Alam Dongtian berada di ambang kehancuran. Tatanan surgawi mulai retak, membuka jalan bagi kekuatan asing.
Langit menghitam, dan bisikan ramalan lama kembali bergema di antara reruntuhan. Dari barat yang terkutuk, kekuatan asing menyusup ke celah dunia, membawa kehendak yang belum pernah tersentuh waktu.
Di tengah kekacauan yang menjalar, dua sosok berdiri di garis depan perubahan. Namun kebenaran masih tersembunyi dalam bayang darah dan kabut, dan tak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi penyelamat... atau pemicu akhir segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantang Raja Laut II
ZRAAAARRRRR——!!!
Laut tak berangin yang tenang itu kini bergemuruh hebat. Dari dasar kegelapan samudra, pusaran raksasa terbuka lebar, menelan cahaya dan keheningan sekaligus. Angin menggulung seperti badai, meski tidak membawa awan, hanya tekanan dahsyat yang membuat jiwa siapapun berguncang.
Di langit yang tinggi, kelima sosok melayang, membentuk formasi bertahan. Zhang Wei berdiri paling depan, tubuhnya diselimuti kabut kelabu yang semakin memadat.
“Jangan dekati wilayah utama. Fokus kalian hanya lindungi Yan Zhuan dan bersihkan gangguan,” ucapnya dengan suara tenang, namun cukup untuk menggetarkan langit.
“Siap!” sahut Shen Dou sembari mengepalkan tinjunya. Fei Yuan dan Ruo Lian langsung bergerak menjaga sisi kanan dan kiri, sementara Yan Zhuan menarik busur panjang spiritualnya dan mulai menyerap aura langit.
RAAAAAOOOOOHHHHH——!!
Suara parau seperti ratusan lonceng purba meledak serempak. Tubuh raksasa yang seakan menggulung lautan itu menampakkan diri dari pusaran gelap: kulit ungu kelam, mata seperti jurang jiwa, dan tentakel-tentakel kolosal yang menyapu udara.
“MA-NU-SI-A…” gumam sang Gurita Pemakaman Jiwa. Suaranya bergema melalui getaran jiwa, langsung menembus kesadaran, membuat dada bergetar. “Pencuri… pemangsa… pengusik… binasa…”
RIBUAN tentakel kecil mencuat dari kedalaman, masing-masing membawa anak-anaknya: gurita dengan kepala berduri, bertaring, bersayap, bahkan bersisik. Setiap satuan memiliki aura yang berbeda—ada yang setara dengan Martial King, ada pula yang mendekati Martial Ancestor.
“Yan Zhuan, bersiap,” bisik Zhang Wei.
SWIIING——!!!
Panah spiritual melesat, meledak menjadi serpihan cahaya yang memusnahkan puluhan makhluk kecil sekaligus.
“Jaga dia,” seru Zhang Wei. Shen Dou melompat ke depan, melindungi sisi bawah. Fei Yuan menyibak ruang, menciptakan ilusi arah untuk mengacaukan konsentrasi para penyerang. Ruo Lian membentuk formasi pelindung bayangan dengan jari-jarinya yang menari cepat.
Di sisi lain, tubuh Zhang Wei mulai bersinar.
“Zona Embun Kekacauan…”
WUUUMMMMM——!!!
Tanah di bawah laut tiba-tiba mengangkat. Sebuah medan energi kelabu dengan garis-garis spiral menyebar ke segala arah, membekukan aliran waktu lokal. Gelombang jiwa dari gurita raksasa itu ditahan sesaat, cukup untuk Zhang Wei mengangkat pedangnya ke atas.
Pedang legendarisnya—yang sudah menyatu dengan kehendaknya—mengeluarkan suara mendengung rendah, seperti nyanyian dari zaman purba. Aura kelabu menggulung, membentuk naga berkepala dua.
Zhang Wei menerjang.
BOOOOOMMMM——!!
Tabrakan pertama mengguncang langit. Air laut terbelah hingga ke dasarnya. Gurita itu mengangkat enam tentakel, menyerang dari segala arah dengan kekuatan mentah yang brutal. Zhang Wei berputar, menari dalam badai tentakel itu, membentuk garis kelabu yang mustahil ditangkap mata biasa.
CLANG! CRASH! DRAAAAKK——!!
Setiap serangan bukan hanya kekuatan fisik, tapi benturan kehendak antara dua makhluk yang telah melewati batas fana. Tubuh Zhang Wei terpental sekali, lalu mengatur napas.
“Jadi ini kekuatan makhluk yang tinggal di ambang batas mahluk fana…”
RAARRGGHHHH——!!!
Makhluk itu mengamuk, mengeluarkan gelombang kejiwaan yang menyapu seluruh langit. Langit terbelah. Tentakel kolosal itu memukuli medan embun kekacauan, berusaha menembusnya.
Zhang Wei menancapkan pedangnya ke udara. Aura kelabu menyatu dengan medan sekitarnya, membentuk domain kecil yang mengunci kecepatan dan kekuatan gurita raksasa itu.
“Kalau kau membenci manusia… maka bencilah aku sepenuhnya.”
WUUUSHHHH——!!
Dia menerjang lagi, kali ini tidak menahan. Kombinasi teknik pedang yang belum pernah digunakan sebelumnya meledak dalam aliran siluet: gelombang, tusukan, tebasan, putaran. Teknik demi teknik dilancarkan dengan presisi sempurna, setiap ayunan disertai efek suara ledakan seperti ratusan guntur.
