Sinopsis
Jovan, seorang pria muda pewaris perusahaan besar, harus menjalani hidup yang penuh intrik dan bahaya karena persaingan bisnis ayahnya membuat musuh-musuhnya ingin menjatuhkannya. Suatu malam, ketika Jovan dikejar oleh orang-orang suruhan pesaing, ia terluka parah dan berlari tanpa arah hingga terjebak di sebuah gang sempit di pinggiran kota.
Di saat genting itu, hadir Viola, seorang wanita sederhana yang baru pulang dari shift panjangnya bekerja di pabrik garmen. Kehidupannya keras, dibesarkan di panti asuhan sejak kecil tanpa pernah mengenal kasih sayang keluarga kandung. Namun meski hidupnya sulit, Viola tumbuh menjadi sosok kuat, penuh empati, dan berhati lembut.
Melihat Jovan yang berdarah dan terpojok, naluri Viola untuk menolong muncul. Ia membawanya bersembunyi di rumah kontrakan kecilnya yang sederhana. Malam itu menjadi titik balik dua dunia yang sangat berbeda.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12 persimpangan hati
Malam semakin sunyi. Viola berdiri di depan jendela, menatap hujan yang jatuh perlahan ke tanah. Dalam hatinya ada dua jalan besar yang saling tarik-menarik antara harus pergi dan menyelamatkan dirinya dari bayangan keluarga besar Adiwangsa atau bertahan meski ia tahu jalan itu akan penuh luka dan perlawanan.
Sementara jauh dari sana, Jovan berdiri di balkon rumahnya, menatap langit yang sama, tanpa tahu bahwa gadis yang ia cintai sedang berada di persimpangan besar dalam hidupnya
"Apa aku cukup kuat untuk bertahan di sampingnya?" Viola hanya menatap langit malam yang gelap tanpa bintang, sesekali terdengar ia menghela nafas berat.
Hatinya benar-benar telah tertawan oleh seorang pria yang bernama Jovan , Dan kini ia menyadari terkadang cinta bukan hanya tentang perasaan… tapi keberanian untuk tetap tinggal meski dunia menolak!
Pagi itu, kota masih diselimuti kabut tipis dan rintik hujan yang turun perlahan. Jalanan sepi, hanya suara air menetes dari atap dan deru kendaraan jauh di ujung jalan. Di dalam kamar kecilnya, Viola berdiri di depan cermin dengan wajah tenang yang ia paksakan. Tidak ada lagi air mata seperti malam sebelumnya kini yang tersisa hanyalah tekad yang dingin.
Tas kecil berwarna hitam telah ia rapikan sejak dini hari. Beberapa pakaian, dokumen penting, dan sedikit uang yang ia simpan dengan susah payah selama ini. Tak banyak… tapi cukup untuk memulai hidup baru di tempat yang jauh. Tempat di mana nama Jovan Adiwangsa hanyalah bayangan masa lalu.
Di meja kayu sederhana, Viola meletakkan sebuah amplop putih dengan namanya sendiri yang ditulis oleh tangannya.
"Untuk Jovan.."
Tangannya sempat bergetar saat menulis surat itu semalaman. Ia menuliskan segalanya alasan ia harus pergi, ketakutan yang menghantuinya, dan cinta yang tidak sanggup ia perjuangkan melawan tembok besar keluarga Adiwangsa.
"Jovan… maaf. Aku terlalu kecil untuk melawan dunia besar mu. Aku pergi bukan karena aku tidak mencintaimu, tapi karena aku mencintaimu dalam diam dan aku tahu, cinta ini takkan cukup membuat ibumu menerimaku. Jaga dirimu. Lupakan aku."— Viola.
Tapi saat hendak meletakkan amplop itu di tempat yang bisa Jovan temukan, langkahnya terhenti.
Air matanya menetes satu. Lalu dua.
Lalu dengan lirih ia berkata,
"Kalau aku tinggalkan surat ini… dia pasti akan mengejar ku."
"Hhmmff....!!"
Dan dengan satu helaan napas panjang, ia merobek surat itu menjadi serpihan kecil, lalu membiarkannya beterbangan ke lantai. Tak ada jejak. Tak ada pesan perpisahan. Hanya kepergian sunyi.
Rara sahabat yang selalu ada untuk Viola saat itu masih tertidur lelap di rumahnya, tidak tahu bahwa pagi itu adalah pagi terakhir Viola di kota itu.
Ponsel Viola ia matikan, SIM card ia cabut. Semua akun media sosial ia nonaktifkan. Satu per satu ia memutus semua jalur yang bisa menghubungkannya kembali ke masa lalu.
"Maaf, Ra… kau sahabat terbaikku. Tapi aku tak sanggup mengucapkan selamat tinggal,' bisiknya di dalam hati.
Langkah kakinya pelan tapi pasti. Di terminal kota, orang-orang lalu lalang tanpa tahu bahwa di antara mereka, ada seorang gadis yang sedang melarikan diri dari cinta dan ketakutan.
Ia membeli tiket ke kota jauh tanpa menyebut nama aslinya. Topi hitam dan masker menutupi wajahnya.
Saat bus besar itu berhenti di peron tiga, Viola menarik napas panjang.
"Ini jalanku sekarang…"
Bus perlahan melaju, meninggalkan kota yang telah memberinya kenangan indah dan luka mendalam. Dari jendela, kabut semakin tebal seperti menyembunyikan jejak hidupnya di sini.