Saquel dari Novel "Janda untuk om Duda"
Semenjak mamanya menikah dengan tuan muda Danendra, perlahan kehidupan Bella mulai berubah. Dari Bella yang tidak memiliki ayah, dia menemukan Alvaro, sosok ayah sambungnya yang menyayangi dirinya selayaknya anak kandungnya sendiri.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, sebuah insiden membuat semua berbalik membencinya. Bahkan mama kandungnya ikut mengabaikan dan mengucilkan Bella, seolah keberadaannya tidak pernah berarti.
Di tengah rasa sepi yang mendalam takdir mempertemukan kembali dengan Rifky Prasetya , dokter muda sekaligus teman masa kecil Bella yang diam-diam masih menyimpan rasa sayang untuknya. Bersama Rifky, Bella merasakan arti dicintai dan di lindungi.
Namun, apakah cinta masa lalu mampu menyembuhkan luka keluarga yang begitu dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
“Sudah puas kan kalian? Kalian hanya melihat keburukan kak Bella, tanpa mau mencaritahu penyebabnya.” Suara Kairen bergetar, menahan amarah sekaligus kecewa yang menggunung. Matanya menyapu wajah-wajah yang selama ini memandang sinis pada kakaknya. “Kalian membencinya, mengabaikannya, bahkan orang tua kandungnya sendiri yang seharusnya melindunginya malah ikut mengucilkannya.” Napasnya tersengal, seolah menelan rasa sakit yang tak terkatakan. “Mungkin, jika aku yang berada di posisi kak Bella, aku sudah memilih bunuh diri sejak lama.”
Kairen menatap tajam ke arah mereka yang diam membeku. “Dia memang bukan bagian dari keluarga ini, tak ada darah Danendra yang mengalir dalam tubuhnya. Tapi ingatlah satu hal, dia bisa masuk ke dalam keluarga ini bukan karena kebetulan atau belas kasihan.” Suaranya meninggi di penuhi amarah, “Dia bertahan, berjuang melawan segala hinaan dan penolakan yang kalian lemparkan setiap hari. Kak Bella punya alasan di balik semua yang dia lakukan di belakang kita.”
Tubuh Kairen sedikit bergetar, tapi ia tak mundur. “Kalau kalian benar-benar mengenalnya, mungkin kalian akan mengerti bahwa di balik senyum yang dia tampilkan selama ini, ada jiwa yang rapuh, terluka, dan menunggu dipahami, bukan dihukum.” Matanya berkaca-kaca, tapi suara itu tetap lantang menggema di ruangan penuh kebisuan dan penyesalan yang mulai merayap.
"Hanya kehilangan satu sosok calon pewaris membuat kalian membenci kak Bella secara membabi buta, seakan tidak menganggap keberadaan kak Shaka dan kak Naka di keluarga ini. Tidak hanya laki-laki saja yang bisa menjadi pemimpin. Aku atau Maureen juga bisa menjadi penerus, tidak cuma calon anak kalian yang sudah gugur itu. Kalian mengaku umat beragama tapi tidak percaya takdir," Mereka merasa tertampar mendengar ucapan Kairen.
Mata Kairen menyala penuh kemarahan dan kecewa, bibirnya yang tipis menyunggingkan senyum pahit. Kairen berdiri tegak, dagunya terangkat seolah menantang setiap tatapan yang mengarah padanya. Suasana menjadi sunyi, hanya terdengar napas berat dari beberapa anggota keluarga yang merasa terpojok.
"Dan kamu Maureen, berhenti mencampuri urusan kak Bella, jangan sok tahu! Apa kamu tidak sadar, selama ini kak Bella di benci karena ulah kamu, karena kecerobohan kamu. Dan dia sekarang di usir pun karena ulah kamu" Kairen membentak saudara kembarnya dengan wajah memerah.
"Berhenti menyalahkan adikmu Kairen?" Bentak Alvaro. "Dia tidak salah, saat itu dia masih kecil tidak mengerti apa-apa" lanjut membela sang putri.
Kairen tertawa keras sambil meneteskan air matanya. "Terus saja bela anak kesayangan mu itu pa, apa papa pikir waktu itu kak Bella sudah besar? Saat itu dia masih berusia 12th, dimana anak seusia itu belum terlalu pandai membaca situasi"
"Kau sudah terlalu banyak berbicara Kairen, kau lebih baik diam, tidak usah mencampuri urusan orang tua" sahut Jason.
