NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Pelan-Pelan Mendekat

Pernikahan Bastian dan Sena sudah genap satu bulan.Satu-satunya perubahan yang terlihat adalah Sena tak lagi merasakan mual ketika dia tidur bersama Bastian.

Ada kalanya ketika Bastian tidak pulang, dan Sena kembali mual di pagi hari. Tetapi ketika Sena tidur satu ranjang dengan Bastian kembali besoknya, gejala mual itu lenyap begitu saja dan tidak muncul kembali. Seolah tubuhnya tahu atau mungkin anak yang ia kandung tahu, bahwa ia tak mau berjauhan dari ayahnya.

Aneh, tapi begitulah kenyataannya.

Pagi ini, Sena sudah bersiap-siap lebih awal dari biasanya. Ia harus ke kampus untuk mengurus tanda tangan dosen pembimbing. Pesan baru masuk semalam, memberitahu bahwa tanda tangan yang ditunggu akhirnya bisa ia dapatkan.

Dengan semangat yang jarang ia tunjukkan pagi-pagi, ia berdandan rapi. Cardigan lembut, rok beige senada, sedikit makeup tipis dan tentu saja, baju yang longgar, agar perutnya yang mulai berisi tak terlalu kentara.

Bastian baru saja bangun, masih berantakan, lalu mendapati istrinya itu sudah rapi. Ia menyipitkan mata, alisnya bertaut.

“Mau ke mana?” tanyanya datar, masih setengah sadar.

“Kampus. Aku udah bisa ambil tanda tangan dosen pembimbingku,” jawab Sena sambil memoles pipinya sedikit, senyum tipis muncul di wajahnya.

“Pergi sama siapa? Ravian?”

“Sama Arya.”

Bastian langsung mengernyit lebih dalam. Hanya Sena yang bisa membuat emosinya naik sepagi ini.

“Kenapa sama Arya?” nadanya sudah mulai berubah.

“Tadinya mau sama Kak Ravian, tapi Kak Ravian nggak bisa. Terus Kak Ravian yang nelpon Arya buat gantinya.”

Dalam hati, Bastian mengumpat. Ravian sialan.

“Kau punya suami sekarang, Sena. Kenapa nggak minta ke aku?”

Sena terdiam, sedikit bingung. Jujur, ia sempat ingin meminta Bastian mengantarnya. Tapi ia tak yakin apakah pria itu mau, atau justru malah menyindirnya dengan kata-kata tajam. Lebih aman ia minta ke kakaknya.

“Memangnya kamu mau mengantarku?” tanyanya pelan, ragu. Masih ada sedikit rasa takut dalam hatinya.

“Minta apapun kepadaku, anak yang kau kandung itu anakku. Aku tidak akan memaafkanmu jika terjadi apa-apa padanya sekarang”

Sena terkekeh, apakah pria didepannya ini tidak ingat perilaku kejinya yang pernah melukai anaknya sendiri?

“Ya sudah kalau gitu antar aku” ucap Sena final. “aku akan berbicara kepada Arya kalau tidak jadi”

Bastian tanpa banyak bicara langsung masuk kamar mandi, bersiap sekalian untuk berangkat kerja. Pagi ini, ia sendiri yang akan mengantar Sena ke kampus.

...****************...

Sena telah sampai di kampusnya, Bastian mengantarkannya sampai ke depan Gedung fakultas Sena. Saat Sena baru saja hendak membuka pintu, suara Bastian menghentikan gerakannya.

“Sena”

“Hmm?” Sena menoleh.

“Kalau mau apa pun selama hamil, bilang ke aku. Sekarang.”

Sena terdiam. Pria ini… aneh sekali akhir-akhir ini.

“Jangan libatkan Arya, atau Ravian. Kalau nggak mau aku marah.” Suaranya kali ini lebih dalam, lebih tegas dan tentunya bukan ancaman kosong.

Sena hanya mengangguk dan kembali memegang handle pintu, tapi tangan Bastian kembali menahan gerakannya.

“Dengar nggak yang aku bilangin?”

Sena menghela napas singkat. “Dengar, Bastian. Mulai sekarang aku bakal bilang ke kamu. Terima kasih,” katanya, buru-buru keluar dari mobil, berjalan cepat menuju gedung fakultas.

Belakangan ini, Bastian sedikit… perhatian. Ingat, sedikit saja. Tapi cukup untuk membuat hati Sena sedikit, ya, baper.

Apalagi anak di perutnya ini seolah punya caranya sendiri memaksa Sena terus dekat dengan ayahnya.

...****************...

Perjuangan panjangnya akhirnya selesai. Dua tanda tangan dosen pembimbing lengkap sudah. Tahapan berikutnya yaitu sidang. Jadwalnya mungkin baru keluar beberapa minggu atau beberapa bulan ke depan, tapi untuk sekarang, beban besarnya sudah terangkat.

Setelah urusan kampus beres, Sena pergi bersama Clea, sahabatnya, ke kafe baru milik ibu Clea. Di sana, Sena memutuskan akan bekerja di kafe itu. Bukan sekedar untuk mengisi waktu, tapi untuk menabung demi anaknya.

