NovelToon NovelToon
WOTU

WOTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Kutukan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:491
Nilai: 5
Nama Author: GLADIOL MARIS

Di kota kecil Eldridge, kabut tidak pernah hanya kabut. la menyimpan rahasia, bisikan, dan bayangan yang menolak mati.

Lisa Hartman, gadis muda dengan kemampuan aneh untuk memanggil dan mengendalikan bayangan, berusaha menjalani hidup normal bersama dua sahabat masa kecilnya-Ethan, pustakawan obsesif misteri, dan Sara, sahabat realistis yang selalu ingin mereka tetap waras.

Namun ketika sebuah simbol asing muncul di tangan Lisa dan bayangan mulai berbicara padanya, mereka bertiga terseret ke dalam jalinan rahasia tua Eldridge: legenda Penjaga Tabir, orang-orang yang menjadi pintu antara dunia nyata dan dunia di balik kabut

Setiap langkah membawa mereka lebih dalam pada misteri yang membingungkan, kesalahpahaman yang menimbulkan perpecahan, dan ancaman makhluk yang hanya hidup dalam bayangan. Dan ketika semua tanda mengarah pada Lisa, satu pertanyaan pun tak terhindarkan

Apakah ia pintu menuju kegelapan atau kunci untuk menutupnya selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GLADIOL MARIS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERJALANAN BERTEMU REDFIELD

Kabut Eldridge di siang hari tidak lebih ramah daripada malam. Matahari memang berusaha menembus, tapi cahaya hanya berubah jadi semburat pucat yang tersaring kabut tebal.

Udara basah menusuk hidung, dan tiap tarikan napas terasa seperti menghirup debu dingin.

Jalanan tampak sepi. Papan-papan toko berderit pelan diterpa angin, catnya sudah terkelupas bertahun-tahun. Jendela kaca buram menolak cahaya, hanya memantulkan bayangan samar orang yang lewat. Sesekali suara gagak terdengar, suaranya parau memecah keheningan, lalu lenyap entah ke mana.

Mereka bertiga berjalan beriringan melewati gang sempit yang dindingnya dipenuhi lumut hijau. Setiap langkah menimbulkan gema aneh, seolah kota itu menelan suara mereka dan memantulkannya kembali sedikit terlambat.

Menara jam tua masih berdiri suram di pusat kota, jarumnya macet di angka yang sama sejak bertahun-tahun lalu. Lisa meliriknya sambil menggenggam lengan jaketnya lebih erat, seolah simbol di tangannya bisa dilihat semua orang.

“Kenapa rasanya kota ini makin kosong setiap hari?” Sara bergumam. Suaranya kecil, tapi cukup untuk pecah di tengah kesunyian.

“Karena memang begitu,” jawab Ethan datar, langkahnya mantap. “Orang-orang pergi. Yang bertahan… mereka menutup mulut.”

Sara melotot. “Kedengarannya kamu ngomong dari pengalaman pribadi.”

Ethan tidak menoleh. “Aku hanya tahu lebih banyak dari yang seharusnya.”

Lisa berusaha tidak memikirkan kata-katanya. Ia merasa tatapan dari jendela-jendela buram yang mereka lewati. Ada perasaan jelas—mata-mata yang mengikuti setiap gerakan mereka. Saat ia berhenti dan menoleh, hanya ada kabut putih pucat yang menempel di kaca. Tidak ada wajah, tidak ada gerakan.

Tapi jantungnya berdegup lebih kencang.

Mereka berbelok melewati toko roti yang sudah lama tutup. Bau gandum basi masih samar-samar tercium, bercampur dengan bau lembap kayu lapuk. Pintu samping berderit terbuka, dan seorang pria tua muncul.

Tubuhnya kurus, kulit wajahnya keriput dan pucat, matanya cekung namun tajam.

Ia menatap Lisa sejenak—sorotnya bukan sekadar penasaran, melainkan campuran antara takut dan hormat. Bibirnya bergetar sebelum suara serak keluar:

“Pintuu…” gumamnya lirih.

Kata itu seperti menusuk udara. Sebelum salah satu dari mereka sempat bertanya, pria itu buru-buru menutup pintu, suara kuncinya berputar cepat seolah takut sesuatu menyelinap masuk.

Sara membeku, matanya melebar. “Apa kau dengar itu?” suaranya bergetar.

Lisa menelan ludah. Simbol di tangannya tiba-tiba berdenyut sakit, seperti merespons panggilan itu. Rasa panas menjalar sampai ke sikunya. Ia menahan napas, menggenggam lengan jaketnya lebih erat agar tidak terlihat.

“Jangan berhenti.” Ethan menoleh cepat, sorot matanya serius. “Kita harus keluar dari pusat kota sebelum makin banyak orang sadar.”

Mereka melangkah lebih cepat, melewati jalan berbatu yang ditumbuhi rumput liar. Di beberapa sudut, patung-patung tua berdiri terlupakan—wajahnya terkikis lumut, mata kosongnya menatap kabut.

Lisa sempat merasa salah satu patung itu bergerak sedikit, tapi ia mengedipkan mata dan hanya melihat batu dingin. Ia menggigil, tak yakin apakah pikirannya yang menipunya atau memang ada sesuatu yang hidup di balik benda mati di Eldridge.

Sara mendekat ke sisinya, berbisik ketus. “Kau lihat, kan? Bahkan orang-orang di kota ini tahu ada yang aneh sama kamu. Mereka memanggilmu pintu, Lis. Pintu untuk apa?!”

Lisa menggeleng cepat, berusaha menahan air mata. “Aku… aku nggak tahu, Sar. Aku sama bingungnya dengan kalian.”

Ethan menoleh sekilas, wajahnya tegang. “Itulah kenapa kita harus ke Bu Redfield. Kalau ada orang yang bisa menjawab, itu dia. Bukan warga yang separuh waras, bukan bayangan—dia.”

Sara menggertakkan gigi, tapi tidak membantah.

Mereka terus berjalan, memilih diam sampai benar-benar keluar dari pusat kota. Kabut semakin tebal, menyelimuti mereka seakan menutup jalan kembali.

Lisa sempat menoleh sekali lagi ke belakang. Jalan yang tadi mereka lewati kini hampir hilang ditelan kabut, seolah kota menelan jejak mereka begitu saja.

1
~abril(。・ω・。)ノ♡
Saya merasa seperti berada di dalam cerita itu sendiri. 🤯
GLADIOL MARIS: Semoga betah nemenin Lisa di Wotu dalam perjalannya 🤗
total 2 replies
Không có tên
Kocak abis
GLADIOL MARIS: Waduh, susah nih bikin kakak takut pas baca kayaknya⚠️
total 1 replies
GLADIOL MARIS
Halo teman-teman yang sudah menyempatkan mampir. Aku harap WOTU bisa nemenin kalian nantinya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!