NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MELABRAK SULIS

Setelah mencari suaminya ke rumah Mak Satupa dan kemudian melihat motor Karmin tidak ada di parkiran warung Yayuk, Sri pun beranjak pulang. Dia memaksa agar batinnya tak bertikai, meksipun nyatanya, Sri masih penasaran prihal keberadaan si cungkring Karmin.

"Sini, Tum. Aku saja yang nyetir. Kamu aku bonceng saja," ucapnya dengan lesu.

"Gak mau! Nanti aku mati!" Tumi mencebik.

"Mati gundulmu itu, tah?"

"Lha, ya memang kamu ini mengawatirkan lho, Sri! Saat ini kamu sedang galau karena suamimu menghilang di tengah malam. Kalau kamu membonceng aku di tengah malam begini, bisa-bisa kamu menabrak gapura di pertigaan situ dan aku terpental ke jurang terus aku mati. Piye jal? Yok opo harah?" Sahabat Sri itu terkekeh.

"Hush! Lambemu!" Sri mendengkus.

"Serius ini, Sri. Aku ini masih perawan loh, meskipun perawan tua, hahahah. Jangan sampai aku mati sebelum menikah, hanya karena kamu tidak konsentrasi saat memboncengku," kelakar si Tumi.

"Jadi, aku gak mau kamu bonceng. Urusan nyawa adalah urusan yang sangat penting bagi perawan tua seperti diriku ini, hahaha." Lagi, sahabat Sri itu tertawa-tawa.

"Dasar edan!" Sri mendengkus lagi.

"Biarin, weekekek."

Sri mendengkus panjang, lagi, dan lagi. Hingga dadanya terasa plong.

"Eh, Sri. Kira-kira Karmin ke mana ya?" Tini menatap kaca spion yang menghadap ke belakang. Nampak lah wajah Sri yang sedang risau di bawah pancaran temaram lampu jalanan pedesaan.

"Gak tau. Mungkin menginap di rumah temannya." Wanita gemuk itu menyahuti sekadarnya.

"Enteng banget kamu jawabnya, Sri. Apakah kamu tidak takut kalau dia menginap di rumah janda?" Tumi mengernyitkan kening.

"Janda? Janda sopo, Tum?"

"Yo janda di kampung kita. Di kampung kita ini banyak janda loh. Karmin juga sering genit dan grepe-grepe gitu kalau melihat janda. Kamu seharusnya lebih waspada." Tumi mendecih.

"Coba kamu ingat-ingat, apa kamu pernah melihat seorang janda yang tebar pesona di dekat Karmin? Jangan-jangan suamimu malah main serong di belakang kamu, tapi kamu tidak tahu," sambungnya.

Sri nampak mengernyitkan keningnya. Otaknya mulai memutar setiap hal-hal mencurigakan yang selama ini ditangkap oleh Indra penglihatannya. Pun dengan setiap informasi yang terjaring rungu-nya.

"Belakangan ini aku memang kurang nyaman dengan tingkah laku seorang janda yang selalu mencari perhatian suamiku. Tapi ... kukira tingkah dan watak janda itu memang selalu begitu, dia manja di depan setiap pria."

"Sopo iku, Sri?" Tumi menautkan kedua alisnya.

"Ah, kapan-kapan saja lah aku akan bercerita. Mungkin aku salah melihat. Mungkin juga aku terlalu berburuk sangka kepada suamiku dan kepada janda itu." Sri menimpali.

"Dah lah, ayo kita pulang saja. Kasihan anakku," tandasnya.

Tumi mengiyakan saja ajakan tetangganya itu. Motor pun segera dilajukan untuk membelah jalanan kembali ke rumah Sri dan Tumi.

Di sepanjang perjalanan pulang, perasaan Sri terasa tak enak. Dia terus mencari kepingan-kepingan puzzle yang selama ini belum terpecahkan. Tentang perilaku suaminya yang belakangan ini sering nampak aneh. Tentang kebiasaan suaminya yang selalu memberikan harga diskon untuk Sulis, tentang kebiasaan Karmin yang selalu pamit untuk ngopi dengan Marsam setelah menutup warung, dan pulang menjelang subuh.

"Sulis? Kenapa aku jadi memikirkan wanita itu?" Kening Sri mengkerut.

"Apakah mungkin jika selama ini, Mas Karmin ...?" gumamnya.

"Ah, tidak. Itu pasti hanya perasaanku saja. Selama ini aku selalu berburuk sangka kepada Sulis, karena janda itu selalu mendapatkan harga bakso sepuluh ribu setiap hari. Berapa pun yang ia makan, Mas Karmin selalu menghargainya dengan nominal sepuluh ribu ... dengan alasan shodaqoh." Sri nampak berbicara dengan dirinya sendiri.

"Apakah mungkin? Ah, tidak. Aku tidak boleh berburuk sangka!" Sri masih nampak menimbang-nimbang.

"Ono opo, Sri? Kamu ngomong opo?" Tumi pun sontak memperhatikan gelagat Sri yang nampak gelisah.

"Tum, ayo ke rumah Sulis!" kata istri Karmin itu dengan tiba-tiba.

"Weh? ke rumah Sulis? Mau ngapain?" Tumi memicingkan kedua matanya.

"Wes ayo. Cuma ngecek saja!" sahut si Sri.

"Ngecek opo, Sri?"

"Ngecek Mas Karmin, Tum."

"Lah? Kamu curiga sama Sulis?

"Gak curiga sih, Tum. Hanya ingin memastikan saja!" Sri nampak membulatkan tekad.

"Oyi lah, gass!"

Motor pun dijukan ke arah rumah Sulis. Kini Sri mulai terdiam di sepanjang perjalanan menuju rumah janda itu.