“Sena, kamu yakin ingin tetap bekerja dengan kondisi kamu yang lagi hamil?” tanya Clea lagi memastikan. Jujur ia sangat khawatir.

“Yakin dong, Clea. Aku harus kumpulin uang buat kehidupan si kecil ini,” jawab Sena sambil mengelus baby bump-nya yang mulai terlihat.

Clea hanya tersenyum samar “Kalau kamu kecapean, kamu bisa izin istirahat sebentar sama kepala kafe ya. Jangan maksain diri.”

Sena hanya memberikan gestur tangan hormat kepada Clea yang menandakan ia akan melaksanakan saran dari Clea.

Clea memeluk Sena kali ini. Wanita ini benar-benar sangat kuat. Bahkan dia tidak menunjukkan wajah sedih ataupun mengeluh sedikitpun selama kehamilannya.

“Kalau ada apa-apa hubungi aku terus” ucap Clea lagi sambil menepuk-nepuk pelan punggung Sena.

Sena hanya tersenyum.

“Mba Putri, aku titip temenku ya. Dia lagi hamil, jadi tolong jaga dia ya selama dia kerja disini” ucap Clea kepada kepala kafe itu.

“Siap Nona Clea” ucap mba Putri itu.

Clea akhirnya meninggalkan Sena disana, dan Sena mulai bekerja di kafe tersebut mulai hari ini, sebagai kasir.

… … …

Kafe ini sangat ramai hari ini karena merupakan pembukaan perdana. Pelanggan datang silih berganti hingga malam. Baru pukul 10 malam mereka menutup orderan, membereskan meja, menghitung hasil penjualan. Sena ikut membantu sampai semuanya beres.

Saat akhirnya ia duduk dan memeriksa ponselnya, matanya langsung membelalak.

10 panggilan tak terjawab dari Bastian

5 panggilan tak terjawab dari Ravian

Dan… 5 Pesan masuk dari Bastian seperti:

“Kenapa belum pulang?”

“Sena”

“Dimana?”

“Angkat telponku.”

“Sena pulang sekarang.”

Sena menepuk jidat. Sial, ia lupa memberitahu rumah kalau pulangnya bakal larut. Baru ia berpikir alasan apa yang bisa dipakai, nama Bastian muncul di layar ponselnya lagi.

Sena menatap layar lama sekali, sebelum akhirnya mengangkatnya dengan jantung berdebar.

“H-halo, Bas…”

“Kenapa baru angkat? Kau di mana?”

“Maaf… aku tadi nggak lihat handphone.”

“Kenapa bisa nggak lihat handphone? Emang lagi ngapain?”

“A-aku… ketiduran di rumah Clea,” Sena cepat-cepat menjawab. Untungnya, ia sudah kongkalikong dengan Clea agar kalau ada telepon, jangan dijawab.

“Oke. Aku jemput di rumah Clea. Kirim alamatnya.”

Sena makin panik. “Nggak usah, Bas. Aku udah di jalan kok, diantar Clea.”

“Oke cepat pulang. Lain kali jika kau pulang larut lagi, aku tidak akan membukakan pintu. Tidur saja dijalanan” ucap Bastian di sebrang sana.

“Oke Bas, aku sebentar lagi sampai” Sena langsung menutup panggilan telepon itu.

Malam itu, akhirnya Sena pulang diantar oleh rekan kerjanya yang sudah diberi pesan oleh Clea untuk mengantarkan Sena pulang hingga ke depan Kawasan komplek Penthouse Bastian.

...****************...

Sena memencet bel Penthouse Bastian. Dia bahkan tidak diberi tahu kode akses Penthouse itu.

Pintu terbuka. Bastian berdiri di sana, menatap tajam dari atas ke bawah. Dari wajah Sena yang lelah, jelas bukan raut orang yang baru bangun tidur. Lebih mirip orang yang baru lari maraton.

“Kau beneran dari rumah Clea?” tanyanya, penuh selidik.

“Bener. Tadi main di sana,” jawab Sena, berusaha menjaga ekspresi dan nada suaranya tetap wajar.

“Tapi kenapa Clea nggak angkat telepon Ravian?” Benar. Bastian sempat menyuruh Ravian untuk menelpon sahabat Sena itu, dan info dari Ravian Clea tidak mengangkatnya.

Sena berpikir secepat kilat untuk alasan yang akan ia ucapkan, “Clea juga ketiduran bersama denganku”

Bastian mau bicara lagi, tapi langkah cepat seseorang terdengar dari belakang. Ravian muncul tergesa.

“Sena?” matanya khawatir. “Dari mana aja? Kamu bikin aku khawatir.” Ia meraih Sena, memeluknya singkat.

“Kak aku tadi ketiduran beraama Clea di rumahnya”

Sebelum pria itu membuka suaranya lagi, Sena cepat-cepat berucap kembali.

“Kak, aku izin ke kamar, aku sudah mengantuk dan ingin melanjutkan tidurku”

“Bye,” ucap Sena buru-buru, langsung naik ke lantai atas sebelum dua pria itu menanyainya lebih jauh.

Bastian tetap menangkap gerak-gerik Sena hingga masuk ke dalam kamar mereka.

...----------------...

^^^Cheers, ^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!