Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12 : Demi aku…sekali saja
Ya Ting berjalan kembali ke kamar Wei Jie dengan langkah berat. Harapan yang sempat menyala kini padam seluruhnya. Saat ia membuka pintu perlahan, napasnya tercekat.
Di sana, Lian Hua berdiri di sisi ranjang, memegang pisau tipis tepat di dekat wajah Wei Jie yang terbaring pucat.
Darah di kepala Ya Ting mendidih. Tanpa pikir panjang, ia meraih sebatang kayu di dekat pintu dan menghantam punggung Lian Hua. Bunyi benturan itu memecah kesunyian. Tubuh Lian Hua terhuyung lalu jatuh ke lantai, meringis menahan nyeri, pukulan itu mengenai tepat di luka punggungnya yang belum sembuh.
Dengan kasar, Ya Ting menariknya menjauh dari ranjang. Tangannya kembali mengangkat kayu, siap memukul lagi. “Apa yang kau lakukan, sialan?!” bentaknya penuh kemarahan.
Lian Hua hendak menjawab, namun amarah Ya Ting menutup telinganya. Kayu kembali terangkat tinggi, siap menghujam, hingga suara kecil Wei Jie terdengar lirih, “Ibu… berhenti.”
Ya Ting menoleh, wajahnya masih tegang. “Jangan membelanya lagi! Ibu melihat sendiri dia menodongkan pisau padamu!”
Wei Jie menggeleng, air mata mengalir di pipinya. “Ibu salah paham… Kakak Lian Hua mau membantuku. Dia sudah bilang padaku, pisau itu… untuk mengakhiri lukaku.”
Ya Ting tersenyum getir. “Berbulan-bulan ibu mencari tabib terbaik, tak ada yang bisa menyembuhkanmu. Lalu kau mau percaya pada wanita yang bahkan tidak tahu soal luka dan penyakit? Mengakhiri luka berarti mengakhiri hidupmu!”
Lian Hua yang sejak tadi terdiam perlahan bangkit, bersandar pada dinding untuk menopang tubuhnya. Tatapannya tajam namun suaranya tegas, “Tenanglah.” Ia mendorong Ya Ting ke arah dinding, memaksa wanita itu melepaskan kayu dari genggamannya.
Namun sentuhan itu justru membuat Ya Ting semakin tersulut. “Wanita sialan!” teriaknya sambil mendorong keras. Lian Hua yang tak siap kehilangan keseimbangan, terhuyung dan jatuh, kepalanya membentur pinggiran ranjang Wei Jie. Bunyi benturan itu membuat ruangan hening sejenak.
Ya Ting berdiri tegak, dadanya naik turun. “Jangan berpura-pura baik! Kau tidak akan pernah berubah dari sifat jahatmu.”
Kali ini, bukan Lian Hua yang menjawab, melainkan Wei Jie. Suaranya bergetar namun penuh keyakinan. “Benar… Kakak Chen tidak berubah. Tapi yang berubah… adalah Ibu.”
Ya Ting terdiam mendengar ucapan putranya. Nafasnya memburu, namun tubuhnya membeku di tempat. Ia menoleh ke arah Wei Jie dengan mata yang bergetar.
“Apa yang berubah dariku? Ibu masih mencintaimu seperti dulu… bahkan rela mencari tabib dari ujung negeri untuk menyembuhkanmu,” ucapnya, suaranya bergetar di ujung kalimat.
Wei Jie menggeleng pelan. “Ibu… berbeda. Ibu dulu tidak pernah jahat pada orang lain. Tidak pernah memukul, melukai… atau membentak seperti itu.”
Dengan susah payah, Wei Jie berusaha duduk. Tatapan matanya kini sarat kekecewaan. “Ke mana perginya ibu yang dulu? Ibu selalu bilang Kakak Chen itu jahat… tapi kenapa dia jauh lebih lembut padaku dibandingkan ibu, yang terus membentak dan memukulnya? Bahkan saat dia tidak pernah membalas.”
Degup jantung Ya Ting semakin keras, seolah ingin keluar dari dadanya. Perlahan, kayu di tangannya terkulai dan jatuh ke lantai, menimbulkan suara yang memecah kesunyian. Ia menunduk, matanya basah, dan berkata lirih, “Ibu hanya ingin menyelamatkanmu… melindungimu dari orang yang pernah berniat jahat padamu.”
Langkahnya gontai saat ia menghampiri ranjang. Ia meraih Wei Jie dan memeluknya erat, seperti takut anak itu akan menghilang. “Ibu melakukan semua ini karena kau… demi melihatmu sembuh.”
Wei Jie merapatkan tubuhnya dalam pelukan hangat itu. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan. “Kalau benar demi aku… bisakah ibu membiarkan Kakak Chen mengobatiku? Demi aku… sekali saja.”
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