Namun Kairen tak bergeming. Ia menatap tajam ke arah opanya, bahunya tak goyah meski suara-suara sinis mulai memenuhi ruangan. "Aku tidak mencampuri masalah kalian. Aku hanya ingin kalian sadar, bahwa keluarga ini harus menerima kenyataan. Bukan hanya calon pewaris laki-laki yang menentukan masa depan. Kami pun punya hak, seperti mereka" ucap Kairen penuh ketegasan.
Uneg-uneg yang selama ini ia pendam akhirnya meledak di hadapan keluarganya.
"Aku harap suatu saat kalian tidak menyesal" ucap Kairen dan berlalu meninggalkan keluarganya.
*Flashback on*
Maureen duduk di ruang makan dengan wajah penuh kemenangan, tangannya menggenggam erat ponselnya yang memperlihatkan sebuah foto. "Lihat ini pa, ma" katanya sambil meletakkan foto itu di depan papa dan mamanya. Gambar itu jelas memperlihatkan Bella yang tengah menghisap rokok, bersama Adel yang sedang duduk di pinggir jalan sambil tertawa dan asap yang mengepul di sekitarnya. Suasana di meja makan seketika berubah tegang.
Arumi menatap foto itu dengan mata membelalak, dadanya terasa sesak antara malu dan marah. Bibirnya bergetar sebelum akhirnya suaranya keluar dengan nada getir, "Bella... kamu tahu betapa sulit aku menjaga nama baik keluarga ini." Tangannya menggenggam erat lengan kursi, seakan menahan ledakan emosi yang menggebu. Wajahnya memerah, bukan hanya karena malu, tapi juga kecewa dengan kelakuan putrinya di luar sana.di dalam hati Arumi, ada pertarungan antara kasih sayang seorang ibu dan rasa malu yang membakar.
Maureen menatap mamanya, seolah ingin menegaskan bahwa ini adalah bukti kesalahan kakaknya yang tak bisa lagi disembunyikan.
"Maaf kalau Bella sudah membuat malu keluarga ini, aku janji setelah pulang nanti aku akan mengusirnya dari rumah ini" ucap Arumi.
"Kamu memang harus mengusirnya Arum, sebelum semua orang tahu tentang hal ini" sahut oma Julia.
"Iya benar, jangan sampai kelakuan anakmu itu mencoreng nama baik keluarga ini. Dia seperti berandalan, tidak cocok berada di keluarga ini" timpal Audy.
*Flashback off*
Tanpa mereka sadari sejak tadi Rifky mendengarkan pertengkaran mereka. Dia hendak menemui Naka, tetapi justru mendapatkan kabar baru yang selama ini ingin ia ketahui.
Tanpa banyak berpikir, Rifky pergi kediaman Danendra, membatalkan keinginannya untuk bertemu Naka.
******
"Kita langsung pulang atau mau main dulu, Bel?" tanya Adel dengan suara yang sengaja dinaikkan agar terdengar jelas meski angin malam berhembus kencang.
"Katanya kamu mau mengajakku ke suatu tempat, memangnya tidak jadi?" tanya Bella, dia ingat dengan perkataan Adel tadi pagi.
"Kamu tidak capek Bel? Lebih baik besok malam saja" saran Adel, tidak tega melihat wajah lelah Bella.
"Sekarang aja Del, aku juga sedang butuh hiburan." desak Bella, dia penasaran dengan ajaknya yang di janjikan oleh Adel. Temannya itu dari pagi tidak ingin memberitahunya.
Adel mengangguk, lantas dia membelokkan motornya ke arah lain. Mereka melewati jalanan yang gelap dan sunyi di pinggiran kota, hanya sedikit orang berlalu lalang tidak seperti di jalan utama.
"Kita mau kemana sih Del, kenapa jalanannya sepi begini, nanti kalau kita di begal gimana" takut Bella sambil memeluk Adel.
Maklum saja Bella bukan anak luar yang sering keluyuran, seja dulu dia hanya di rumah dan keluar hanya untuk kuliah dan bekerja saja.
"Tidak ada yang mau begal kita Bel, motorku aja motor butut gini, untuk apa mereka ambil" ucap Adel, dia berfikir begal itu hanya mengambil motor saja, berbeda dengan pemikiran Bella.
"Kan bisa saja mereka culik kita, terus di jual deh organ tubuh kita" sahut Bella.
Adel hanya menggelengkan kepalanya dengan pemikiran absurd Bella, dia tidak tahu aja sekarang lagi marak penjualan organ tubuh.
Tak lama mereka tiba di sebuah gedung yang lumayan besar, banyak kendaraan dan mobil yang terparkir di sana.
Adel dan Bella pun turun dari atas motor, melangkahkan masuk kedalam gedung, sebelum itu mereka berdua di minta menunjukkan kartu identitasnya terlebih dahulu.
up lagi thor