Tak berselang lama, motor Tumi berhenti tak jauh dari rumah Sulis. Tumi memang sengaja menghentikan motornya agar berjarak dengan rumah si janda, agar tak dicurigai.

"Kamu di sini saja ya, Tum. Aku mau memastikan ke situ," kata Sri.

"Yakin kamu berani sendirian?"

"Berani, Tum. Lha wong cuma ke tempat Sulis."

"Kalau ada apa-apa kamu berteriak ya, Sri."

"Oyii, Tum." Sri mengacungkan jempolnya dengan anggukan pasti.

Sejurus kemudian, Sri sudah berjalan memasuki halaman rumah Sulis. Tubuhnya yang gempal dan semok nampak megol-megol saat mengayunkan langkah kakinya yang gemoy.

Sri berjalan perlahan seraya berjinjit agar alas kakinya tidak menimbulkan bunyi gaduh. Dia mendekati teras rumah Sulis yang nampak disinari cahaya temaram. Sesekali kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan gerak-geriknya. Karena Sri khawatir ... jika ada yang mengira bahwa dirinya adalah seorang maling atau perampok.

Entah setan apa yang merasuki wanita gemuk itu. Tanpa berpikir panjang lagi dia langsung mengetuk pintu rumah Sulis dengan sekuat tenaga.

TOK TOK TOK.

TOK TOK TOK.

"Liss ... Sulis!" Wanita gemuk itu pun tak kuasa untuk menahan suaranya untuk tidak meneriaki nama janda yang sedang ia datangi.

Sekitar lima menit, masih tak ada sahutan.

TOK TOK TOK.

TOK TOK TOK.

"Lis! Sulis!" Sering mengetuk pintu rumah Sulis lagi.

Tak lama berselang, lampu ruangan tamu nampak dinyalakan. Terdengar derap langkah seseorang menghampiri tempat pintu utama berada. Sri sudah menunggu dengan dada yang berdebar kencang. Dia harus bersiap-siap seandainya dirinya mendapati sosok sang suami berada di dalam rumah ini. Ya, Sri harus menyiapkan dada yang lapang dan hatinya juga.

"Sri ...?" Sulis membuka pintu dan langsung menatap ke arah Sri dengan tatapan penuh tanya. Wanita itu berdiri di tengah pintu seraya mengenakan sarung yang ia lilitkan sampai di dadanya saja. Dadanya yang putih ... nampak kemerahan karena ada bekas cup*@ngg.

"Mas Karmin mana?" Sri segera mendorong Sulis dengan keras dan langsung menyelonong masuk ke dalam rumah janda itu tanpa menunggu di persilahkan. Kedua matanya menatap nyalang layaknya harimau lapar.

"Awwwwh! Kamu ini kenapa sih, Sri? Udah macam maling aja! Datang berteriak-teriak, eh malah langsung main nyelonong tanpa permisi! Kamu ini gila?" Sulis nampak meradang.

"Ini! Ini dia motor Mas Karmin! Mana suamiku?" Suara Sri melengking tinggi. Dadanya nampak naik turun dan bergerak kembang kempis tak beraturan. Sri melihat ada motor Karmin yang terparkir di dekat sofa, di ruang tamu Sulis.

"Kamu gila? Bang Karmin gak ada di sini!" Sulis juga berteriak dengan lantang.

"Buktinya, motor suamiku ada di sini, Jh*Lang! Dasar pel*cur murahan! Dasar janda gatal!" Wanita gemuk itu terus merutuki Sulis dengan umpatan-umpatan sarkas.

"Katakan di mana suamiku, atau aku akan menyobek mulutmu sampai lidahmu terjulur keluar. Apakah kamu mau kalau aku menyeretmu dengan keadaan tel*njang? Jangan sampai sarung yang kamu kenakan itu aku jadikan tali untuk menggantung lehermu di atas pohon mangga di ujung pertigaan sana!" Wajah sedih nampak memerah padam. Istri Karmin itu benar-benar geram. Emosinya memuncak saat ia melihat merah-merah di dada Sulis.

"Sri! Kamu ini salah sangka! Tidak ada Bang Karmin di sini!  Kamu jangan asal tuduh, atau aku akan melaporkanmu ke Pak Lurah!" Sulis mengarahkan jari telunjuknya ke hadapan Sri.

"Jangan banyak alasan! Cepat katakan di mana suamiku! Mas ...! Mas Karmin ...! Mas ...!" Istri Karmin itu terus berteriak dan memanggil sang suami.

"Mas! Mas Karmin! Mas ...!"

Tak ada sahutan dari seseorang yang ia cari. Namun Sri masih terus memanggil karena  ia yakin bahwa Karmin ada di tempat itu.

"Mas ... Mas Karmin! Mas ...! Mas Karmin! Mas ...!" Lagi, Sri memekik lantang. Dia benar-benar ingin memancing Karmin keluar.

"Ono opo, Sri? Ono opo? Ada apa kamu ini? Kenapa kamu berteriak-teriak seperti orang kesurupan. Apakah kamu tidak tahu kalau ini sudah menjelang dini hari?" Seorang pria kurus berkulit hitam kecoklatan muncul dari dalam kamar Sulis. Pria itu nampak sebal dan kesal. Sepertinya dia tidak menyukai kedatangan Sri ke rumah itu.

Sri terbelalak lebar. Wajahnya mendadak membeku. Lidahnya pun langsung terasa kelu. Wanita gemuk itu tidak bisa berbicara apa pun. Tak ada yang ia lontarkan selain menghembuskan nafas dengan gusar.

"Marsam? Ko ko kok sampean yang ada di sini?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!