Namun…
RAAAAOOOOOOOOHHHH——!!!
Gurita itu mengangkat seluruh tubuhnya, membanting kembali ke laut. Air laut naik, membentuk tsunami raksasa yang mengarah ke langit. Zhang Wei mengunci posisinya, bersiap untuk pertarungan yang belum akan selesai dalam waktu dekat.
Pertarungan telah dimulai.
Dan tidak ada ruang untuk kesalahan.
RAAAAARRRHHHH——!!!
Langit yang mulai menguning kini berubah merah keemasan, senja mewarnai medan pertempuran yang tiada henti di atas Laut Tak Berangin. Riak air tak lagi tenang, bergulung tanpa irama, tercabik oleh gelombang kekuatan yang tak terhitung jumlahnya. Percikan cahaya spiritual berserakan di udara, membentuk kilatan dan semburan energi yang mengoyak horizon.
Zhang Wei menghentakkan pedangnya sekali lagi—tebasan horizontal membelah tiga tentakel raksasa sekaligus, menciptakan ledakan udara yang menggema.
BOOOMMMM!!!
Namun tentakel itu, seperti daging kutukan, tumbuh kembali dengan suara menjijikkan.
SLAK…
SLAK…
SLAK…
“Apa makhluk ini tak punya batas…?” gumam Zhang Wei, dahinya berpeluh, matanya menyala intens. Napasnya masih stabil, tapi tekanan pertarungan yang berlangsung sepanjang hari sudah mulai merayap pada otot dan nadinya.
Di langit, Shen Dou hampir jatuh dari udara. Yan Zhuan bersandar di bahu Fei Yuan, sementara Ruo Lian mulai batuk darah setelah menahan gelombang kejiwaan terakhir yang hampir menghancurkan formasinya.
“Tuan Muda…” suara Yan Zhuan serak, tapi masih bernada tegas. “Kami... kami akan tetap—”
“Tidak.” Zhang Wei menoleh, matanya memancarkan kekuatan mutlak. “Mundur sekarang. Kalian sudah melewati batas. Kembalilah ke daratan dan isi ulang energi. Jangan sampai ada satu pun dari kalian binasa hanya karena ego.”
Fei Yuan mengertakkan gigi. “Tapi kau—”
“Aku akan menahannya. Sekarang.”
Tanpa menunggu jawaban, dia mengibaskan pedangnya. Gelombang abu-abu melintas di udara, menciptakan tekanan keras yang memaksa mereka menjauh.
ZRAAAAKKKK——!!!
Dengan satu gerakan, Zhang Wei mengunci zona udara di sekitarnya, membatasi makhluk kolosal itu hanya pada dirinya.
“Sekarang… giliran kita bermain kotor, monster.”
Suara laut mendidih. Tentakel gurita itu mengangkat dirinya lebih tinggi, membentuk bayangan raksasa yang menutupi langit senja. Setiap regenerasi membuatnya semakin buas. Kini, matanya—sembilan pasang di sisi kepala bundar itu—menyala hijau, penuh kebencian yang purba.
“Manusia… manusia… manusia…” bisik sang Gurita, penuh racun kebencian dan dendam.
Zhang Wei merapatkan kedua tangannya.
“Manifestasi Jiwa Pedang!.”
BLAAAARRRR——!!
Aura kelabu mengamuk, mencuat seperti tiang petir dari tubuhnya. Pedang yang biasanya ia genggam kini lenyap, menyatu dengan tubuhnya. Kulitnya bersinar tipis, urat-urat cahaya kelabu tampak menyala di bawah permukaan, membentuk pola rumit dari bahu hingga punggung.
Tubuhnya kini menjadi senjata itu sendiri.
Sementara itu, Gurita Pemakaman Jiwa berteriak keras, melepaskan gelombang kejiwaan ke segala arah, menekuk ruang dan waktu di sekelilingnya.
Zhang Wei menyeringai. “Kau pikir hanya kau yang bisa melampaui batas fana?”
WUUUUUUSSSHHHHHH——!!!
Dia menghilang.
Satu detik kemudian—
DRAAAAKKKKK!!!
Tinju kanan Zhang Wei menghantam sisi kepala gurita, memecahkan sebagian cangkangnya. Darah hitam kental meledak ke segala arah. Gurita itu meraung, ratusan tentakel menghujam sekaligus dari segala arah.
Zhang Wei memutar tubuhnya di udara, mengaktifkan langkah sembilan bayangan. Satu tubuh menjadi sembilan ilusi yang saling bertukar posisi.
SLAAAKK!! BRRRAAKK!! BOOOOM!!
Pertarungan itu kini bukan lagi sekadar adu kekuatan. Ini adalah pertarungan antara kehendak dua makhluk yang telah menyentuh ujung dari dunia fana. Zhang Wei membalas setiap serangan dengan brutal. Tendangan, pukulan, tebasan tangan, bahkan hantaman dari tubuhnya sendiri.
Setiap kali ia menyentuh tentakel, retakan spiritual muncul. Tapi makhluk itu tidak menyerah. Ia mengamuk lebih hebat, membuat langit tampak seolah-olah akan runtuh kapan saja.
Namun Zhang Wei tak mundur.
Karena ini adalah medan perang yang telah ia pilih.
tetap semangat berkarya Thor, msh ditunggu lanjutan cerita ini