semua dialognya.

Tak ada wartawan yang berani membantah langsung Leonard Hadiwijaya. Tapi lensa kamera mereka tetap menempel, merekam setiap detik. Bagi mereka, ini bukan sekadar berita—ini tontonan.

Leo menggiring Kayla ke arah mobil hitamnya. Sepanjang jalan, genggamannya di bahu Kayla tak pernah mengendur—seolah mengantar, tapi sekaligus menahan agar Kayla tak ke mana-mana.

Begitu pintu mobil tertutup, dunia di luar terdengar seperti gaung jauh.

Tapi di dalam mobil… hawa Leo jauh lebih dingin daripada sorakan massa tadi.

$$$$$

Di dalam mobil yang senyap dan hangat, Keira menoleh perlahan.

Matanya sembab, kelopaknya merah seperti kelopak bunga yang layu terkena hujan deras. Nafasnya masih belum stabil—setiap tarikan terasa pendek dan berat.

Leo, duduk di sampingnya, menatap dengan senyum yang nyaris seperti pelukan hangat. Jemari panjangnya mengusap rambut Keira perlahan, membelai seperti hendak menenangkan anak kecil yang ketakutan.

“Tenang…” bisiknya lembut, nyaris seperti mantera. “Aku akan membawamu keluar dari semua ini.”

Mobil mulai melaju, meninggalkan keramaian di luar.

Kilatan kamera, teriakan, dan tatapan beringas itu memudar menjadi hanya gema samar di kepala Keira. Tapi bersama itu, ia juga meninggalkan Revan… dan meninggalkan sepotong kepercayaan yang baru saja tumbuh—kepercayaan yang kini remuk, seperti kaca yang jatuh di lantai.

Keira menatap keluar jendela. Bayangan lampu jalan berlari mundur di kaca, berganti-ganti dengan gelap. Pandangannya kosong, seolah mencari sesuatu yang hilang di kejauhan.

Tiba-tiba, suara Leo memecah keheningan. Nada suaranya berubah.

Hangatnya lenyap. Yang tersisa adalah dingin—tajam dan penuh kendali.

“Kesempatan tidak datang dua kali, Keira.”

Keira menoleh, perlahan, keningnya berkerut. Ada tanda tanya di matanya, tapi juga kegelisahan yang mulai menyelinap.

Leo memiringkan tubuhnya sedikit, wajahnya mendekat. Senyum tipisnya kali ini bukan lagi menenangkan—melainkan senyum milik seseorang yang tahu ia sedang menang.

“Cukup sudah kau bermain sebagai korban. Kau akan kembali menjadi Keira yang dulu. Yang tunduk. Yang patuh. Yang tahu siapa yang memegang kendali.”

Jemarinya—dingin meski udara di dalam mobil hangat—mencengkeram dagu Keira, memaksanya menatap tepat ke matanya.

“Jadilah gadis penurut ku lagi, Keira.”

Gemetar mengalir pelan di sepanjang tulang belakang Keira. Luka di kepalanya yang belum sembuh berdenyut sakit, seperti menolak perintah itu.

Dan di sela denyut itu… sepotong ingatan muncul.

Bukan dari rumah ini, bukan dari kehidupan bersama Leo—tapi dari masa yang lebih jauh.

Seorang anak perempuan di bawah cahaya lampu pasar. Suara laki-laki asing berbisik di telinganya. Tangis yang berusaha ditahan. Semua terasa dekat… tapi kabur. Terlalu kabur untuk diraih.

Leo bersandar kembali di kursinya, senyum puas terlukis di wajahnya. Ia yakin rencananya sudah berhasil menyeret Keira kembali ke dalam genggamannya.

Tapi ada satu hal yang Leo lupa…

Keira yang duduk di sampingnya sekarang—bukan lagi Keira yang dulu.

.

.

.

Bersambung.

1
Dedet Pratama
luar biasa
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
iqueena: sharelok sharelok
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 2 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Kutipan Halu: iyaa kak greget jugaa kalau lemah muluuu, org kek leo emng hrs di kasih paham😄😄
total 1 replies
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Kutipan Halu: diaa memilih abnormal kak☺☺
total 1 replies
Pandandut
mending ngaku aja sih
Kutipan Halu: emng bisaa ya kak, kan udh terlanjut bohong gituu org2 udah juga pada percaya, klu aku jadi keira sih juga pasti ngambil jln dia juga😭😭
total 1 replies
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
Kutipan Halu: waspada selalu kak☺
total 1 replies
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!