Nadira tak pernah menyangka bekerja di perusahaan besar justru mempertemukannya kembali dengan lelaki yang pernah menjadi suaminya tujuh tahun lalu.
Ardan, kini seorang CEO dingin yang disegani. Pernikahan muda mereka dulu kandas karena kesalahpahaman, dan perpisahan itu menyisakan luka yang dalam. Kini, takdir mempertemukan keduanya sebagai Bos dan Sekretaris. Dengan dinginnya sikap Ardan, mampukah kembali menyatukan hati mereka.
Ataukah cinta lama itu benar-benar harus terkubur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 28.
Damar mengangkat wajahnya, sorot matanya sedikit terkejut namun tetap dingin saat menatap Nyonya Rarasati.
“Tak kusangka kita bertemu lagi,” ucap Nyonya Rarasati dengan nada ringan, sedikit acuh tak acuh. “Dunia ternyata masih cukup kecil, ya?”
Damar menaruh sendoknya dengan perlahan, ia terdiam sebentar lalu membuka mulutnya. “Aku tidak menyangka kau masih suka melakukan sesuatu tanpa permisi, Ra. Dulu, itu juga kebiasaan jelek mu.”
Nyonya Rarasati tersenyum miring, mencondongkan tubuh ke depan. “Oho! Ternyata kau masih mengingatku dan juga kebiasaanku? Jadi, sikapmu semalam... hanya berpura-pura tak mengenalku."
Tatapan Damar mengeras, sorot matanya menusuk tanpa sedikit pun beranjak dari wajah wanita di hadapannya.
“Kau... tak lebih dari bagian masa laluku, itu saja! Bagaimana kabar suamimu, yang Bos besar itu?” Suaranya dingin, tetapi penuh sindiran.
Nyonya Rarasati tersenyum tipis, meski ada getar halus di ujung suaranya. “Dia meninggal saat anakku berusia sembilan tahun. Lalu kau... bagaimana?”
Damar menyandarkan tubuhnya ke kursi, nada bicaranya dibuat seolah tak peduli. “Tentu saja aku sudah menikah.”
“Apa kau bahagia?” suara Nyonya Rarasati terdengar pelan.
Alis Damar terangkat, tawanya hambar. “Kau ternyata masih lancang seperti dulu. Apa hakmu menanyakan kebahagiaan yang bahkan tak pernah kau ciptakan untukku? Kau tinggalkan aku demi lelaki lain, dan sekarang... kau masih berani menanyakan tentang kebahagiaanku?”
Nada suara pria itu meninggi, tajam seperti pisau yang menggores. Beberapa pengunjung restoran sontak menoleh ke arah mereka, suasana sarapan mendadak hening sejenak karena ketegangan yang memancar dari meja itu.
Nyonya Rarasati terdiam, tatapan matanya goyah untuk sesaat. Namun cepat-cepat ia menegakkan tubuh, mencoba kembali angkuh. “Kau selalu pandai menusuk dengan kata-kata, tapi aku akui... itu lah salah satu alasan aku jatuh cinta padamu dulu.”
Untuk pertama kalinya, Damar tersenyum tipis. Namun, senyum itu lebih mirip ironi daripada kebahagiaan. “Sayangnya, kau lebih cinta pada pria yang mempunyai banyak uang dan punya status tinggi daripada diriku... yang hanya pegawai kantoran biasa."
Suasana di meja itu semakin menegang. Damar masih dengan tatapan tajamnya, seakan hendak menelanjangi masa lalu yang sudah puluhan tahun terkubur. Tetapi Nyonya Rarasati menegakkan punggungnya, senyum anggun yang tadi sempat terbit kini menghilang dan berganti dengan sorot mata penuh peringatan.
“Jangan pernah berkata aku memilih suamiku karena harta,” ucapnya tegas, suaranya bergetar namun tetap berwibawa. “Kau tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, Damar! Kau tak tahu... bagaimana aku menyaksikan mu mengkhianatiku dengan wanita lain padahal kau berjanji setia. Itu alasan aku meninggalkanmu, Damar! Bukan karena status, bukan pula karena uang!”
Bayangan masa lalu kembali berkelebat dalam ingatan Nyonya Rarasati. Ya... suaminya dulu memang seorang bos besar, seorang CEO yang disegani. Hidup mereka tampak sempurna, sampai tahun kesepuluh pernikahan ketika perusahaan itu runtuh karena ditipu rekan bisnis. Tak lama setelahnya, sang suami ditemukan tak bernyawa sebab memilih mengakhiri hidup karena tak sanggup menanggung hutang yang menumpuk.
Sejak hari itu, Nyonya Rarasati menjadi janda di usia tiga puluhan hanya ditemani Ardan yang kala itu baru berusia sembilan tahun. Hidupnya jungkir balik, membayar hutang-hutang suaminya. Ia membesarkan anak seorang diri, dan bekerja sekeras mungkin demi bertahan hidup. Ia tak pernah menikah lagi, memilih mengabdikan diri pada Ardan dan hidup yang tersisa.
Namun tuduhan Damar barusan, bahwa ia perempuan yang mengejar uang dan status membuat darahnya mendidih. Tanpa sepatah kata lagi, Nyonya Rarasati bangkit berdiri. Tatapannya dingin, menusuk Damar dengan ketegasan yang tak bisa dibantah.
“Jangan pernah menilai sesuatu yang bahkan kau tidak tahu kehidupan apa yang telah aku lalui!” katanya penuh amarah, lalu berbalik pergi dengan langkah mantap.
Ardan dan Nadira yang baru saja datang, namun sempat mendengar perdebatan sang ibu dan pria asing saling berpandangan dengan wajah terkejut.
“Apa Mama… punya hubungan khusus dengan pria itu?” bisik Nadira, menahan tawa kecil sekaligus rasa ingin tahu.
Ardan hanya menghela napas, alisnya terangkat. “Sepertinya kita harus mencari tahu.”
*
*
*
Pada penasaran kayak Ardan sama Nadira, nggak?🤭
Aku suka cerita kakak 👍👍👍